Kopi TIMES

Pertelevisian Indonesia Tukang Plagiat, Kehabisan Ide Lagi?

Sabtu, 30 Oktober 2021 - 03:24 | 86.77k
Wafiq Azizah, Mahasiswi Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarman Kalimantan Timur.
Wafiq Azizah, Mahasiswi Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarman Kalimantan Timur.

TIMESINDONESIA, KALTIM – Suatu hari ketika saya sedang beristirahat sambil scrolling beranda Twitter, mata saya tertuju pada salah satu Tweet dari sebuah base yang cukup besar di Twitter yang membahas mengenai film, series, dan drama baik dalam negeri maupun luar negeri (@MovieMenfess).

Tweet tersebut berisi hasil screenshoot dari sebuah sinetron yang fenomenal di kalangan anak remaja saat ini, berjudul 'Dari Jendela SMP'. Hasil screenshoot-an tersebut merupakan salah satu scene di dalam sinetron Dari Jendela SMP yang menunjukkan adegan yang serupa dalam series terbaru Netflix yang viral di beberapa negara termasuk Indonesia, series tersebut berjudul 'Squid Game'. Series ini memang begitu mengejutkan dan menarik perhatian banyak orang di awal perilisannya, bahkan hingga konsep permainan dalam series tersebut berkali-kali pula diadaptasi oleh content creator di social media. 

Melihat postingan tersebut, tidak sedikit netizen yang berkomentar. Banyak yang beranggapan bahwa pertelevisian Indonesia dinilai tidak cukup kreatif dalam menyajikan karya meskipun hanya berupa sinetron. Jelas saja, sinetron tersebut tampak jelas memplagiat Series 'Squid Game' mulai dari konsep cerita hingga pada pakaian/kostum yang digunakan. Dengan berdalih 'Squid Game dengan kearifan lokal', sinetron ini mendapat banyak kritikan pedas oleh warganet bahkan admin Twitter dari Netfix Indonesia pun ikut berkomentar mengenai hal ini. 

Serial Drama Korea 'Squid Game' adalah serial yang cukup memakan waktu lama dalam proses pembuatannya. Sutradara dari series ini bahkan mulai memikirkan konsepnya sejak tahun 2008. Tidak heran jika banyak orang yang mengikuti trend serial tersebut. Namun, yang dilakukan oleh stasiun TV Indonesia ini adalah sebuah plagiasi. Kita semua tahu bahwa, plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain serta menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap sebagai tindak pidana karena mencuri hak orang lain. Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Sejujurnya, menurut saya sudah sejak lama pertelevisian Indonesia tidak lagi memperhatikan kualitas tayangan yang disajikan. Konsep cerita yang dibuat hingga eksekusinya juga selalu terkesan terburu-buru dan asal-asalan. Alur yang dibuat juga sering kali keluar dari konsep awal cerita, termasuk dalam sinetron 'Dari Jendela SMP' ini. Pertanyaan yang sering kali muncul di kepala saya adalah 'Apa tim kreatifnya kehabisan ide? Apakah harus selalu mengikuti trend yang ada untuk dijadikan referensi cerita?'. Saya selalu merasa bahwa karakteristik sinetron Indonesia adalah mengikuti apapun yang sedang booming saat ini dan saya pikir itu adalah hal yang aneh. 

Jauh sebelum masalah plagiat ini, saya pernah melihat snapgram salah satu penulis naskah sinetron TV Indonesia. Di dalam snapgram tersebut ia mengatakan bahwa sebenarnya tidak sedikit dari mereka yang memiliki konsep cerita yang bagus namun ketika sudah menjelang hari syuting, oleh sutradara diminta untuk mengubah kembali naskahnya dengan alasan kurang menarik dan tidak cocok dengan target pasar mereka. Artinya, di sini adalah mereka menganggap bahwa target pasar mereka adalah orang-orang dengan selera rendah. Maka, tidak cocok jika diberikan cerita yang bagus dan berbobot. Ia juga menyebutkan bahwa sering kali ia diminta untuk merevisi ceritanya beberapa jam sebelum syuting.

Membayangkan hal ini, tidak heran jika cerita yang ada pada sinetron Indonesia seperti kurang matang dan terkesan terburu-buru. Hanya mengandalkan kisah yang didramatisasi dan cerita-cerita remeh yang tidak lepas dari permasalahan cinta-cintaan. 

Padahal awalnya sinetron Indonesia tidak separah sekarang. Meskipun ceritanya masih mengenai drama percintaan tetapi setidaknya masih dikemas dengan cukup baik karena memerlukan waktu satu minggu untuk tayang di televisi. Masih ada waktu untuk membuat cerita yang lebih siap dan tidak terkesan terburu-buru seperti sekarang. Istilahnya seperti kejar tayang dan kalau kata anak sekolah, SKM (Sistem Kebut Semalam). Saya tidak dapat memungkiri pula bahwa tujuan terbesar dari memproduksi sinetron tidak lain untuk mendapatkan omzet sebesar-besarnya.

Mengingat media televisi adalah senjata ampuh yang mudah untuk mendapatkan itu semua. Tetapi saya pikir sebagai seorang yang bekerja dalam industri kreatif tetaplah harus membuat karya yang berkualitas setidaknya dengan tidak meniru/menyontek/memplagiat karya orang lain. Sebenarnya, Indonesia memiliki banyak penulis-penulis yang kreatif dan memiliki ide-ide segar untuk divisualisasikan melalui sebuah film atau bahkan series.

Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah mengapa yang ditayangkan justru sinetron-sinetron tidak berbobot dan tidak mendidik. Sangat amat disayangkan pula anak-anak sekolah yang masih di bawah umur pun ikut menikmati tayangan tersebut. Anak-anak sekolah yang seharusnya diberikan tayangan yang mendidik untuk menunjang masa depannya tetapi justru disuguhi cerita percintaan di usia mereka yang masih terbilang muda.

Melihat hal ini, besar harapan saya kedepannya untuk pertelevisian Indonesia dapat memperbaiki kekurangan yang ada. Saya harap kedepannya untuk lebih teliti lagi dalam menilai mana yang disebut terinspirasi dan mana yang disebut dengan plagiasi. Karena sesungguhnya karya yang baik adalah karya yang dibuat sendiri dengan hati bukan dari hasil jerih payah orang lain lalu kita tiru dengan dalih terinspirasi.

Saya yakin seluruh anak bangsa dari Sabang sampai Merauke sedang menunggu karya anak bangsa yang luar biasa untuk hadir di televisi kita semua. 

***

*)Oleh: Wafiq Azizah, Mahasiswi Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarman Kalimantan Timur.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES