Tekno

Teknologi Smart Farm Chickin; Beternak Ayam Bisa Lewat Smartphone, Produksi Menjadi Berlipat

Rabu, 17 November 2021 - 15:57 | 118.31k
Smart Farm Chickin
Smart Farm Chickin

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Peternakan ayam kini semakin mudah dengan menggunakan teknologi berbasis internet of things (IoT) melalui Smart Farm Chickin. Mengelola pun tinggal dipantau dari handphone, dan produksi ayamnya pun berlipat.

Hal itu terungkap dalam sesi paparan pada acara Hub.ID, akselerasi startup oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI beberapa waktu lalu. 

Terungkap bahwa saat ini rata-rata peternak ayam broiler di Indonesia menggunakan pakan sekitar 1,7 kg untuk menghasilkan 1 kg daging ayam. Hal itu menyisakan sekitar 700 kg pakan per ton daging ayam yang mereka hasilkan. 

Sebagai bisnis konvensional padat karya, peternakan ayam rentan terhadap kesalahan manusia dalam menentukan rasio konversi pakan (FCR) yang sangat penting untuk profitabilitas peternakan ayam. 

Selain itu, tingkat kenyamanan ayam sebagai aspek penting dari pembiakan ayam yang sehat, sering diabaikan oleh peternak yang menyebabkan tingkat kematian yang lebih tinggi. Meskipun 90% dari semua peternakan ayam sebagai peternakan close house yang notabene “modern”, masalah ini masih mengintai peternak ayam dengan metode konvensional.

Fakta itulah yang ditemukan Tebe dan Ashab, founder Smart Farm Chickin. Kedua teman kuliah ini menjadi mitra bisnis, saat mereka memulai perjalanan sebagai peternak ayam konvensional. 

Sebagai pengusaha berpengalaman, mereka pun terus berinovasi. Mereka juga selalu menemukan cara untuk mengidentifikasi titik-titik masalah, memecahkan masalah, dan mencapai efisiensi yang lebih baik untuk bisnis mereka. 

Akhirnya dengan menggabungkan teknologi dan kearifan lokal, hadir Smart Farm Chickin ini. Cara ini pun sukses merevolusi cara ternak ayam.

Smart Farm Chickin

Tebe dan Ashab pun mengembangkan sendiri inovasi beternak ayam. Yakni dengan Chickin Smart Farm. Inovasi ini menggu akan Internet-of-Things (IoT) yang dirancang untuk mengontrol iklim peternakan tertutup dengan perangkat lunak.

Alat dan teknologi ini mampu memudahkan peternak dan petani ayam dalam memanajemen peternakan ayam. Mulai dari mengontrol kecepatan angin, melacak pakan, hingg manajemen keuangan.

Lewat teknologi dan alat Chickin ini, Tebe dan Ashab tidak hanya menyediakan cara untuk meningkatkan rasio pakan terhadap hasil daging ayam, tetapi juga mengurangi biaya operasional. Hasilnya, mampu meningkatkan pendapatan bagi para peternak.

"Dengan Chickin Smart Farm SAAS (Software-as-a-Service), peternak dapat memantau kondisi flok dari Smartphone mereka, menyesuaikan suhu dan kelembaban secara otomatis melalui integrasi IoT," ucap Tebe.

Setelah setahun penuh menggunakan Chickin tersebut, petani menghemat hingga Rp 3.000 per ayam untuk efisiensi pakan dan Rp 1.000 per ayam untuk pengurangan biaya.

Rata-rata peternak close-house di Indonesia memiliki sekitar 20.000 ekor ayam per peternakan. Dengan Chickin Smart Farm ini berarti mampu memberikan penghematan bagi para peternak hingga Rp 80 juta per siklus panen.

“Kita bisa melihat bahwa pengelolaan sumber daya dan pengumpulan data yang efektif adalah kunci. Itu tidak hanya menghemat biaya bagi pemilik dan integrator peternakan, tetapi juga secara signifikan meningkatkan pendapatan peternak independen di Indonesia,” kata Tebe, CEO Chickin.
 
Chick-In sendiri saat ini sedang menjalani program inkubasi Hub.ID di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika. Di sana, Chickin diperkenalkan kepada para pemangku kepentingan industri perunggasan dan diberi kesempatan untuk berkembang melalui pendampingan dan business matching. 

“Teknologi digital dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi pertanian dan budidaya sehingga dapat menjadi salah satu andalan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan peternak.” seperti yang disampaikan Hub.ID dalam siaran persnya.

Pertumbuhan Pesat Industri Unggas di Indonesia

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia memproduksi 3,2 juta ton ayam broiler pada tahun 2019 dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 16% dari 2015-2019. 

Hingga saat ini, nilai pasar produksi dan konsumsi daging ayam di Indonesia per tahun telah mencapai USD 16,9 miliar. Meskipun berstatus sebagai salah satu protein yang paling dikenal di Indonesia, Indonesia masih kalah dari negara-negara Asia Tenggara lainnya dalam hal konsumsi unggas per kapita. 

Saat ini, Indonesia hanya mengonsumsi 7,92 Kg ayam per kapita, sementara Malaysia mengonsumsi 49,3 Kg ayam per kapita dan Vietnam dan Filipina mengonsumsi masing-masing 16,8 Kg dan 13,7 Kg.

Hal ini memberikan ruang pertumbuhan yang besar bagi Chick-In untuk meningkatkan produksi ayam di Indonesia. Didorong oleh visi ini, ChickIn atau PT Sinergi Pangan Ketahanan bertujuan untuk mensinergikan seluruh bagian rantai pasokan unggas untuk memajukan ketahanan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Mengenai rencana ke depan, Ashab, chairman dan salah satu pendiri, menyatakan bahwa ChickIn berada di depan para pesaing dalam menyediakan opsi terlengkap dan termurah untuk teknologi pertanian, komunitas petani yang dipimpin oleh ChickIn yang kuat, dan pengetahuan teknis dari petani dan IT developer yang berpengalaman. 

“Kami akan menargetkan lebih banyak peternak untuk menggunakan Smart Farm. Kami memiliki pandangan yang lebih holistik terhadap industri hilir unggas. Ke sanalah tujuan kami di masa depan,” kata Ashab. 

Smart Farm Chickin sendiri secara aktif mengembangkan bisnis dengan mengundang kolaborator dan investor untuk bergabung dengan perusahaan. Ini tentu bisa membawa aspirasi Tebe dan Ashab untuk membawa ketahanan pangan dan kesejahteraan bagi petani lebih dekat. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES