Kopi TIMES

Penggunaan Bahasa Asing dalam Bahasa Arab

Rabu, 03 November 2021 - 16:22 | 130.97k
Tika Fitriyah, Dosen Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga.
Tika Fitriyah, Dosen Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga.

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Bahasa Arab merupakan Bahasa resmi dari 22 Negara yang terhimpun dalam Liga Arab. Jika kita melihatnya dari aspek sejarah, Bahasa Arab merupakan rumpun dari Bahasa Semit. Bahasa semit sendiri merupakan Bahasa yang berkembang di teluk Arab dan dinisbatkan kepada Sam, anak nabi Nuh. Bahasa semit terdiri dari berbagai Bahasa diantaranya adalah Bahasa Kananiyah, Finiqiyah, Ibriyah, Hamiyah, Arab dan lain sebagainya.  Sebagian besar bahasa semit sudah punah, dan Bahasa Arab merupakan salah satu Bahasa semit yang tertua dan masih ada sampai saat ini.

Bahasa Arab dikenal dengan Bahasa yang kaya akan kosa kata. Satu kata dalam Bahasa Arab memiliki lebih dari 30 derivasi kata, karena setiap kata dalam Bahasa Arab akan selalu berubah sesuai dengan waktu pekerjaan, jumlah pelaku pekerjaan dan jenisnya. Kekayaan kosa kata dalam Bahasa Arab juga ditunjukan dengan banyaknya sinonimi yang dibedakan sesuai dengan subjek. Karakteristik ini dibahas dengan jelas oleh ats-Sa’labi dalam bukunya Fiqh al-Lughah wa Asrar al-Arabiyah, misalnya untuk menyebutkan kata “berkicau” orang Arab memiliki banyak Bahasa yang disesuaikan dengan jenis burungnya. Misalnya kata ‘andalah digunakan jika yang berkicau adalah burung bulbul, kata sharsharah jika yang berkicau adalah burung elang, kata hadil jika yang berkicau adalah burung merpati, dan lain sebagainya.

Namun tampaknya kekayaan kosakata yang dimiliki Bahasa Arab kini tidak mampu mewakili semua kata yang mereka perlukan. Apalagi jika melihat fakta bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi sudah lama berpindah tangan ke barat. Sedangkan bahasa selalu mengalami perkembangan sesuai dengan tuntutan zaman, ilmu pengetahuan dan masyarakat. Termasuk di dalamnya Bahasa Arab. Salah satu fenomena kebahasaan yang mewakili adaptasi Bahasa terhadap perkembangan zaman adalah fenomena serapan.

Dalam Bahasa Arab, dikenal istilah Arabisasi  untuk mewakili istilah serapan Bahasa asing yang sudah disesuaikan dengan karakteristik Bahasa Arab. Menurut sebuah jurnal yang ditulis oleh Anida Yuspa, saat ini ada kurang lebih 150 istilah baru per harinya dari berbagai kajian ilmu termasuk biologi, fisika, kimia, kedokteran dan lain sebagainya. Oleh karena itu, serapan menjadi sebuah keniscayaan bagi seluruh Bahasa yang yang ingin berkembang. Karena interaksi antar bangsa termasuk di dalamnya Bahasa, tidak bisa dipungkiri sebagai salah satu upaya tukar menukar ilmu pengetahuan. 

Saat ini fenomena arabisasi sangat marak sekali dilakukan. Jika kita membaca surat kabar Arab terutama pada pembahasan terkait teknologi, kesehatan dan gaya hidup, maka kita akan menemukan bahwa kebanyakan kosakata yang dipakai merupakan serapan dari Bahasa inggris yang sudah disesuaikan dengan fonem, morfem dan kaidah-kaidah Bahasa Arab. Misalnya kata alfirus, smart phone, al-akadimi, laik, dan lain sebagainya.

Fenomena arabisasi ini dari satu sisi merupakan sebuah potret perkembangan Bahasa yang mampu beradaptasi dengan Bahasa suatu bangsa yang berkembang dan maju, namun di sisi lain arabisasi ini juga sebuah potret bahwa Bangsa Arab masih tertinggal dari segi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Lebih jauh lagi, penggunaan arabisasi yang berlebihan atau bahkan penggunaan Bahasa asing secara utuh dalam kehidupan keseharian bangsa Arab akan membuat kebanggan tersendiri terhadap Bahasa asing dan memarjinalkan Bahasa Arab sebagai Bahasa resmi mereka.

Dalam konteks Indonesia, fenomena ini pun sering terjadi. Masyarakat lebih nyaman menggunakan kosakata asing daripada Bahasa Indonesia sendiri dengan anggapan bahwa Bahasa asing menunjukan tingginya intelektual seseorang. Penggunaan istilah-istilah asing dalam kehidupan ternyata lebih sering kita gunakan tanpa kita sadari. Misalnya kata gadget sebagai pengganti gawai, kata save sebagai pengganti simpan, share sebagai pengganti bagikan, chatting sebagai ganti dari kata obrolan dan lain sebagainya.

Permasalahan yang selanjutnya akan terjadi jika kondisi ini terus berlangsung adalah hilangnya kosa kata tertentu dalam penuturan masyarakat, sehingga generasi yang akan datang merasa asing dengan Bahasanya sendiri dan nyaman menggunakan kosakata asing. Berkenaan dengan ini, pemerintah Indonesia terus menyarankan masyarakatnya agar membiasakan diri dan bangga dengan Bahasa Indonesia. Gerakan berbahasa Indonesia ini dikampanyekan dengan baik melalui televisi dan surat kabar misalnya penggunaan kata daring, luring, bauran, warganet dan lain sebagainya.

Menyerap bahasa asing dalam beberapa kondisi memang diperlukan. Tapi kegiatan ini harus dilakukan secara wajar dan tidak berlebihan. Suatu bangsa harus bangga dengan bahasanya sendiri dan melestarikan bahasanya agar bahasanya tidak mati. Karena jika menengok sejarah, banyak sekali Bahasa yang mati karena tidak jarang interaksi antara Bahasa melahirkan dominasi dan persaingan, sehingga ada bahasa yang kalah dan mati dengan sendirinya karena sudah tidak memiliki penutur. (*)

***

*) Oleh: Tika Fitriyah, Dosen Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES