Ekonomi

Limbah Serat Kelapa Lamongan Terbang ke China

Rabu, 24 November 2021 - 10:44 | 127.31k
Limbah serat kelapa disulap warga Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur menjadi produk unggulan yang banyak diminati oleh pelaku industri luar negeri, (Foto : Moch. Nuril Huda/TIMES Indonesia)
Limbah serat kelapa disulap warga Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur menjadi produk unggulan yang banyak diminati oleh pelaku industri luar negeri, (Foto : Moch. Nuril Huda/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Masa pandemi Covid-19 bukanlah penghalang bagi Eko Yuliansyah, warga Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur berinovasi. Buktinya, ia berhasil menyulap limbah serat kelapa menjadi dua produk unggulan yang banyak diminta Negara China. 

Lulusan Fakultas Teknik Mesin ITS Surabaya 2004 ini sukses mengolah limbah serat kelapa menjadi cocofeat (serbuk buah kelapa) yang biasanya digunakan sebagai media tanaman. Selain itu juga menjadi cocofiber (serat buah kelapa) yang digunakan untuk membuat matras, jok mobil, cocomess, wire mess.     

Limbah Serat Kelapa Lamongan b

“Sembilan bulan terakhir, saya berusaha keras mengelola serabut kelapa secara benar sesuai kebutuhan permintaan customer. Akhirnya bisa menjadi dua produk unggulan yang diminati banyak pelaku industri di luar negeri,” ujar Eko, Rabu (24/11/2021). 

Jerih payah dan kerja kerasnya tak membohonginya. Eko mengatakan banyak pelaku industri di luar negeri sangat bergantung dengan bahan baku serat kelapa bagi perindustrian mereka.

“Limbah serat kelapa saat ini lagi trend untuk dimanufacturing. Permintaan datang dari Jepang, Korea, China, Dubai, Uni Emirat Arab, Israel dan beberapa negera Eropa. Tapi permintaan paling besar itu dari China,” katanya.  

Hasil olahan limbah yang diprosesnya, ungkap Eko, untuk cocofiber dibutuhkan sebagai bahan baku pembuatan matras, jok mobil, cocomess dan wire mess.

“Cocomess itu kayak wiremess tapi dianyam menjadi tali tambang berfungsi sebagai pengikat beton tidak patah. Yang biasanya kita jumpai dijalan-jalan desa,” ucapnya.  

Limbah Serat Kelapa Lamongan c

Sedangkan cocofeat itu memiliki keunggulan bisa menyimpan air meski dalan kondisi panas. Diakui Eko, produk ini banyak diminta dari Dubai Uni Emirat Arab maupun Israel untuk bahan baku media tanam pertanian dan penghijauan guna mengurangi terik cuaca panas di negara mereka.

“Cocofeat disiram dan dioplos dengan pupuk. Kemudian ditutup dengan cocomess dan wiremess. Nah, kondisi seperti baru gurun pasir bisa ditanami,” katanya.

Namun, pria yang juga Ketua Ranting PDI Perjuangan Pucuk ini mengungkapkan, dirinya mengirimkan cocofeat tersebut tidak dalam bentuk curah melainkan sudah dipress berbentuk blok. Karena, menurutnya, jika cocofeat curah harganya sangat murah.

“Kalau cocopeat curah itu murah. Permintaan dari mereka itu harus dipress atau diolah dengan proses low ec (electrical condention) agar bisa mengikat zat atau nutrisi sehingga nantinya bisa menyimpan air dalam jumlah yang banyak,” tuturnya. 

Untuk mendapatkan limbah sabut kelapa, Eko menyatakan, cukup mengundang pengusaha kelapa dan dirinya hanya menyediakan tempat membuang serat atau serabut kelapa.

“Jadi mereka tidak akan kebingungan untuk membuang sabut kelapanya karena kita yang menampung. Mereka hanya membayar ongkos kupas saja yang kita sediakan tenaga kerjanya,” ucapnya.

Meski demikian, Eko mengaku, masih membutuhkan lebih banyak lagi limbah serat kelapa seiring dengan jumlah permintaan dari luar negeri yang bertambah.

Karena cococrasher (mesin penggiling) serat kelapa yang dimilikinya itu mampu memproses serabut kelapa menjadi cocofeat dan cocofiber  per hari hingga 10 ton.

  “Saat ini limbah serat kelapa yang kita terima hanya 3 – 5 ton per hari. Seandainya nanti ada mobil cococrasher dengan sistem jemput bola. Maka kita juga bisa menciptakan lapangan kerja bagi wong cilik,” katanya.  

Usaha yang dijalaninya tersebut, menurut Eko, sangat membutuhkan dukungan dari pihak ketiga agar bisa mencukupi kebutuhan ekspor secara terus-menerus tanpa harus mengandalkan sinar matahari.

“Ini kan sudah musim hujan jadi untuk mengeringkan serat kelapa. Kalau ada dukungan atau bantuan berupa mesin dryer, kita yakin bisa mencukupi permintaan secara kontinyu. Plus mesin press blok, malah banter tentunya,” ucapnya.   

Eko membeberkan, pendapatan yang diperolehnya sekitar 320 USD untuk per metrix ton-nya, atau sekitar Rp3000 per kilogramnya untuk cocofiber maupun cocofeat.

“Jika jual limbah serat kelapa dalam bentuk curah harga hanya sekitar Rp10 ribu per zak dengan berat 29 kg. Kalau di ekspor ke China dan negara lainnya harga bisa berkali-kali lipat tapi harus dipress berbentuk blok,” ujar Eko, warga Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES