Peristiwa Internasional

Mencari Pengganti Angela Merkel, 'Sang Kanselir Abadi'

Minggu, 14 November 2021 - 16:12 | 40.45k
Angela Merkel Kanselir Jerman yang telah berkuasa selama 4 periode atau 16 tahun. (FOTO: Gleb Garanich/REUTERS)
Angela Merkel Kanselir Jerman yang telah berkuasa selama 4 periode atau 16 tahun. (FOTO: Gleb Garanich/REUTERS)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Jerman baru saja melaksanakan pemilihan umum untuk memilih Kanselir baru pada 26 September 2021 lalu untuk mencari pengganti Angela Merkel. Masa tugas Merkel telah berakhir setelah berkuasa selama 4 periode atau 16 tahun.

Perolehan suara sebesar 25,7 persen dimenangkan oleh Partai Sosial Demokrat (SPD) dengan salah satu kandidatnya yakni Olaf Scholz. Sedangkan pihak lawan yakni Partai Uni Demokratik Kristen (CDU) dengan kandidat Armin Laschet memperoleh suara sebesar 24,1 persen, Partai Hijau sebesar 14,8 persen, dan Partai Demokrat Bebas (FDP) sebesar 11,5 persen.

Terpilihnya Olaf Scholz sebagai kandidat Kanselir baru mendapat perhatian dan reaksi dari para pemimpin dunia. Mereka berharap dengan terpilihnya Olaf dapat memberikan peluang untuk kerja sama yang lebih besar.

Hal ini juga membawa dampak atas kemenangan partai SPD untuk menandai kebangkitan partai-partai berhaluan tengah hingga sayap kiri di beberapa negara Eropa.

Kemenangan Partai SPD bukanlah kemenangan satu-satunya, karena saat ini masih melakukan koalisi dengan partai-partai lainnya untuk memperoleh suara lebih dalam pemerintahan.

Kedua kandidat Kanselir berlomba untuk membentuk pemerintahan secepat mungkin sebelum akhir tahun.

Sejarah Pemilu di Jerman

Runtuhnya monarki di Jerman pada tahun 1919 menjadi awal terbentuknya pemerintahan demokratis 'Republik Weimar', dari momen itu juga membentuk sistem pemilihan umum dan perempuan mendapat hak pilih untuk pertama kalinya.

Pemilihan umum pertama di Jerman secara demokratis, bebas, dan rahasia dilakukan untuk memilih Dewan Konstituante pada 19 Januari 1919.

Dan untuk pertama kalinya, perempuan diberikan hak untuk memilih dan dipilih. Saat itu usia minimal pemilih mengalami perubahan, dari 25 tahun diturunkan menjadi 20 tahun.

Namun proses pemilu saat masa pemerintahan Republik Weimar tidak bertahan lama. Kemunculan NAZI yang dipimpin oleh Adolf Hitler membawa dampak perubahan besar.

Hitler membentuk partai buruh nasional sosialistik NSDAP, di mana partai ini berkembang menjadi partai besar yang berpengaruh setelah runtuhnya Republik Weimar di tahun 1930an.

Sejak saat itu, pemilu dan politik di Jerman terus mengalami perkembangan hingga sekarang. Mulai dari peristiwa terpecahnya Jerman menjadi 2 bagian yaitu Jerman Barat dan Jerman Timur yang menganut paham politik berbeda, hingga bersatu kembali.

Sistem Pemilu Jerman

Negara Jerman memiliki sistem pemilihan umum yang sedikit berbeda jika dibandingkan dengan pemilu di negara lain, dimana proses pemilihan dilakukan melalui beberapa tahap.

Biasanya pemilu Jerman diadakan untuk memilih para anggota parlemen (Bundestag), kemudian dari parlemen itu akan memilih kandidat Kanselir yang akan menjabat di periode selanjutnya.

Kandidat Kanselir juga berasal dari partai-partai terkenal seperti SPD, CDU, CSU, Afd, FDP, dan Partai Hijau.

Pemilu federal diadakan setiap 4 tahun sekali dengan syarat Warga Negara Jerman yang telah berusia 18 tahun ke atas berhak memberikan suara tanpa membandingkan tingkat pendidikan, finansial, dan keyakinan politiknya.

Proses pemilihan di Jerman tidak dilakukan secara langsung, melainkan melalui sebuah lembaga perwakilan yakni anggota parlemen. Oleh karena itu, adanya lembaga perwakilan melalui anggota parlemen merupakan peran penting sebagai wakil rakyat.

Pada pemilu Jerman, setiap warga yang telah memiliki hak pilih akan mendapatkan dua kartu suara. Suara pertama digunakan untuk memilih langsung kandidat dari daerah pemilihan lokal.

Kandidat dengan suara terbanyak akan mendapatkan satu kursi di Bundestag (parlemen) yang baru. Untuk suara kedua, pemilih akan memilih langsung partai politik.

Partai dengan jumlah minimal 5 persen akan menempati kursi di parlemen. Jumlah kursi yang didapatkan juga tergantung dari kontribusi suara yang didapat.

Dibandingkan dengan suara pertama, suara kedua lebih penting karena menentukan komposisi kursi di parlemen. Setelah anggota Bundestag terpilih, mereka akan menjadi penentu siapa kandidat Kanselir Jerman yang akan maju dalam pemilihan periode berikutnya.

Pada dasarnya dalam sistem pemilu di Jerman partai yang memenangkan suara terbanyak belum tentu menduduki posisi mayoritas, sehingga partai tersebut masih membutuhkan dukungan dari partai lain agar bisa memimpin.

Lantas akankah performa Kanselir baru nantinya dapat melebihi Angela Merkel yang telah memperoleh hati rakyat Jerman? (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES