Kopi TIMES

PTN Badan Hukum, PTN Plat Merah

Sabtu, 30 Oktober 2021 - 07:40 | 66.66k
Dr Riyanto M.Hum.
Dr Riyanto M.Hum.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pak Jokowi marah! Wadananira mbaranang, netra kocak ngondar andir, kerot kanang waja. Wajah memerah, bola mata bergerak gerak, gigi gemeretak.

Expresi dan intonasi tak tertahankan.

"......kalau saya, langsung tutup saja. Nggak ada diselamatkan."
Presiden menanggapi laporan Menteri BUMN Erick Tohir tentang kondisi perusahaan milik negara yang selalu merugi. 

Perusahaan yang banyak bergantung pada negara. Bergerak secara politis. Dan, akhirnya tidak mampu bersaing di pasar bebas. Perusahaan plat merah yang terus menjadi peminta minta.

Mestinya Pak Erick Tohir belajar pada Pak Harmoko. Menteri orde baru. Paham membaca gelagat Pak Harto. Nggak usah lapor!

Pak Jokowi marah? Prof Yogi Sugito, mantan rektor UB pernah mengatakan;! “Universitas Brawijaya harus menjadi kampus megah."

Beliau membayangkan Universtas California di Amerika sana. Belum disebut ke Malang, kalau belum masuk kampus wisata Universitas Brawijaya.

Bangunan gedung diusahakan mirip pendapa-pendapa agung.  Minimal puncak-puncak atapnya. Ada corak Majapahit. 

Banyak kelapa sawit. Kiri kanan rektorat ada pohon Mojo. Menunjukkan kemaharajaan Raja Brawijaya. Gedung dibangun megah. Ada pusat pertunjukan seni budaya. 

Universitas Brawijaya menjadi the best, di antaranya karena seni budaya.

Juga ada hotel, restoran, agen travel, SPBU dan lain lain. Sebagai wujud "mengendap" persiapan menuju Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum.

Waktu berlalu terlalu cepat. Periode dua era Prof Yogi usai. Estafet berikutnya ada di pundak Prof Bisri. Beliau kepingin meletakkan pondasi pendidikan yang kuat. Prinsipnya meningkatkan minat program magister dan doktor. 

Lalu, muncul program 3 in 1, mirip naik taksi di Jl Gatot Subroto (Jakarta). Tentu selaras dengan misi Universitas Brawijaya. 

Program campuran dosen dalam negeri dan satu dosen luar negeri. Dengan visi sebagai perguruan tinggi pelopor berbasis budaya.

Di era daring, tidak sulit mencari tenaga asing. Dunia tetap berputar sesuai porosnya, tapi terasa pelan dan kering.

Prof Bisri tampak gamang untuk meneruskan usaha menyambut datangnya PTN BH. Bahkan beberapa usaha ditutup. Kerja harus mengikuti aturan. Badan layanan umum tidak boleh berbisnis. Beliau rektor yang sangat hati-hati seperti biasanya, anak seorang Kyai.

Akhirnya kerja “tiarap” Prof Yogi semakin tampak remang-remang. Kalau ada Badan Usaha Akademis dan Badan Usaha Non Akademis, sifatnya penataan. Belum masuk ranah pertanggungjawaban. Masih tahap perencanaan. 

Istilah Pak Erick Tohir, “butuh suntikan dana yang banyak." Suntikan yang belum menyehatkan. Malah ada yang semakin memumetkan.

Belum sempat memiliki wajah yang jelas, maklum hanya satu periode, Prof Bisri harus mengakhiri tugas ke-rektor-annya. Praktis, aroma PTNBH semakin menghilang.

Pak Jokowi tidak marah. 
Beliau hanya menunggu, kapan UB siap bergerak. Mungkin pak menteri yang kurang enak badan.

Jokowi marah?! Masuk periode sekarang, rektor Prof Nufil Hanani. Tokoh yang kemunculannya mengejutkan. Istilah Jawa, karena “tulise Hyang Widi", tulisan Yang Maha Kuasa.

Perjalanannya tampak sangat menyesakkan. Dilalui sampai pada tingkat kepasrahan.
“Berita langit masih bagus, bismillah..."

Setelah dilantik, dengan santai beliau mengatakan, “Saya ingin menggelar sajadah". 

Guyonan "sersan", serius tapi santai. Ujud integrasi spiritual dan intelektualitas.

Awal-awal jadi rektor beliau sering lupa. Mirip-mirip Pak Jokowi. Nggak mau ribet, protokol protokolan. "Hya aja ngono rek. Sampeyan sak iki dadi rektor."

“Cincing cincing klebus”. Daripada hanya menyingsingkan celana, sekalian ambyur basah kuyup.

PTNBH menjadi program utama. Membuat sejarah, sekaligus penantian Pak Jokowi agar tidak sia-sia. Kementerian juga bisa tertawa. 

Surat keputusan telah ditandatangani. Universitas Brawijaya resmi menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum.

Pertanyaannya, apakah Universitas Brawijaya berbahagia?
Jawaban saya; “Tunggu dulu..."

Membentuk Majelis Wali Amanah, Senat Akademik Universitas, merubah statuta, bukan pekerjaan mudah. Lebih-lebih membina usaha Universitas Brawijaya yang menguntungkan.

Hotel, biro trevel, restoran, rumah sakit, gedung bertingkat asrama mahasiswa, SPBU hanya kecil saja. Pekerjaan yang dengan gampang dihitung kelayakannya.

Badan Usaha Akademik dan Badan Usaha Non Akademik, yang masih terantanan, harus segera di carikan bidan. Butuh kerja keras profesional. 

Semua penggerak usaha, tempatkan pada jalurnya. 

Dosen untuk segera fokus mengajar. Curahkan keahlian untuk membantu agar akar-akar usaha segera menjalar. Pimpinan pimpinan ditanting berani menentukan target capaian. Jangan serahkan ASN yang gajinya pas pasan.

Kalau tidak cepat diambil sikap, seperti perusahaan negara plat merah,  Pak Jokowi akan marah marah.

Selamat dan sukses PTN Badan Hukum Universitas Brawijaya. (*)

***

*) Oleh: Dr Riyanto M.Hum. Dosen Universitas Brawijaya Malang

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES