Peristiwa Nasional

Harga Tes PCR Rp275 Ribu Masih Terlalu Mahal untuk Dibawa Terbang

Kamis, 28 Oktober 2021 - 10:17 | 79.06k
Petugas medis melakukan tes PCR. (FOTO: Dok. TIMES Indonesia).
Petugas medis melakukan tes PCR. (FOTO: Dok. TIMES Indonesia).

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Aturan baru yang mensyaratkan penumpang pesawat yang berada di wilayah PPKM Level 3-4 wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif rapitest atau polymerase chain reaction (RT-PCR) memicu polemik.

Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Penanganan Covid-19 Nomor 21 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang dalam Negeri pada Masa Pandemi Covid-19. Dalam SE itu, juga diatur bahwa calon penumpang harus menujukkan kartu vaksin.

Buntut dari kebijakan wajib tes RT-PCR bagi penumpang pesawat juga menuai reaksi publik atas mahalnya harga tes PCR. Sebelum ada kebijakan terbaru, tarif tertinggi tes PCR di Pulau Jawa dan Bali sebesar Rp 495 ribu, sementara luar Jawa dan Bali sebesar Rp 525 ribu.

Pemerintah, pada Rabu 27 Oktober kemarin telah menetapkan batas tarif tertinggi tes PCR terbaru. Penetapan harga PCR terbaru keluar setelah Presiden Joko Widodo meminta harga diturunkan menjadi Rp 300 ribu.

"Dari hasil evaluasi kami hasil sepakati batasan tarif tertinggi pemeriksaan RT PCR Rp 275 ribu untuk Jawa-Bali dan Rp 300 ribu di luar Jawa-Bali," kata Dirjen Pelayanan Kesehatan Prof Abdul Kadir dalam konferensi pers virtual.

Ketentuan harga PCR terbaru juga menjadi respons pemerintah menanggapi polemik syarat wajib PCR untuk perjalanan pesawat yang banjir kritik.

Sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan nomor HK.02.02/1/3843/2021 tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan RT-PCR peraturan kebijakan perubahan tes PCR berlaku sejak Rabu, 27 Oktober 2021.

Pemerintah Diminta Tak Berbisnis dengan Rakyat

Anggota DPR RI Fraksi PKB Luqman Hakim menolak tes PCR dijadikan sebagai syarat naik seluruh moda transportasi. Menurut Luqman, meski sudah diturunkan, harga tes PCR menjadi Rp 300 ribu masih sangat membebani masyarakat.

Luqman menilai, harga PCR Rp 300 ribu tidak murah bagi masyarakat luas. Harga itu baru terbilang benar murah bila memakai standar seorang menteri.

"Duit segitu mah kecil untuk kantong menteri. Tapi bagi mayoritas rakyat pengguna transportasi publik, wow berharga itu duit Rp 300 ribu. Apalagi pemerintah sudah berencana menjadikan tes PCR sebagai syarat seluruh moda transportasi. Pasti menambah beban rakyat," ujar dia.

Dia pun meminta pemerintah tidak berbisnis dengan rakyat sendiri. Sebab masih ada tes Covid-19 alternatif seperti tes rapid antigen atau GeNose yang jauh lebih terjangkau daripada tes PCR.

"Kalau ada yang murah, kenapa pemerintah memilih yang mahal? Tugas pemerintah bukan cari untung dengan berbisnis kepada rakyatnya sendiri," tegas Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini.

Ia pun meminta pemerintah menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat dibandingkan kebutuhan para pebisnis tes PCR yang cari keuntungan. "Sudah cukup pemerintah memperkaya mereka," tuturnya.

"Coba hitung berapa triliun keuntungan yang sudah dikeruk dari bisnis tes PCR ini. Dari awal mulai harga Rp 900 ribu, lalu diturunkan menjadi Rp 500 ribu. Lha, ternyata dengan harga Rp 300 ribu saja, mereka sudah untung banyak," imbuh Wasekjen PKB ini.

Harga Tes PCR Terpaut Jauh dari India

Meski batas tarif tertinggi tes PCR sudah ditetapkan menjadi Rp 300 ribu, namun harga tes PCR di Indonesia ini masih terpaut jauh dari India yang hanya Rp 160 ribu.

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem Nurhadi lantas meminta pemerintah menjelaskan terkait biaya sesungguhnya dari tes PCR. Biaya tes PCR masih dinilai publik terlalu mahal, meski sudah terjadi penurunan.

"Harusnya, pemerintah wajib transparan hal harga PCR ini. Kenapa bisa lebih mahal dari India yang hanya Rp 160.000?," kata Nurhadi dikutip dari Kompas.com, Rabu, 27 Oktober 2021.

Dia menyadari bahwa sudah ada penjelasan dari Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin terkait biaya tes PCR di India lebih murah karena mampu memproduksi komponen sendiri.

Namun, dari pernyataan itu justru timbul pertanyaan di benak Nurhadi. Ia mempertanyakan apakah dengan demikian Indonesia sulit untuk memproduksi komponen PCR sendiri.

"Pertanyaannya, kenapa Indonesia tidak bisa produksi tes PCR di dalam negeri? Sesulit apakah? Kendalanya apa? Komisi IX DPR ingin kejelasan," tegasnya.

Nurhadi mengingatkan pemerintah bahwa pandemi Covid-19 sudah berlangsung 1,5 tahun sejak pertama kali ditemukan kasus pada 2 Maret 2020.

Ia pun mempertanyakan mengapa Indonesia tidak bisa memproduksi komponen tes PCR sendiri. Padahal, Indonesia dinilai tak kalah mumpuni di bidang kesehatan dibandingkan India.

Senada, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof Zubairi Djoerban juga masih keberatan dengan tarif tes PCR, meski sudah diturunkan mejadi Rp 300 ribu karena tetap memberatkan sebagian besar masyarakat.

Ditambah lagi, jika nantinya kewajiban PCR juga berlaku bagi moda transportasi selain pesawat. "Harga tes PCR jadi Rp300 ribu sepertinya masih berat bagi sebagian besar kalangan. Apalagi jika diterapkan di seluruh moda transportasi." ucap Zubairi, dikutip dari akun Twitter-nya, @ProfesorZubairi.

Zubairi menilai harga PCR bisa ditekan lagi dengan kekuatan ekonomi pasar, kemudian didukung subsidi dari pemerintah. "Bayangkan kalau sekeluarga 4-5 orang," imbuh Zubairi.

Pertimbangan Pemerintah

Alasan pemerintah menerapkan tes PCR sebagai syarat melakukan perjalanan dengan pesawat udara karena aturan menjaga jarak atau physical distancing di dalam pesawat sulit dilaksanakan sehingga penumpang yang masuk ke pesawat harus dipastikan bebas dari Covid-19.

"Maka untuk menjadi bahwa yang betul-betul akan melakukan perjalanan dengan pesawat itu, itu betul-betul bersih dan tidak mempunyai potensi untuk menularkan, maka PCR itu akan dijadikan sebagai pemeriksaan utama," jelas Plt Direktur Jenderal Layanan Kemenkes  RI Abdul Kadir.

Kata dia, maskapai penerbangan kini mengoperasikan pesawat dengan kapasitas hampir 90 persen karena banyaknya jumlah penumpang pesawat udara. Hal itulah yang membuat physical distancing sulit diterapkan di dalam pesawat sehingga pemerintah memutuskan menjadikan tes PCR sebagai syarat melakukan perjalanan.

Sementara, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, meskipun kasus Covid-19 sudah menurun, pemerintah harus tetap memperkuat 3T (testing, tracing, treatment) dan protokol kesehatan 3M.

Tujuannya, agar tidak terjadi lonjakan kasus terutama selama periode libur Natal dan tahun baru. "Secara bertahap penggunaan PCR akan diterapkan pada transportasi lainnya selama mengantisipasi Natal dan Tahun Baru," ujarnya

Pertimbangan pemerintah ini mebuat Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman ikut angkat bicara. Ia mengingatkan agar kondisi pandemi tidak dijadikan sebagai kesempatan untuk lahan bisnis yang menyulitkan masyarakat.

Maka dari itu, Habiburokhman meminta agar perkara tes PCR yang kontroversial ini diusut sampai tuntas oleh pemerintah. "Jangan sampai dg dalih penanganan pandemi dijadikan lahan bisnis dan kongkalikong yg menyusahkan rakyat. USUT TUNTAS," tegasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES