Kopi TIMES

Bahasa Arab: Antara Identitas Budaya dan Agama

Jumat, 12 November 2021 - 00:20 | 129.60k
Affandi Ahmad, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Affandi Ahmad, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Bahasa adalah suatu entitas penting dan primordial dalam mengiringi ruang gerak kehidupan. Betapa dangkalnya suatu masyarakat dan peradaban jika tidak memiliki instrumen esensial di dalamnya, yaitu bahasa. Baik verbal maupun non verbal. Ungkapan "Homo Sapiens" yang disematkan pada manusia sebagai satu jenis ciptaan Tuhan yang dapat berpikir dan berbicara, layaknya moda transportasi yang tidak memiliki jalan tempuh jika tidak diiringi dengan kemampuan berbahasa. 

Bahasa Arab telah bergumul dengan bangsa penuturnya dalam rentang sejarah yang sangat lama. Bahkan dalam beberapa pendapat dikatakan, bahwa manusia pertama (Nabi Adam As.) berkomunikasi menggunakan bahasa Arab. Puncak kejayaan bahasa ini bisa kita lihat dalam tradisi berpuisi masyarakat Arab pra Islam yang amat kuat dan digunakan dalam bahasa wahyu profetik, yaitu Al-Qur’an. Ia dianggap salah satu bahasa semitik yang masih terjaga eksistensinya sampai detik ini.

Setidaknya ada satu hal yang penulis kira harus diperbaiki sedini mungkin, utamanya bagi pelajar bahasa Arab di Indonesia. Di mana hal ini akan berdampak fatal jika terus dibiarkan tanpa ada suatu pencegahan dari kita sendiri. Yaitu berkaitan dengan mindset dalam memandang dan menempatkan bahasa Arab. 

"Bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur'an, Nabi, dan penduduk surga." Pernahkah kita mendengar kalimat demikian atau yang senada dengannya? Saya kira sering! Apalagi ketika kita sedang menempuh pendidikan tingkat dasar dan menengah. Dan penulis tidak menafikan kesahihan adagium tersebut. Memang benar adanya. Tapi, alangkah baiknya jika kita tidak hanya berhenti di situ saja. Dalam kata lain, perlu adanya narasi lanjutan agar kita bisa proporsional dalam memposisikan bahasa Arab. 

Kalau kita mencoba merujuk pada statemen tokoh linguis kawakan bahasa Arab, yaitu Ibnu Jinni, bahwa bahasa adalah ashwaatun yu’abbiru bihaa kullu qaumin ‘an aghraaadhihim (suara yang dituturkan oleh suatu bangsa berdasarkan tujuan mereka). Marilah kita kaji sejenak! Dalam definisi tersebut, Ibnu Jinni menggunakan fragmen aghradh (bentuk plural dari kata ghardh) yang mempunyai arti tujuan-tujuan. Di sini sudah jelas, bahwasanya banyak sekali tujuan daripada berbahasa itu sendiri. Selain orientasi yang mengarah pada lingkup religiusitas, ada banyak hal lain yang tidak kalah pentingnya juga. Seperti sosial-budaya, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya. 

Mindset yang demikian dangkalnya ternyata secara tidak sadar telah tertanam begitu kuat dalam alam bawah sadar kebanyakan pelajar bahasa Arab maupun masyarakat di negeri kita. Jika hal ini terus dibiarkan, jangan harap mutu belajar bahasa Arab kita akan maju dan bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Dan sangat mungkin mereka hanya menguasai kosakata dan kebahasaan yang berkutat dalam ranah keagamaan semata. Padahal, ada begitu banyak lingkup yang masih belum terjamah. Seperti Arabisasi belakangan ini, misalnya. 

Adalah merupakan realita yang memuakkan, ketika kita menyaksikan sendiri generalisasi dan pengkultusan yang berlebihan oleh sebagian masyarakat kita pada bahasa Arab. Seakan semua yang serba Arab adalah representasi dari agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad (Islam); menyamakan nyanyian seseorang yang mabuk kepayang kepada kekasihnya dengan kerinduan dan kecintaan hamba pada Tuhan dan Nabi-Nya; menganggap tulisan Arab di kemasan makanan layaknya kitab suci yang harus dimuliakan; mengklaim bahwa yang berbahasa Arab adalah semuanya beragama Islam. Dan beberapa kesalahan lain yang juga mengkhawatirkan. 

Oleh karena itu, memperbaiki mindset sempit ini sudah merupakan keharusan yang perlu disuarakan. Supaya pembelajaran bahasa Arab kita bisa progresif dan kompetitif. Karena di samping manusia diperintahkan untuk 'menyembah' Tuhan, ada tugas lain juga yang tidak kalah pentingnya; yaitu menciptakan kemajuan dan peradaban. Wallahu A'lam!

***

*)Oleh : Affandi Ahmad, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES