Peristiwa Nasional

Gotong Royong Selamatkan Garuda Indonesia

Selasa, 26 Oktober 2021 - 12:45 | 90.78k
Maskapai penerbagan Garuda Indonesa. (FOTO: MI)
Maskapai penerbagan Garuda Indonesa. (FOTO: MI)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Nasib tak menentu kini dialami PT Garuda Indonesia Tbk. Imbas buruknya tata kelola manajemen di masa lalu, kinerja keuangan maskapai pelat merah tersebut carut marut dan di ambang kebangkrutan.

Selama beberapa tahun, perusahaan maskapai penerbangan berkode saham GIAA ini, mendapat pegakuan Internasional pada ajang ‘Skytrax World Airline Awards’. Misalnya pada tahun 2021 ini, Garuda Indonesia masuk jajaran maskapai global terbaik di tujuh kategori unggulan.

Ketujuh kategori dalam Skytrax World Airline Awards 2021 tersebut adalah Top 15 World's Best Airline, Top 4 World's Best Airline Cabin Crew, Top 5 World's Best Airport Service, Top 20 World's Best First Class Airlines, Top 20 World's Best Business Class Airlines, Top 10 World's Best Economy Class Airlines, hingga Top 6 Best Airline Staff in Asia.

Garuda Indonesia beserta anak usaha Citilink turut mendapatkan penghargaan khusus dengan meraih ‘2021 Covid-19 Airline Excellence Awards’. Predikat yang hanya diberikan kepada 41 maskapai penerbangan dunia tersebut didasarkan pada penilaian terhadap penerapan protokol kesehatan terbaik yang dilaksanakan pada seluruh lini layanan operasional maskapai penerbangan global.

Pada kesempatan yang sama, Garuda Indonesia juga berhasil mengukuhkan eksistensinya sebagai maskapai penerbangan terbaik di Indonesia dengan meraih predikat ‘Best Airline in Indonesia’, ‘Best Cabin Crew in Indonesia’, dan ‘Best Airline Staff in Indonesia’.

Namun sederet penghargaan itu, tak mampu merubah nasip flagship kebanggan nasional itu sekarang. Kondisi kian diperburuk setelah terlilit utang dari banyak pihak. Jumlah utang maskapai ini diperkirakan mencapai 70 triliun rupiah. Kondisi diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 yang membatasi kegiatan penerbangan.

Ancaman kebangkrutan pun sudah di mata. Bahkan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku pemegang saham mayoritas tampaknya mulai kewalahan mencari jalan keluar untuk menyelamatkan maskapai yang berdiri sejak 1949 itu.

Opsi Pailit

Saat ini emiten pelat merah tengah menghadapi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kedua terhadap kreditur global. PKPU merupakan skema restrukturisasi utang Garuda sebesar Rp70 triliun dari total utang senilai Rp140 triliun. Opsi ini menjadi pilihan utama sebelum pemegang saham mayoritas, yakni Kementerian BUMN menempuh langkah pailit.

Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo megungkapkan, pihaknya tetap mengupayakan restrukturisasi sebagai opsi pertama. Meski begitu, kepailitan Garuda Indonesia akan dilakukan bila restrukturisasi tak berjalan mulus alias gagal. "Kita tetap mengupayakan restrukturisasi Garuda sebagai upaya utama," ucapnya dikutip, Selasa (26/10/2021).

Sementara, Staf Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengatakan, gunungan utang maskapai plat merah ini salah satunya diakibatkan oleh sikap 'ugal-ugalan' manajemen terdahulu. Kekeliruan tata kelola ini menyebabkan Garuda Indonesia mengalami kontraksi mendalam disaat dunia dihadapkan pada krisis kesehatan dan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Garuda Indonesia 2Maskapai penerbangan Garuda Indonesia. (FOTO: CNN Indonesia)

"Kita tahu kondisi Garuda saat ini karena memang dulu itukan ugal-ugalan gitu, penyewa-penyewa pesawat yang dilakukan oleh pihak Garuda. Ugal-ugalan inilah yang membuat kondisi Garuda dan diperparah dengan kondisi corona saat ini. Corona ini puncaknya saja, mereka punya pondasi yang sangat jelek," ujar Arya, kepada wartawan, Senin (25/10/2021).

Meski begitu, berbagai langkah penyelamatan tetap ditempuh Kementerian BUMN agar bisnis emiten penerbangan pelat merah tetap efisien dan membaik. Misalnya, melakukan negosiasi dengan kreditur dan perusahaan penyewa pesawat (lessor) global melalui skema restrukturisasi utang.

"Jadi, semua pihak harus bersama-sama ini, jadi jangan, minta pemerintah seperti ini, jangan seperti itu, kita harus lihat dengan ril dan lebih rasional dengan kondisi Garuda saat ini, tidak sekadar sentimen dan sebagainya, kita harus menyelamatkan dengan cara negosiasi," ungkap Arya.

Di lain sisi, Kementerian BUMN juga memutuskan mengembalikan 12 pesawat Bombardier CRJ-1000 dan mengakhiri kontrak dengan Nordic Aviation Capital atau NAC yang jatuh tempo pada 2027 mendatang.

Selain itu, Garuda juga mengajukan proposal penghentian dini kontrak sewa enam pesawat Bombardier CRJ1000 lainnya kepada Export Development Canada (EDC). Dimana, Garuda tengah melakukan negosiasi early payment settlement contract financial lease enam pesawat tersebut.

Proses negosiasi dengan NAC sendiri sudah dilakukan berulang kali. Meski begitu, pihak NAC belum memberikan respon persetujuan. Pemegang saham menilai hal itu tidak menjadi kendala. Dalam kajiannya, pemegang saham tetap memutuskan untuk mengembalikan 12 pesawat CRJ-1000.

Opsi Pelita Air Gantikan Garuda Indonesia 

Isu penyelamatan lain pun mulai muncul ke publik, yaitu mengganti Garuda Indonesia dengan PT Pelita Air Service (PAS), maskapai penerbangan charter yang semula digagas PT Pertamina (Persero). Sayangnya, pemerintah belum mau membuka suara secara utuh mengenai rencana ini.

Pengamat BUMN, Herry Gunawan menilai, upaya penyelamatan Garuda Indonesia dengan menggantikan Pelita Air sebagai penerbangan komersial tidak tepat. Menurutnya, cara itu justru menyelesaikan masalah dengan melahirkan beban baru.

"Misalnya Pelita perlu tambahan pesawat, baik sewa atau beli. Dengan demikian ada beban keuangan baru. Mau PMN, tentu sulit mengingat keuangan negara sedang kurang sehat," kata Herry Gunawan kepada wartawan, Selasa (25/10/2021).

Di samping itu, infrastruktur lain juga perlu dilakukan penyesuaian kembali jika Pelita akan menggantikan Garuda Indonesia. Mulai dari Sumber Daya Manusia (SDM) hingga operasional.

"Beragam sertifikasi juga masih harus dilalui (Pelita). Kalau mau terbang ke Amerika misalnya, kan perlu sertifikasi FAA (federal aviation administration). Eropa juga punya standar sendiri," jelas dia.

Herry Gunawan melanjutkan, soal pengalaman, Pelita Air juga masih sangat jauh jika dibandingkan Garuda Indonesia. Selama ini Pelita terlalu kecil karena anak usaha yang core bisnisnya bukan penerbangan, akan tetapi migas.

"Jadi, pilihan pada Pelita itu bukan solusi. Justru beban beban baru bagi pemerintah, apalagi kalau dikeluarkan dari Pertamina dan menjadi BUMN," ungkap Herry Gunawan.

Sementara Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan justru punya pandangan lain. Dia menyebut langkah Erick Thohir adalah hal tepat dan cerdas dengan memilih Pelita Air Service sebagai pengganti Garuda Indonesia. 

"Menteri BUMN memang cerdas: memilih Pelita sebagai pengganti Garuda Indonesia, kalau memang diperlukan, mungkin itu tidak perlu," tulis Dahlan mengutip disway.id.

Dahlan kemudian menyebutkan bahwa dengan menjadikan Pelita Air sebagai pengganti Garuda Indonesia persoalan manajemen akan menjadi lebih mudah karena tak memiliki beban masa lalu. "Saat ini Pelita masih sangat langsing, bisa cari pesawat yang lebih murah, bisa cari tenaga yang lebih selektif, asal penyakit lama Garuda tidak terulang di Pelita," kata Dahlan.

Namun yang jadi catatan bagi Dahlan adalah Pertamina menjadi punya anak perusahaan penerbangan besar yang tak ada dalam rencana. Artinya itu juga membawa risiko yang besar," Padahal Pertamina baru saja di reorganisasi. Tiba-tiba saja harus punya anak perusahaan skala besar, di luar rencana," tulis dia.

Di sisi lain, Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron, mendesak pemerintah agar mendukung penuh Garuda Indonesia keluar dari ancaman pailit.

"Kita harus tetap berupaya untuk menghasilkan kesepakatan yang terbaik. Jadi ada celah Garuda bisa melangsungkan usahanya dan mencari jalan yang tepat untuk memenuhi kewajibannya membayar (utang)," ucap Herman Khaeron dikutip dari BBC Indonesa.

Seperti memberikan suntikan modal dan membantu mencarikan jalan keluar dari tumpukan utang tersebut. Sebab ia yakin, Garuda Indonesia masih bisa diselamatkan jika pandemi Covid-19 tidak melanda dunia, termasuk Indonesia.

"Kalau situasi normal dan enggak ada pandemi, masih bisa untuk mengangkat performa Garuda dan memenuhi kewajiban (utang). Masalahnya pandemi ini berkepanjangan, utang bertambah, negosiasi dengan lessor buntu," imbuhmya.

Pihaknya berjanji dalam raoat Komisi, akan terus mendorong agar Garuda Indonesia tetap menjadi flag carrier kebanggaan Indonesia untuk dipertahankan. "Kami bertekad dalam rapat komisi mendorong Garuda tetap jadi flag carrier negara dan dipertahankan sebagai kebanggaan bangsa Indonesia," kata Herman Khaeron. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES