Kopi TIMES

Meningkatkan Jumlah dan Kualitas Tenaga Kesehatan untuk Kesejahteraan Rakyat

Senin, 15 November 2021 - 16:00 | 191.25k
Radian Jadid; Ketua Pelaksana Program Pendamping Keluarga Pasien Covid-19 RS Lapangan Indrapura Surabaya; Ketua TaskForce Kemanusiaan Kantin ITS; Penyintas Covid-19, Pendonor Plasma Konvalesen #14.
Radian Jadid; Ketua Pelaksana Program Pendamping Keluarga Pasien Covid-19 RS Lapangan Indrapura Surabaya; Ketua TaskForce Kemanusiaan Kantin ITS; Penyintas Covid-19, Pendonor Plasma Konvalesen #14.

TIMESINDONESIA, SURABAYA – 12 November 2021 diperingati sebagai Hari Kesehatan Nasional (HKN). Peringatan HKN ke-57 tahun ini mengusung tema 'Sehat Negeriku Tumbuh Indonesiaku'. Di tengah terpaan pandemi covid-19 yang belum usai, masalah kesehatan menjadi topik utama dalam kehidupan berbangsa dewasa ini.

Covid-19 telah memporak-porandakan berbagai sendi kehidupan, serta saat puncak serangan pada Desember 2020- Januari 2021 dan Juni-Juli 2021 telah menyadarkan kembali berbagai pihak untuk peduli dan memperhatikan masalah kesehatan. Selain permasalahan penyediaan sarana, prasarana dan fasilitas kesehatan, permasalahan sumber daya manusia yakni tenaga kesehatan patut dicermati.   

Dalam Kepmenkokesra No. 54 tahun 2013 disebutkan setidaknya 13 formasi tenaga kesehatan yang dibutuhkan dalam layanan kesehatan di Indonesia. Mereka adalah  Dokter Spesialis, Dokter Umum, Dokter Gigi, Perawat, Bidan, Perawat Gigi, Apoteker, SKM, Sanitarian, Ahli Gizi, Keterapian Fisik, dan Keterapian Medis. Ada beberapa permasalahan yang mengemuka terkait tenaga kesehatan tersebut. Jumlah mereka  yang masih terbatas dan sebaran yang belum merata. Sebagai contoh, rasio dokter umum dan penduduk Indonesia masih di angka 1:1400 (IDI,2020), yang artinya 1 dokter melayani 1400 penduduk.

Perbandingan ini masih jauh dari ketentuan WHO yang menyatakan idealnya rasio dokter umum dibanding jumlah penduduk sebesar 1:1000. Pun demikian dengan dokter spesialis. Sebagai satu contoh data dari Perhimpunan Dokter Spesialis Paru (PDPI) pada 2020 rasio dokter paru dibanding penduduk adalah 1:100.000. Padahal idealnya rasio dokter spesialis 2:100.000 penduduk. Demiian halnya dengan rasio tenaga kesehatan lainnya. Persebaran dokter juga tidak merata di seluruh wilayah di Indonesia, karena masih banyak dan terpusat di Jawa dan kota besar luar jawa lainnya.

Jumlah tempat pendidikan para tenaga kesehatan juga masih kurang dan juga berbiaya relatif mahal. Untuk pendidikan dokter saja, baru ada 89 Fakutas Kedokteran, terdiri dari 38 PTN dan 51 PTS serta yang terakreditasi A baru 22. Demikian halnya dengan pendidikan keprofesian kesehatan lainnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa biaya pendidikan kedokteran sangat mahal dan hanya terjangkau oleh kalangan tertentu saja. Mereka yang sudah menjalani pendidikan kesehatan dan dinyatakan luluspun tidak serta merta bisa langsung bertugas,tapi harus terlebih dahulu melakukan pengurusan ijin praktek dan keprofesian yang prosesnya juga tidak mudah.

Memang dalam Kepmenkokesra No. 54 tahun 2013 juga telah dibuat Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan Tahun 2011-2025 sebagai acuan dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan. Namun perlu pula dilakukan berbagai terobosan guna menjawab tantangan dan kebutuhan tenaga kesehatan saat ini. Pemerintah harus memberikan prioritas bagi instutsi pendidikan kesehatan. Sudah saatnya dibuka wacana untuk memperbanyak jumlah dan penggratisan pendidikan kedokteran khusunya di PTN.

Dengan ketetapan Pasal 31 ayat (4) UUD NRI mengamanatkan pengalokasian anggaran pendidikan sebesar 20 persen harusnya bisa dialokasikan untuk pembebasan biaya bagi para calon dokter. Harapannya kesempatan untuk menempuh pendidikan dokter bagi semua lapisan masyarakat menjadi lebih besar. Dengan memperbanyak fakultas kedokteran dan juga meningkatkan kapasitas  atau daya tampungnya, diharapkan pasokan calon tenaga kesehatan semakin besar sehingga rasio ketercukupan layanan bagi penduduk semakin mendekati ideal. Jalur penerimaan mahasiswa melalui afirmasi daerah juga bisa ditingkatkan sehingga saat mereka selesai menjalani pendidikan bisa kembali kedaerahnya untuk mengabdi dan memenuhi sebaran dan pasokan tenaga kesehatan setempat. 

Upaya peningkatan kualitas pendidikan berupa update dan perbaruan keilmuan, kajian jurnal terbaru serta berbagai shortcourse dan diklat-diklat keprofesian harus lebih digalakkan. Peningkatan kapasitas para dosen dan pengampu keilmuan kesehatan sehingga mahasiswa dapat menggali dan memperoleh ilmu yang mumpuni dari sumber yang kredibel.

Pemenuhan sarana dan prasana penelitian dan laboratorium mutlak diwujudkan sebagai daya dukung  dan penguatan dalam mendalami ilmu kesehatan. Permasalahan perijinan juga sudah saatnya dipersingkat dan dipermudah dengan tetap memperhatikan standar kualitas SDM. Kelembagaan profesi sebagai tempat beraktualisasi dan wadah bagi peningkatan kapasitas berdasarkan kesamaan profesi hendaknya kembali kepada marwahnya sebagai pelayan terbaik bagi anggotanya. 

Pembangunan nasional di bidang kesehatan, diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat terwujud adanya peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya guna mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tenaga kesehatan merupakan kunci utama dalam keberhasilan pencapaian tujuan tersebut. Peran dan fungsi mereka sebagai garda terdepan dalam menangani dan menyelesaikan persoalan kesehatan masyarakat patut diapresiasi.

Maka sudah selayaknya eksistensi para tenaga kesehatan menjadi prioritas bagi negara khususnya dalam peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia, sehingga  tujuan pembangunan nasional di bidang kesehatan dapat dicapai. Selamat Hari Kesehatan Nasional.

***

*) Oleh: Radian Jadid; Ketua Pelaksana Program Pendamping Keluarga Pasien Covid-19 RS Lapangan Indrapura Surabaya; Ketua TaskForce Kemanusiaan Kantin ITS; Penyintas Covid-19, Pendonor Plasma Konvalesen #14.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES