Kopi TIMES Universitas Islam Malang

Pesan Cak Nur untuk Hak Hidup

Selasa, 23 November 2021 - 13:40 | 43.09k
Abdul Wahid, Pengajar Universitas Islam Malang dan penulis buku.
Abdul Wahid, Pengajar Universitas Islam Malang dan penulis buku.
FOKUS

Universitas Islam Malang

TIMESINDONESIA, MALANG“Melindungi nyawa seorang manusia sama dengan melindungi manusia sejagat, dan membunuh serang nyawa manusia, sama dengan membunuh manusia sejagatt” (Nurcholis Majid)

Tafsir yang disampaikan Cak Nur atas fundamentalnya hak hidup manusia itu  menunjukkan, bahwa setiap diri manusia mempunyai hak hidup yang harus dipedulikan dan dilindungi oleh masyarakat dan negara. Pembiaran hak hidup yang mengakibatkan seseorang (manusia) meninggal, bukan hanya mengakibatkan hak seseorang itu saja yang terampas, tetapi hak-hak asasi dari setiap orang yang menggantungkan keberlanjutan hidup, kesejahteraan, pendidikan, agama, dan lainnya yang berhubungan dengannya juga menjadi korbannya.

Cak Nur juga bermaksud mengajak setiap pelaku sejarah yang berasal dari masyarakat, bangsa, dan negara untuk tidak terseret dalam praktik mempermainkan atau merendahkan HAM, khususnya hak untuk hidup. Bagiamana mungkin negara bisa mewujudkan ha katas kesejahteraan dan pendidikan Karena hak atas hidup berhubungan erat dengan hak atas kehidupan dan pengembangan hidup. Tanpa adanya hak hidup, maka hak lainnya menjadi kehilangan makna dan eksistensinya. Negara tidakan bisa menegakkan atau mewujudkan ha katas kesejahteraan dan pendidikan yang layak jika hak hidup gagal ditegakkan.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Setiap subyek dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara ini, khususnya kalangan pengelola rezim local maupun pusat  adalah pengimplementasi atau penegak hak hidup orang lain. Mereka  ini adalah subyek yang menentukan buram tidaknya hak asasi manusia lainnya. Ketika banyak problem HAM yang dieksaminasi oleh publik, berarti mereka belum sungguh-sungguh menjadi penegak HAM. Kalau di tengah masyarakat ini misalnya gampang ditemukan kasus orang mati akibat kecelakaan lalu lintas, kondisi kesehatannya memburuk, dan kelaparan, maka para pengelola  negara ini layak dikategorikan sebagai pihak yang secara serius mengabaikan HAM.  

Setiap tanggal 10 Desember, hari Hak Assasi Manusia (HAM) diperingati.  Manusia di seluruh penjuru dunia, terutama pemerintah (negara) diminta oleh para pendahulu untuk melakukan  refleksi guna mengaktualisasikan makna hari HAM. Permintaan ini indetik dengan menyuruh kita untuk mengenang tragedi hitam berbagai peristiwa pelanggaran HAM yang telah lewat, yang sudah teragendakan dalam sejarah pergulatan manusia, masyarakat, bangsa, dan negara.

Ada pepatah asing menyebutkan “evil causis, evil vallacy” yang terjemahannya, suatu kondisi buruk yang terbiarkan terjadi, dapat menyulut lahirnya kondisi buruk lainnya. Peristiwa mengerikan tidak akan pernah terjadi tanpa didahului oleh pembiaran atas kondisi buruk yang sudah terjadi.  

Ironisme di tengah masyarakat (Indonsia) juga  terjadi di saat seharusnya kepekaan terhadap penegakan HAM diwujudkan. Tercabiknya HAM pemain sepakbola diantaranya dapat terbaca dalam beberapa kasus belakangan ini yang bertajuk: pembiaran warga yang  berakibat tercerabutnya hak untuk hidup  (right for life) manusia atau ketidakpedulian pada nasib sebagian anggota masyarakat yang mengalami kesulitan ekonomi, pangan, dan Kesehatan yang mengakibatkan kematian.

Dalam pasal 38 ayat (4) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjarmin kelangsungan kehidupan keluarganya

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

Pijakan yuridis itu sejalan dengan berbagai instrumen HAM internasional seperti dalam Universal Declaration of Human Right (UDHR) atau Declarasi Cairo, yang menuntut supaya setiap negara atau rezim berusaha maksimal mengonstruksi  perannya sebagai penegak HAM, dan bukan sebagai pelanggar HAM. Upaya maksimal merupakan bentuk eksaminas kerja dan amanat mulia, yang kalau terus menerus dilaksanakan akan diniscayakan menghadirkan banyak perubahan konstruktif dan humanistik.

Dan rezim ini selayaknya banyak belajar pada negara-negara yang  jagat pengimplementasian HAMnya lebih baik dan maju, yang kemajuannya berhubungan dengan penegakan perlindungan atas hak keberlanjutan hidup warganya. Belajar pada negara lain yang lebih baik bukan untuk menunjukkan rasa malu, melainkan sebagai bagian dari evaluasi atas kinerja sebagai pengemban amanat konstitusi, yang sudah meneempaatkan hak hidup warga sebagai hak utama.

INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id

*) Penulis: Abdul Wahid, Pengajar Universitas Islam Malang dan penulis buku.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Dhina Chahyanti
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES