Politik

Pengamat UKI Aartje Tehupeiory Dukung RUU MHA Diketok Menjadi UU

Selasa, 23 November 2021 - 21:44 | 40.51k
Pakar Hukum Universitas Kristen Indonesia Dr Aartje Tehupeiory SH MH. (FOTO: Dok. DPR RI)
Pakar Hukum Universitas Kristen Indonesia Dr Aartje Tehupeiory SH MH. (FOTO: Dok. DPR RI)

TIMESINDONESIA, JAKARTAPakar Hukum UKI (Universitas Kristen Indonesia) Dr Aartje Tehupeiory SH MH menyatakan keberadaan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (MHA) saat ini sangat dinantikan oleh masyarakat dalam rangka memberikan jaminan perlindungan dan melestarikan masyarakat dari hukum adat di berbagai daerah. 

"Harta benda yang ada di sekitar mereka (masyarakat adat; red) itu termasuk bagian dari hak wilayah yang harus dilestarikan, oleh karena itu harus ada jaminan dari aspek hukum," terang dia dalam Diskusi Forum Legislasi yang digelar Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI, Selasa (23/11/2021). 

Selain Aartje, Forum Legislasi yang mengangkat tema Urgensi RUU Masyarakat Hukum Adat menghadirkan Ketua Panja RUU MHA Willy Aditya SFil MDM dan Deputi Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Erasmus Cahyadi. 

Aartje Tehupeiory mengungkapkan, untuk mengegolkan RUU MHA menjadi Undang-Undang diperlukan strong politicall will baik dari Pemerintah maupun DPR RI. Apabila Pemerintah dan DPR terbentur berbagai kepentingan yang melingkupinya, ia menyarankan Pemerintah Daerah mengambil inisiatif dengan menerbitkan regulasi yang mengatur masyarakat adat sesuai karakteristik daerahnya. 

"Kita perlu memang investasi, tetapi juga harus ada keseimbangan-keseimbangan yang tidak merugikan masyarakat adat itu sendiri," katanya. 

Aartje menyatakan, pendekatan antropologi perlu ditekankan dalam pembahasan RUU MHA. Bagaimana pola penerapan hukum adat akan diberlakukan, hingga penyelesaian konflik-konflik terkait masyarakat ada, penting menggunakan pendekatan antropologi. 

Disinggung bagaimana masyarakat adat di suatu daerah yang mempunyai hak-hak tanah secara wilayah, karena lahir turun-temurun sampai mencari nafkah disitu. Akan tetapi, atas nama pembangunan tiba-tiba mereka terusir karena kepentingan pembangunan. Tragisnya, diantaranya harus dipaksa pergi karena ulah mafia tanah. 

"Dia dilahirkan dari situ, keturunannya di situ, mencari nafkah di situ, lalu kemudian dia tidak tahu-menahu tiba-tiba dikatakan telah merampok, merampas," jelas Aartje. 

"Sekali lagi, memang ini diperlukan strong political will. Hukum adat ini kan merupakan amanat konstitusi. Di situlah ada yang namanya azas keseimbangan, azas keadilan," sambungnya. 

Secara keseluruhan, Pakar Hukum UKI ini mendukung penuh DPR dan Pemerintah agar pembahasan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) dilanjutkan untuk kemudian diketok menjadi Undang-Undang. Degan begitu masyarakat akan mendapatkan perlindungan dari Negara. (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES