Kopi TIMES

Stereotip Gender: Benarkah Laki-laki dan Perempuan Berbeda?

Selasa, 16 November 2021 - 03:27 | 420.23k
Isna Asaroh, Ketua PMII Rayon FKIP Komisariat Universitas Islam Jember.
Isna Asaroh, Ketua PMII Rayon FKIP Komisariat Universitas Islam Jember.

TIMESINDONESIA, JEMBERStereotip gender erat kaitannya dengan Gender Identity (Identitas Gender). Gender identity merupakan pandangan orang terhadap karakter feminim atau maskulin sebagai jati diri manusia laki-laki atau perempuan.

Morrow, dkk. di buku Sexsual Orientation and Gender Expression in Sosial Work Practice, menulis bahwa gender identity adalah pengertian dan kesadaran seseorang mengenai gendernya sendiri. Identitas gender dapat selaras dengan seksnya atau justru berbeda. Dalam artian, tidak se-sempit memaknai bahwa laki-laki memiliki Testis dan perempuan mempunyai vagina. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang membentuk identitas gender, yaitu; secara biologis dan lingkungan. 

Secara biologis identitas gender dibentuk berdasarkan kromoson dan hormon. Dalam artikel scientific American: Stop Using Phony Science to Justify Transphobia by Simon (e) D Sun, dijelaskan bahwa secara umum manusia memiliki 46 kromoson yang berpasangan, sehingga totalnya 23 pasang. Setiap pasangan mengatur aspek yang berbeda dalam tumbuh kembang badan.

Khusus biological sex, pasangan kromoson yang bertugas adalah yang ke-23. Untuk laki-laki XY dan perempuan XX, pada usia kandungan minggu ke 5/6 ada sekelompok sel yang bergabung membentuk by potensial primordium. Untuk kromoson Y dibantu gene SRY  yang bertanggung jawab mengaktifasi testis pada fetus sebagai awal diferensiasi untuk laki-laki. Jika tidak ada gen SRY, maka fetus akan berkembang menjadi kelamin perempuan.

Dalam hal ini, ternyata tidak semua kromoson perempuan XY dan laki-laki tidak selalu XX, bisa berkebalikan, bahkan bisa saja hanya singgle kromoson (X/Y) atau kelebihan kromoson (XXX, XXY, / XYY). Selain itu, pembentukan gender identity juga dipengaruhi oleh hormon, yaitu chemical subtences yang diproduksi oleh kelenjar seluruh badan dan dibawa aliran darah sebagai messenger. Hormon yang berkaitan dengan seks antara lain: estogren, progresteron dan testosteron. Semua manusia memiliki ketiga jenis hormon tersebut, hanya saja laki-laki memiliki testosteron lebih tinggi dibandingkan perempuan, hal inilah yang mendorong hipotalamus otak laki-laki condong maskulin. Namun, aspek genetik hanya memberi pengaruh 56℅, selebihnya dipengaruhi oleh faktor dari luar diri. 

Adapun faktor lain yang mempengaruhi terbentuknya gender identity ialah faktor sosial dan cara asuh orang tua. Berdasarkan artikel yang ditulis Herslin, J. M. dengan judul Essential of Sociology, faktor sosial yang mempengaruhi antaranya adalah gagasan mengenai peran gender yang digambarkan oleh keluarga, figur penguasa, media, dan orang-orang yang berpengaruh dalam perkembangan anak.

Selain itu, menurut Oswalf dalam artikelnya Factors Influencing Gender Identity bahwa orang yang memiliki pandangan keras dan sempit mengenai identitas gender cenderung memiliki orang tua yang berpandangan serupa. Hal itu sebenarnya dikarenakan otak manusia layaknya plastik. Dalam artikel Mapping Plasticy; Sex/ Gender and The Changing Brain dijelaskan bahwa faktor sosiokultural dan ketahanan struktur memberikan pengaruh besar dalam pemunculan pemikiran otak yang elastis. Akhirnya, isi otak bisa berubah sesuai internalisasi nilai atau norma pada lingkungan dimana ia dibesarkan. 

Adanya gender identity terbentuk ketika manusia di fase balita. Menurut psikolog John Money bahwa anak-anak memiliki kesadaran gender mulai usia 18 bulan hingga dua tahun. Sedangkan dalam artikel Sociology; Cuktural Diversity in a changing World dari Bryjak, dkk. disebutkan bahwa identitas gender terus terbentuk pada usia 3-4 tahun. Pada titik itu, anak-anak dapat membuat pernyataan tegas tentang gender mereka dan cenderung memilih aktivitas serta mainan yang sesuai dengan gender mereka.

Adapun tahapan pembentukan identitas gender menurut Newmann dalam artikelnya Development Through Live: A Psychososial Approach melalui empat tahapan; 1) pemahaman konsep gender, 2) pembelajaran oleh anak mengenai standar dan stereotip gender, 3) identifikasi terhadap orang tua, dan 4) pembentukan prefensi gender. 

Secara historis, istilah gender identity dikenal mulai era 1960-an tepatnya tanggal 21 November 1966 dalam sebuah berita pers yang mengumumkan adanya klinik baru bagi orang transeksual di rumah sakit John Hopkins. Kemudian, istilah tersebut digunakan diberbagai media diseluruh dunia dan masuk ke penggunaan sehari-sehari.

Sebelum itu, Robert Stoller telah memperkenalkan identitas gender pertama kali pada Kongres Psikoanalisis Internasional di Stockholm, Swedia pada tahun 1963. Selanjutnya, John Money melakukan penelitian terkait identitas gender serta terlibat dalam klinik identitas gender di Sekolah Kedokteran John Hopkins mempopulerkan teori interseksionisme identitas gender yang menyebutkan bahwa hingga usia tertentu identitas gender seseorang lebih dinamis dan mempunyai sasaran dari pengaruh yang konstan.

Di era 1990-an Judith Butler menerbitkan buku Gender trouble; Feminism and Subversion of Identity yang memperkenalkan konsep performativitas gender yang mengatakan bahwa seks maupun gender merupakan sesuatu yang dibangun dengan sengaja. 

Adanya gender identity akhirnya menghadirkan stereotip gender. Dalam buku Psikologi Pendidikan yang ditulis oleh Santrock, J. W. Stereotip gender adalah kategori luas yang merefleksikan kesan dan keyakinan tentang apa perilaku yang tepat untuk pria dan wanita. Melengkapi itu, Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia menjabarkan bahwa stereotip gender adalah pandangan umum atau prakonsepsi tentang atribut karakteristik seharusnya yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki.

Dalam bahasa mudahnya, pandangan masyarakat terhadap peran yang seharusnya dilakukan oleh pria dan wanita. Contohnya; pandangan masyarakat bahwa perempuan lebih emosional, tukang ghibah, dan sebatas manusia yang lemah serta adanya emansipasi wanita membuat perempuan ingin mengalahkan laki-laki. Sedangkan, laki-laki dipandang sebagai manusia superior yang harus mempunyai pekerjaan yang mapan karena menjadi kepala rumah tangga, dilarang cengeng, lebih agresif, dan lainnya. Dalam dunia kerjapun, ada kategorisasi pekerjaan yang cocok untuk laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap kurang pas di bagian mesin, tidak cocok menjadi pemimpin, dan lainnya. 

Stereotip gender disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya kaitannya dengan teori evolusi. Pada saat zaman purba terdapat perbedaan peran gender antara laki-laki dan perempuan. Sebagai bentuk adaptasi dan strategi bertahan hidup, yang tidak hanya menyoal surviving, tapi juga reproduksi dan berkembang biak agar tidak punah, perempuan sebagai pemilik peran hamil dan melahirkan diputuskan untuk menjaga anak, diri dan rumah. Sedangkan laki-laki, berburu makanan untuk ketahanan pangan keluarga. Sampai saat ini, budaya inipun tetap berlangsung. Selain itu, faktor asuhan dari orang tua yang selalu mengotakkan peran laki-laki dan perempuan serta pemahaman definisi yang sempit atas karakteristik laki-laki dan perempuan sehingga mendidik secara stereotipikal. 

Adanya stereotip gender membawa dampak yang kurang baik untuk siklus hidup kemanusiaan utama nya untuk perempuan. Dampak tersebut antaranya membatasi kapasitas perempuan dan laki-laki dalam hal mengembangkan atribut pribadi atau keterampilan profesional mereka, serta untuk mengambil keputusan hidup atau rencana ke depan.

Dalam artikel Gender Stereotypes: Encyclopedia of Women and Men dari Kite, M. tertulis bahwa adanya stereotip gender yang mencap laki-laki sebagai maskulin dan perempuan sebagai feminim dapat menghilangkan status sosial dan penerimaannya dalam kelompok tertentu. Tidak hanya itu, berdasarkan studi remaja dini Global WHO by John Hopkins University ditemukan bahwa perempuan di usia dini memilih mengurangi aspirasi dan membatasi pilihan karir. Selain itu, UNESCO juga memberi peringatan bahwa wanita masih kurang terwakili dalam STEM (Sains, Technology, Tehnik, and Mathematic), tercatat hanya 29℅ peneliti wanita dari seluruh peneliti didunia. 

Berdasarkan survei yang dilakukan Gensindo pada 25-28 April 2021 kepada 89 responden, 66,33℅ perempuan dan 33,7℅ laki-laki usia 18-30 tahun, tentang pendapat mereka mengenai stereotip gender yang paling dibenci serta impact-nya, didapatkan bahwa; 1) Anggapan bahwa pria dilarang menangis dan 2) Anggapan bahwa pendidikan percuma bagi perempuan. Kemudian, impact yang dirasakan berdasarkan penelitian tersebut ialah stereotip gender telah membelenggu kebebasan, karena jika bertindak tidak sesuai stereotip yang ada akan di anggap tidak sesuai dengan nilai, tidak sesuai ekspektasi dan dipandang sebelah mata serta mendapatkan pelabelan yang aneh dari masyarakat.

Untuk menghilangkan stereotip gender yang mendikotomikan peran laki-laki dan perempuan maka perlu meninggalkan mindseat yang membedakan perempuan dan laki-laki (cewek vs cowok). Karena sebenarnya itu tidak menguntungkan semua pihak dan merupakan pemikiran yang kuno dan kaku. Sebaliknya, yaitu memaksimalkan potensi manusia dan tidak menempatkan mereka pada satu kategori atau peran tertentu. Sehingga, manusia bebas mengekspresikan diri sendiri sebagai manusia yang utuh tanpa kategorisasi dan generalisasi yang tidak perlu. Sebagaimana poin Universal Declaration of Human Rights bahwa setiap manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai hak dan martabat yang sama.

***

*) Oleh: Isna Asaroh, Ketua PMII Rayon FKIP Komisariat Universitas Islam Jember.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES