Peristiwa Daerah

Kejari Sleman Usut Dugaan Pungli PTSL

Jumat, 22 Oktober 2021 - 10:31 | 274.71k
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sleman, Ko Triskie Narendra. (FOTO: Fajar Rianto/TIMES Indonesia)
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sleman, Ko Triskie Narendra. (FOTO: Fajar Rianto/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SLEMAN – Kejaksaan Negeri Sleman (Kejari Sleman) mengusut dugaan pungutan liar Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau pungli PTSL di Desa Sumberadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta. Dalam proses penyidikan ini, tim penyidik telah menetapkan seorang tersangka berinisial DW, perangkat desa setempat.

“Yang bersangkutan ini sebagai tim pengumpul data pertanahan sekaligus yang memberikan persetujuan terkait data tadi di wilayah tersebut,” kata Kepala Kejari Sleman, Bambang Marsana kepada TIMES Indonesia, Jumat (22/10/2021).

Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Sleman, Ko Triskie Narendra menambahkan, tim penyidik menemukan keterlibatan DW dalam pungli PTSL. Dalam program ini tersangka DW pro aktif menarik biaya pengurusan sertifikat tanah secara massal tersebut.

“Pada dasarnya pengurusan PTSL itu gratis, biaya ditanggung oleh pemerintah. Tapi, ternyata di Desa Sumberadi kok dipungut biaya,” tandas Triskie.

Tak tanggung-tanggung, setiap pemilik tanah dikenai beban biaya sebesar Rp 750 ribu per bidang. Hanya, Triskie belum bisa membeberkan berapa bidang tanah yang telah didata untuk program PTSL. Sebab, hingga kini tim penyidik masih terus melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi.

Kejari-Sleman.jpg

“Yang jelas, ada puluhan bidang tanah yang sudah ditarik biaya. Alasannya, uang tersebut untuk pembelian kertas, patok tanah, materai dan lain sebaginya,” terang Triskie.

Dalam penarikan biaya PTSL tersebut tersangka DW melibatkan kelompok masyarakat (Pokmas) dan para dukuh desa setempat pada Maret 2020. Bahkan, tersangka DW memaksa melakukan pemotongan atas biaya tersebut sebesar Rp250 ribu dari jumlah biaya Rp750 ribu. Tim penyidik berhasil mengamankan uang tunai Rp 143 juta. Kemudian, demi keamanan uang tersebut disimpan di rekening Kejari Sleman.

“Alasannya, uang tersebut digunakan untuk menampung masyarakat yang tidak mendapatkan  kuota PTSL untuk diikutsertakan pada Program Non PTSL. Sebab, saat itu ada pengurangan jatah kuota PTSL,” jelas Triskie.

Alasan pengurangan kuota PTSL bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah. Sebaliknya, sejak ada pandemi Covid-19 pemerintah menambah kuota PTSL.

“Setelah ditelusuri ternyata uang hasil pemotongan tersebut digunakan untuk keperluan pribadi tersangka,” papar Alumnus Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Jawa Timur.

Atas perbuatannya tersebut, tersangka DW dijerat Pasal  12 huruf e Undang Undang Nomor 31 Tahun1999 sebegaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Yakni, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Sedangkan untuk ancaman pidana minimal empat tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara serta denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.

Kepala Kejari Sleman, Bambang Marsana menerangkan, pungutan liar pengurusan sertifikat tanah massal merugikan masyarakat dan melanggar peraturan yang berlaku. PTSL merupakan program prioritas nasional Presiden RI Joko Widodo. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yaitu sandang, pangan, dan papan. m

Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Nomor 12 tahun 2017 tentang PTSL dan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2018. Program ini berjalan sejak 2018 hingga 2025.

Sekadar diketahui, PTSL adalah proses pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak. Yakni, meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan di dalam suatu wilayah desa atau kelurahan atau nama lainnya. Melalui program ini, pemerintah memberikan jaminan kepastian hukum atau hak atas tanah yang dimiliki masyarakat.

“PTSL populer dengan istilah sertifikasi tanah. PTSL merupakan wujud pelaksanaan kewajiban pemerintah untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum atas kepemilikan tanah masyarakat,” terang Bambang.

Dengan PTSL, masyarakat yang telah mendapatkan sertifikat dapat menjadikan sertifikat tesebut sebagai modal pendampingan usaha yang berdaya dan berhasil guna bagi peningkatan kesejahteraan hidupnya. Karena itu, Kejari Sleman akan terus mengawal dan mengamankan Program PTSL karena dampak positifnya sangat dirasakan masyarakat.

"Ketika di lapangan kok ada informasi adanya pungli PTSL, ya kami (Kejari Sleman) akan menerjunkan tim untuk mengecek kebenaran informasi tersebut," tegas Bambang.  (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES