Tekno

Mantan CEO Google Kritik Konsep Metaverse

Senin, 01 November 2021 - 16:12 | 131.01k
Mantan CEO Google Eric Schmidt (Foto: Shannon Stapleton/REUTERS)
Mantan CEO Google Eric Schmidt (Foto: Shannon Stapleton/REUTERS)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Mantan CEO Google Eric Schmidt turut mengkritik konsep metaverse yang dikembangkan oleh Facebook atau Meta. Ia pun menyampaikan kekhawatirannya tentang masa depan kecerdasan buatan. 

Dalam wawancara dengan New York Times, Schmidt tidak memungkiri bahwa teknologi metaverse akan ada di mana-mana. Tapi menurutnya teknologi ini belum tentu menjadi hal yang baik bagi masyarakat. Ia menyampaikan bahwa saat ini semua orang berbicara tentang metaverse bicara tentang dunia yang lebih memuaskan dari dunia saat ini.

"Kalian lebih kaya, lebih tampan, lebih cantik, lebih bertenaga, lebih cepat. Jadi, dalam beberapa tahun, orang-orang akan menghabiskan waktunya dengan goggles-nya di metaverse. Dan siapa yang akan membuat aturannya? Dunia akan beralih jadi lebih digital ketimbang fisik. Dan itu belum tentu akan jadi hal yang baik bagi manusia," kata Schmidt kepada New York Times, seperti dikutip dari Business Insider, Senin (1/11/2021).

Pernyatan Schmidt ini pun dilontarkan tidak lama setelah Facebook mengumumkan pergantian namanya menjadi Meta. Nama baru ini dipilih untuk menekankan fokus perusahaan mengembangkan metaverse dan menjauh dari citra sebagai perusahaan media sosial.

Metaverse sendiri merupakan tempat virtual di mana orang-orang bisa berinteraksi secara digital menggunakan avatar. CEO Meta Mark Zuckerberg mengatakan metaverse akan menjadi masa depan internet dan perusahaannya.

Schmidt juga mengatakan ia memandang kecerdasan buatan (AI), yang digunakan Meta untuk menjalankan algoritma di semua platform-nya, sebagai 'tuhan palsu' yang bisa menciptakan hubungan yang tidak sehat.

"Seperti apa wujud sahabat AI, terutama untuk seorang anak? Seperti apa perang yang didukung AI? Apakah AI memahami aspek realitas yang kita tidak rasakan? Mungkinkah AI melihat hal-hal yang tidak dapat dipahami manusia?" ucap Schmidt.

Penggunaan Facebook dan Instagram di kalangan populasi yang lebih muda sudah berkurang, karena platform semakin digantikan oleh aplikasi seperti TikTok dan Snapchat. Data dari "Taking Stock With Teens" karya Piper Sandler, 81% remaja yang disurvei mengatakan mereka menggunakan Instagram, persentase tertinggi dari semua platform. 77% mengatakan mereka menggunakan Snapchat dan 73% mengatakan mereka menggunakan TikTok. Hanya 27% responden yang mengatakan mereka menggunakan Facebook, platform yang paling sedikit. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES