Kopi TIMES

Peran Penting Nahdlatul Ulama dan Distorsi Sejarah

Kamis, 28 Oktober 2021 - 16:52 | 100.17k
Imron Rosyadi Hamid Rois Syuriyah PCINU Tiongkok
Imron Rosyadi Hamid Rois Syuriyah PCINU Tiongkok

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam forum internal Rabithah Ma’ahidil Islamiyah (RMI/Asosiasi Pesantren di bawah naungan NU) di Peringatan Hari Santri Tahun 2021 bahwa Kementrian Agama merupakan ‘hadiah’ kepada Nahdlatul Ulama telah membuka peluang bagi semua pihak untuk  melakukan telaah kembali atas sejarah peran-peran tokoh Nahdlatul Ulama dalam perjuangan kemerdekaan yang selama ini ‘dipinggirkan’ oleh sejarah.

Contoh paling gampang adalah pengakuan terhadap Resolusi Jihad Hadratus Syech Hasyim Asy’ari 22 Oktober 1945 yang baru ‘diakui’ sebagai fakta sejarah setelah 70 tahun berjalan melalui penetapan Hari Santri Nasional di Tahun 2015. Penetapan Hari Santri Nasional oleh Presiden Jokowi Tahun 2015 itu juga sempat ‘ditentang’ oleh pihak-pihak yang tidak ingin peran-peran Santri dan Kiai Nahdlatul Ulama diakui dalam proses perjuangan kebangsaan.

Distorsi kesejarahan ini juga terjadi ketika beberapa pihak mengatakan bahwa Menteri Agama RI pertama adalah HM. Rasjidi yang merupakan kader Muhammadiyah dan bukan KH. Wahid Hasyim, putra pertama pendiri Nahdlatul Ulama KH. Hasyim Asy’ari.

Pernyataan ini dasarkan bahwa pengangkatan HM Rasjidi oleh PM Sjahrir 3 Januari 1946 dan ingin ‘menutupi’ posisi KH. Wahid Hasyim sebagai Menteri Agama pertama Kabinet presidensial pasca proklamasi dan sebelum kabinet parlementer dibentuk.

Komentar ini secara implisit ingin mengatakan bahwa ‘tidak ada’ keterlibatan tokoh NU dalam pembentukan kementrian agama di Indonesia dengan disertai highlight penjelasan peran tokoh non-NU, Muhammad Yamin,  dalam sidang BPUPKI tentang usulan pembentukan kementrian agama.

Meskipun telah banyak karya ilmiah yang membahas tentang asal-usul departemen agama, tulisan di bawah ini ingin memberikan perspektif lain tentang peran penting tokoh Nahdlatul Ulama dalam perintisan Kementrian Agama.

Peran Tokoh Nahdlatul Ulama dalam Perintisan Departemen Agama

Enampuluh enam tahun lalu atau sepuluh tahun pasca kemerdekaan RI, pengajar Hubungan Internasional di Dacca University Pakistan, M.A. Aziz pernah menulis buku berjudul Japan's Colonialism And Indonesia (1955) yang diambil dari disertasi program doktornya di Jurusan Sejarah Universitas Leiden Belanda.

Aziz yang sebelumnya mengambil master di bidang sejarah dan hubungan Internasional di kampus tempatnya mengajar di Pakistan - lalu membedah sejarah kolonialisme Jepang di Indonesia dan menempatkan penjelasan tentang hubungan Pemerintah pendudukan Jepang dengan kelompok Islam dan nasionalis Indonesia di chapter akhir bukunya yang diberi judul Conquest and occupation policy II :  Policy towards the Indonesian people yang di dalamnya menyinggung proses pembentukan Kantor Urusan Agama.

Ada yang menarik dari tulisan Aziz ini,  pemegang kuasa Shumubu (Kantor Urusan Agama Pusat) yang dibentuk Pemerintah Pendudukan Jepang, diberikan kepada orang-orang Indonesia secara langsung sejak Nopember 1943 dengan tokoh sentral KH. Hasyim Asy'ari yang menjadi prominen di Masyumi.

Bahkan lanjut Aziz, pada Tahun 1944 di setiap kantor Syuu (Karesidenan) didirikan Biro Urusan Agama. Biro ini menyebar ke Kabupaten, Kecamatan, hingga ke desa-desa (Aziz, 1955: 205). Staf masjid yang biasanya di bawah otoritas pribumi tradisonal (pangeran dan bupati), berubah dibawah kendali shumuka (Kantor Urusan Agama Tingkat Karesidenan).

Penjelasan Aziz ini menunjukkan bahwa secara defacto dan dejure pribumi Indonesia telah menjadi political apparatus dan memiliki kuasa memerintah di bidang keagamaan kurang dari dua tahun sebelum Indonesia merdeka. Para pemegang otoritas keagamaan lokal yang sebelumnya memiliki pengaruh politik kecil, berangsur-angsur diperluas oleh pemerintah pendudukan Jepang melalui shumuka.

Disertasi Aziz di atas selaras dengan keterangan dalam buku Pertumbuhan dan Perkembangan NU (Choirul Anam, 2010) berkait peran sentral Hadratus Syech Hasyim Asy’ari. Dalam buku babon NU yang menjadi rujukan Nahdliyyin ini juga dijelaskan bahwa Jepang menginginkan pendiri sekaligus Rois Akbar Nahdlatul Ulama, Kiai Hasyim Asy’ari memimpin Shumubu (Kantor Urusan Agama Pusat) karena dianggap memiliki pengaruh dan jaringan nasional (nationwide) luas untuk menggerakkan pesantren dan santri di seluruh Jawa dan Madura. Kepemimpinan KH. Hasyim Asy’ari di Shumubu ini kemudian berpindah ke putranya, KH. Wahid Hasyim hingga Jepang meninggalkan Tanah Air pasca kekalahannya dalam PD II.

Setelah kemerdekaan RI, keberadaan Shumuka ini masih diakui bahkan dimasukkan dalam salah satu item Maklumat No. 2 Tanggal 23 April 1946 atau empat bulan setelah Kabinet Sjahrir mengangkat HM. Rasjidi sebagai Menteri Negara yang mengurusi Agama. Dalam maklumat itu, Shumuka menjadi bagian yang akan ditangani oleh Menteri Agama HM. Rasjidi.

Berdasarkan fakta sejarah semacam ini maka, peran sentral tokoh-tokoh NU seperti Hadratus Syech Hasyim Asy’ari dan KH. Wahid Hasyim dalam pembentukan dan mengendalikan Shumubu dan Shumuka sebagai cikal bakal Kementrian Agama baik di pusat dan daerah sangatlah penting.

Data kesejarahan semacam ini juga bisa diasumsikan sebagai ‘hadiah’ pemberian amanat untuk menjalankan kuasa dalam urusan keagamaan di Indonesia oleh pemerintah pendudukan Jepang kepada tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama, meskipun keberadaan lembaga tersebut justru digunakan oleh KH. Wahid Hasyim sebagai alat konsolidasi politik untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Wallahu a’lam bi as shawab

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES