Gaya Hidup

Raden Saleh dan Lukisannya Tentang Jawa Diperebutkan Dunia hingga Kini

Sabtu, 06 November 2021 - 17:00 | 181.94k
Raden Saleh saat berada di Jerman, tak segan menampilkan dirinya sebagai bangsa Jawa. (FOTO: Gemeinfrei)
Raden Saleh saat berada di Jerman, tak segan menampilkan dirinya sebagai bangsa Jawa. (FOTO: Gemeinfrei)

TIMESINDONESIA, SURABAYA –  

Raden Saleh Syarif Bustaman atau sering dikenal dengan sebutan Raden Saleh. Pelopor seni lukis asal Indonesia yang hasil karyanya dihormati kalangan internasional. Melalui berbagai lukisan yang indah dan bermakna dalam, Raden Saleh mengenalkan tanah Jawa pada masyarakat dunia sejak 183 tahun lalu.

Lahir di tanah Jawa bekas koloni Belanda, Raden Saleh melihat hobi favorit penguasa kolonial yakni berburu. Aktivitas tersebut menjadi salah satu motif favoritnya dalam melukis, lukisannya soal keindahan alam dan pertarungan hewan di dalam hutan menjadi rebutan kolektor dunia.

Raden Saleh yang juga fasih dalam 5 bahasa ini juga mengangkat peristiwa sejarah. Salah satunya tentang penangkapan Pangeran Diponegoro pada tahun 1857, yang saat ini dipamerkan di istana presiden di Jakarta.

Banyaknya lukisan Raden Saleh membuat hasil karyanya tersebar di 43 museum di seluruh dunia. Jumlah tersebut tidak termasuk karya yang telah dibeli oleh para kolektor. Bahkan salah satu karya Raden Saleh terjual dengan harga hampir mencapai $10 juta (Rp143,5 miliar).

Dihormati Kalangan Borjuis Eropa

Raden-Saleh-2.jpg"Blaues Häusel" atau dalam bahasa Indonesia disebut "Rumah Biru"  yang didirikan oleh bangsawan Jerman Friedrich Anton Serre khusus untuk menghormati Raden Saleh. (FOTO: KBRI Berlin)

Beliau merupakan orang Asia pertama yang mengenyam pendidikan akademis di Eropa. Antonie Payen, pelukis kolonial keturunan Belgia, melihat bakat yang dimiliki Raden Saleh dan mendukungnya. Akhirnya dengan bantuan hibah, beliau berangkat ke Belanda pada tahun 1830, dimana beliau mendapat pendidikan melukis.

Sebagai sosok eksotis asal Asia yang mampu menghasilkan karya seni, kehadiran Raden Saleh cukup mengejutkan bagi Eropa di pertengahan abad ke-19. Raden Saleh juga turut melahirkan aliran lukis orientalis di Jerman. Penampilannya dalam karya Johann Carl Bähr disukai publik, seorang pelukis tampan berkostum pangeran oriental.

Setelah mengenyam pendidikan seninya di Belanda, Raden Saleh menetap selama 10 tahun di Jerman karena kehadirannya diterima oleh penduduk setempat yang menghormatinya sebagai manusia dan menghargai karya lukisnya.

Masyarakat Jerman memberinya julukan "Pangeran dari Jawa". Di Dresden, Raden Saleh dianggap setara sebagai seniman dan warga. Padahal hal tersebut dianggap tidak umum pada jaman itu karena masih adanya diskriminasi latar belakang dan warna kulit.

Dengan pesonanya dalam menghasilkan sebuah karya, membuat Saleh disambut hangat oleh kalangan bangsawan dan borjuis. Beliau mendapatkan kontrak-kontrak yang menguntungkan.

Berkat kemampuan dan kecerdasannya, pada tahun 1848 bangsawan Jerman Friedrich Anton Serre mendirikan bangunan khusus Raden Saleh yang disebut "Blaues Häusel" atau dalam bahasa Indonesia disebut "Rumah Biru".

Pada tahun 1851 Raden Saleh merasa terpanggil untuk pulang ke tanah Jawa. Saat kembali ke Indonesia, Raden Saleh menerima perlakuan diskriminasi dari orang-orang Belanda, sehingga mendorongnya menciptakan karya lukis yang mengekspresikan kritik atas kolonialisme Belanda.

Dari kritik yang diterima, membuat Raden Saleh menuangkannya dalam lukisan penangkapan Diponegoro, peristiwa banjir di Jawa, dan pertarungan antara Benteng dan Singa.

Dari berbagai karya-karya yang besar serta sempat menetap di Jerman dan negara lainnya, membuat namanya selalu dikenang. Bahkan ratusan tahun berselang, kini warga Jerman masih menghormatinya.

Lukisannya Masih Diperebutkan

Raden-Saleh-3.jpgSalah satu karya terbaiknya yang berjudul A View of Mount Megamendung kembali diperebutkan di balai lelang internasional. (FOTO: Courtesy of Daguerre Auction)

Hebatnya lagi, lukisan Raden Saleh hingga kini masih menjadi rebutan para kolektor dunia. Salah satu karya terbaiknya yang berjudul A View of Mount Megamendung kembali diperebutkan di balai lelang internasional.

Lukisan yang menggambarkan keindahan kawasan Megamendung, Jawa Barat tahun 1861 itu bakal dilelang oleh 2 Desember 2021 di Daguerre Auction House, Drouot Paris, Prancis.

Rumah lelang Jack-Phillippe Ruellan bersama dengan Drouot Paris mematok harga mulai dari 1 juta euro atau sekitar Rp16,5 miliar hingga 1,5 juta euro atau sekitar Rp24,8 miliar. 

Sebelumnya lukisan dengan seri yang sama yakni Mail Station at the Bottom of Mount Megamendung telah terjual senilai Rp31miliar di Balai Lelang Christie's Hong Kong.

Seri lukisan dengan objek keindahan Megamendung, Puncak, Jawa Barat, itu merupakan lukisan langka Raden Saleh Syarif Bustaman. Karya lainnya berada di Museum MACAN Jakarta dan Kastil Ehrenburg, Coburg, Jerman.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES