Kopi TIMES

Model Pendidikan Dakwah di Kalangan Jamaah Tablig Pondok Pesantren

Rabu, 27 Oktober 2021 - 11:18 | 125.89k
Abdul Ghozin, Mahasiswa progam Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang.
Abdul Ghozin, Mahasiswa progam Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Pendidikan yang menjadi salah satu media dakwah yang sampai saat ini masih bertahan pada hakikatnya merupakan upaya mewariskan nilai yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib serta peradaban umat manusia.

Oleh karena itu setiap lembaga pendidikan seperti apapun bentuknya, termasuk pondok pesantren memiliki seperangkat nilai yang hendak diwariskan kepada peserta didik atau santrinya. Di antara nilai-nilai tersebut adalah nilai dakwah amar ma’ruf nahi mungkar. 

Bertujuan untuk menemukan model pendidikan dakwah pada Jamaah Tabligh Pondok Pesantren serta kompetensi dari lulusannya, Abdul Ghozin yang merupakan mahasiswa progam Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang melakukan penelitian terkait model pendidikan dakwah yang dilakukan pada Pondok Pesantren Al-Fatah Temboro Magetan. 

Penelitian yang telah dimulai sejak awal tahun 2018 ini menunjukkan bahwa model pendidikan dakwah jamaah tabligh di Pondok pesantren Al Fatah Temboro dikembangkan berdasarkan visi-misi, tujuan, dan keinginan pesantren untuk mencapai kompetensi lulusan. 

Ghozin secara ringkas menjelaskan tahapan pendidikan pada madrasah diniah ditempuh dalam waktu 6 tahun, dilanjutkan ke program Daurotul Hadist selama 2 tahun, kemudian program Takhassus 2 tahun untuk memperdalam: fiqih, hadist, dan Bahasa Arab, 1 tahun memperdalam qiroah sab’ah, dan terakhir kelas Ta’millah untuk penyempurnaan semua pelajaran 1 tahun, jumlah masa studi 12 tahun. 

Terdapat juga beberapa metode pembelajaran seperti muthola’ah, sorogan, bandongan, mensyarahkan, diskusi, praktek, musyawarah, hafalan, dan wetonan. Ghozin juga menjelaskan bahwa dalam pengajaran mereka tidak menggunakan media internet dalam menunjang proses pembelajaran demi terhindarnya hal-hal negative yang ada dalam penggunaan internet terhadap para peserta didik. Mereka menyelesaikan pendidikan di pondok selama 12 tahun dan punya kecakapan menjadi ustadz. 

“Alumni pesantren yang telah menyelesaikan pendidikannya selama 12 tahun terbukti memiliki kompetensi substansial sangat baik,” ungkapnya.

Pengetahuan tentang aqidah, syariah, dan akhlaq yang telah diperlajari bisa digunakan dalam berdakwah selama menjalankan khuruj fi sabilillah. Hafal al-Qur’an berserta dengan maknanya, dan hafal minimal 1000 hadist. Hal tersebut menjadikan selain dapat menjelaskan pengetahuan agama dengan baik juga mampu mendemonstrasikan praktek ibadah dengan baik. 

Ghozin menuturkan para lulusan santri ini mengetahui hakekat gerakan dakwah, berakhlak mulia, mencintai masyarakat objek dakwah, ikhlas, dan mengenal kondisi lingkungan dakwah. Namun demikian mereka belum menunjukkan kemampuannya menguasai pengetahuan umum dalam berdakwah karena memang tidak dibekali hal tersebut.

Ditinjau dari kompetensi metodologis, mereka telah mampu membuktikan bahwa metode dakwah mereka sudah diawali dengan membuat peta dakwah, membahas program dakwah berdasarkan peta dakwah, membagi tugas dakwah, mengedepankan musyawarah baik sebelum terjun ke masyarakat maupun sesudahnya untuk membahas temuan-temuan dari masyarakat. Mereka juga mampu bersikap sabar dalam menghadapi jamaah masjid dan masyarakat sekitar. Beberapa jamaah masjid dan warga masyarakat sekitar merasa puas atas prestasi dakwah mereka.

Melalui penelitian ini, Abdul Ghozin juga menyadari bahwa apa yang sudah ia teliti tetu belum sepenuhnya sempurna, sehingga saat dikonfirmasi sebelum Ujian Promosi Doktornya ia memberikan saran dimana seyogyanya pesantren perlu untuk memprogramkan pengetahuan umum dalam kurikulum pendidikan dakwahnya agar kualitas dakwah lulusannya lebih kontekstual, selain itu seharusnya internet dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sarana dalam proses pendidikan dakwah, oleh karena itu program khusus perlu untuk disesuaikan dengan konteks perkembangan terkini yang sudah menjadikan internet sebagai media informasi, komunikasi, dan transaksi, terlebih di era pandemi covid-19 saat ini.  (*)

*) Penulis: Abdul Ghozin, Mahasiswa progam Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES