Peristiwa Internasional

PBB Khawatirkan Terjadi Bencana Hak Asasi Manusia di Myanmar, Begini Alasannya...

Minggu, 24 Oktober 2021 - 12:56 | 39.95k
Seorang pengunjuk rasa anti-kudeta memberi isyarat selama pawai di Yangon, Myanmar.(FOTO : Al Jazeera/AP Photo).
Seorang pengunjuk rasa anti-kudeta memberi isyarat selama pawai di Yangon, Myanmar.(FOTO : Al Jazeera/AP Photo).

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Militer Myanmar telah memindahkan ribuan personelnya serta senjata berat ke daerah bergolak di wilayah Utara dan Barat Laut, dan PBB mengkhawatirkan bencana hak asasi manusia lebih besar lagi.

Selama ini lebih 1.100 warga sipil tewas oleh tindakan keras aparat keamanan ldi negara itu terhadap perbedaan pendapat dan lebih dari 8.000 ditangkap sejak kudeta, menurut kelompok pemantau lokal.

Dilansir Al Jazeera, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan pihaknya khawatir akan terjadi bencana hak asasi manusia yang lebih besar di Myanmar di tengah laporan ribuan tentara berkumpul di utara negara Asia Tenggara yang telah berada dalam kekacauan sejak kudeta Februari itu.

Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar, Tom Andrews, yang mempresentasikan temuan laporan hak asasi manusia tahunan tentang Myanmar kepada Majelis Umum PBB, Jumat mengatakan, dia telah menerima informasi bahwa puluhan ribu tentara dan senjata berat sedang dipindahkan ke daerah bergolak di Myanmar Utara dan barat laut.

Temuan itu, katanya, juga menunjukkan bahwa pemerintah militer telah terlibat dalam kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang.

"Kita semua harus siap, karena orang-orang di bagian Myanmar ini siap, untuk kejahatan kekejaman massal yang lebih banyak lagi. Saya sangat berharap bahwa saya salah," kata Andrews.

"Taktik ini sangat mengingatkan pada taktik yang digunakan oleh militer sebelum serangan genosida terhadap Rohingya di Negara Bagian Rakhine pada 2016 dan 2017," kata Andrews.

Tahun 2017, sekitar 740.000 orang Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine Myanmar setelah pasukan keamanan melancarkan tindakan keras yang menurut PBB mungkin sama dengan genosida.

Andrews mendesak negara-negara untuk menolak militer Myanmar uang, senjata dan legitimasi yang diinginkan, mengutip pembebasan tahanan awal pekan ini sebagai bukti bahwa tekanan bekerja.

Pada hari Senin lalu kepala militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing mengumumkan pembebasan lebih dari 5.000 orang yang dipenjara karena memprotes kudeta.

Langkah itu dilakukan hanya beberapa hari setelah Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) memberikan penghinaan besar kepada rezim militer terutama terhadap kepalanya dari pertemuan puncak blok 10 negara (ASEAN) yang akan datang.

Christine Schraner Burgener, utusan khusus PBB untuk Myanmar kepada Al Jazeera mengatakan, bahwa dia khawatir perang saudara akan pecah di negara itu.

"Orang-orang sekarang dilengkapi dengan iPhone dan sumber informasi utama di Myanmar adalah Facebook dan Twitter," katanya.

"Mereka sangat bertekad untuk tidak menyerah. Jika mereka tidak menyerah, dan jika mereka sangat marah untuk menggunakan kekerasan, maka kekerasan itu akan menciptakan lebih banyak kekerasan yang akan mengarah pada konflik bersenjata internal yang besar," kata Burgener.

Andrews juga mengatakan, pasukan Myanmar telah menelantarkan seperempat juta orang. "Banyak dari mereka yang ditahan, disiksa," katanya. 

Itu termasuk puluhan orang yang meninggal sebagai akibatnya. Dia menambahkan bahwa dia telah menerima laporan yang dapat dipercaya bahwa anak-anak juga telah disiksa.

PBB mengkhawatirkan bencana hak asasi manusia akan terjadi lebih besar lagi, usai militer Myanmar telah memindahkan ribuan personilnya serta senjata berat ke daerah bergolak di wilayah Utara dan Barat Laut. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Widodo Irianto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES