Kopi TIMES

Pentingkah Menumbuhkan Budaya Literasi di Negeri Ini?

Rabu, 20 Oktober 2021 - 11:40 | 121.82k
Siti Khodijah, Dosen Bahasa Inggris UIN KHAS Jember.
Siti Khodijah, Dosen Bahasa Inggris UIN KHAS Jember.

TIMESINDONESIA, JEMBER – Literasi diartikan dengan kemampuan membaca dan menulis. Pada tahun 2012, UNESCO menyebutkan bahwa tingkat minat baca orang Indonesia hanya 0,0001 %, artinya dari 1000 orang di Indonesia, yang memiliki minat baca hanya 1 orang saja. Selain UNESCO, pada tahun 2015, PIASA sebagai lembaga survei juga melakukan penelitian terkait literasi atau minat baca di negara-negara dunia. Pada bulan Desember tahun 2016, mereka mengumumkan bahwa minat baca masyarakat indonesia berada di posisi 64 dari 72 negara.

Dari banyaknya penelitian yang menyatakan bahwa Indonesia berada diurutan bawah dalam hal literasi, maka pada tahun 2016, Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendirikan sebuah wadah yang bernama Gerakan Literasi Nasional (GLN). Wadah tersebut digunakan untuk menumbuh kembangkan budaya literasi pada ekosistem keluarga, meskipun sebelumnya sudah ada gerakan literasi sekolah dan gerakan literasi masyarakat. Setelah adanya GLN, apakah budaya literasi berjalan? bisa saja iya bisa juga tidak, karena berjalan atau tidaknya budaya literasi harus di dukung oleh semua pihak, mulai dari pihak keluarga, sekolah, dan pemerintah. 

Keluarga

Keluarga merupakan kunci utama dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Pengenalan tentang literasi bisa dimulai dari usia dini, karena masa kanak-kanak merupakan masa emas dalam membentuk karakter dan kepribadian yang baik, peran orang tua dalam keluarga sangatlah penting dalam meningkatkan potensi yang dimiliki anak agar bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.

Selain itu, orang tua merupakan role model bagi anak, karena anak akan meniru apa yang dibiasakan oleh orang tua. Dalam usia emas, orang tua hendaknya membentuk anak agar mencintai budaya membaca. Salah satu strategi terbaik untuk membuat anak suka membaca yaitu dengan bikin mereka terbiasa dengan kegiatan membaca. misalkan dengan cara membacakan buku sebelum tidur. Jadikan membaca sebagai kegiatan habituasi, kenalkan buku-buku yang sesuai dengan kebutuhan mereka, rangsang mereka tentang betapa menyenangkannya membaca, dirikan perpustakaan di pojok ruangan, dan libatkan anak dalam menata bukunya. Selain itu ajaklah sesekali dalam seminggu atau sebulan berkunjung ke perpustakaan umum atau ke toko buku.

Sekolah

Selain pihak keluarga, pihak sekolah pun harus mendukung budaya literasi. Misalkan dengan memberikan buku-buku yang menarik. Memberikan buku yang mereka suka, membiarkan mereka sendiri yang memilih buku apa yang akan mereka baca, sehingga mereka tidak merasa terbebani dengan buku. Rata-rata buku yang ada di sekolah adalah reading for understanding bukan rading for fun.

Di tingkat dasar, anak-anak cenderung dikasih reading for fun. biarkan mereka memilih buku yang sesuai dengan passion mereka, sehingga mereka akan penasaran dengan buku-buku yang lain dan akhirnya mereka akan kecanduan untuk membaca buku. kalau dilihat dari sekolah dasar-univeritas, buku yang dimiliki perpustakaan kebanyakan buku non fiksi. padahal perlu sekali untuk menyediakan buku non fiksi. hal inilah yang membuat anak tidak minat untuk membaca karena mereka akan merasa bosan dan merasa beban.

Sekolah masih belum bisa menumbuhkan minat baca anak, tapi hanya mengharuskan saja. kata-kata harus inilah yang menjadikan beban ke anak. para pengajar hanya bisa menyuruh membaca, dan setelahnya dikasih pertanyaan. hal ini tentunya akan menjadi membaca adalah bebanbukan minta. kita sudah membiasakan diri untuk membaca karena testing. jarang sekali ada pengajar yang setalah membaca memberikan kesempatan kepaada siswanya untuk menafsirkan apa yang ia baca. jangan mengajarkan anak untuk membaca, tapi ajarkan anak untuk mencintai buku.

Pemerintah

Pihak yang terakhir yaitu dukungan dari pemerintah. Dalam dukungannya, pemerintah bisa memberikan layanan perpustakaan keliling, memberikan subsidi pada buku-buku yang dijual, sehingga orang tua tidak keberatan membelikan buku pada anak. Dengan membangun Gerakan Literasi Nasional, pemerintah sadar kalau bangsa yang bertahan dan maju bukan hanya bangsa yang memiliki Sumber Daya Alam yang tinggi, melainkan juga Sumber Daya Manusia yang tinggi pula. Sehingga SDA yang ada bisa dikelolah sendiri, bukan sebagai budak di negara sendiri. Selain itu, bangsa ini membutuhkan generasi yang pandai dan kritis. Ketika masyarakatrnya sudah memiliki jiwa budaya literasi yang tinggi, maka masyarakatnya memiliki pemikiran yang kritis, tidak akan mudah menerima berita yang belum jelas sumbernya. Pasti akan di cek dulu sebelum berkomentar. kalau masyarakatnya suka membaca, disinformasi akan hilang, dan menumbuhkan masyarakat yang kreatif dan inovatif. 

Menilik dari budaya di beberapa negara maju yang memiliki tingkat literasi yang tinggi, ada beberapa kebiasan yang menarik. Misalkan di negara Finlandia. Ada 738 perpustakaan yang terdiri dari perpustakaan umum dan perpustakaan universitas, selain itu ada 140 perpustakaan keliling. terlebih lagi, bayi yang baru lahir, pemerintah memberikan sebuah bingkisan paket perkembangan anak, yang didalamnya ada buku untuk anak dan ibu. jadi, diharapkan ibu bisa membacakan buku tersebut pada anaknya.

Di Belanda, bayi di usia 4 bulan sudah mendapatkan formulir keanggotaan perpustakaan umum. selain itu, di tiap sekolah, siswa diwajibkan membaca buku setiap bagi sebelum mengawali pelajaran dan sebelum pulang. Pemerintah juga memberikan dukungan dengan cara memberikan acara pekan membaca nasional. Momen dimana masyarakat bisa mendapatkan buku secara cuma-cuma dengan menukarkan buku lamanya.

Lain di Belanda, lain di Swedia. negara ini memiliki kebiasaan yang unik, yaitu dengan meninggalkan buku di tempat tertentu, misalkan di taman atau di sebuah danau dengan memebrikan catatan “apakah kamu mau membaca buku ini?” hal ini dilakukan guna masyarajat bisa berbagi buku dengan siapapun. di Australia lebih heboh lagi, pemerintah disana memberikan dukungan literasi dengan cara memberikan tantangan berupa Reading Challenge. Program ini untuk anak usia 0-5 tahun dengan  tantangan membaca 1000 buku dan harus selesai sebelum menginjak usia 5 tahun.

Selain itu, ada Australian Reading Hour, yaitu suatu kegiatan dimana orang tua diharapkan meluangkan untuk membacakan buku kepada anak-anak selama satu jam. Di Asia, Jepang satu-satunya negara yang terkenal dengan budaya tinggi literasi. “tachi yomi” merupakan kegiatan dimana masyarakatnya bisa pergi ke toko buku untuk membaca layaknya perpustakaan. 

Dari beberapa uraian diatas, semua aspek harus saling mendukung agar generasinya menjadi negara yang tidak gampang menerima berita hoaks, dan tidak mudah diadu domba. Keluarga sebisa mungkin membiasakan membaca sedini mungkin, mengenalkan buku pada anak di usianya yang masih emas. Pihak sekolah pun juga sebisanya memberikan rangsangan tentang menariknya sebuah buku, menariknya sebuah kegiatan membaca dan menulis, dan dari pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap literasi dengan memberikan perpustakaan keliling diseluruh kota dan sudut daerah. kalau semua pihak bekerja bersama, Indonesia akan bisa berjejer dengan negara maju lain yang bisa membumikan literasi. 

***

*) Oleh: Siti Khodijah, Dosen Bahasa Inggris UIN KHAS Jember.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES