Kopi TIMES

Memutar Radio Kehidupan, Menjaring Frekwensi Rasulullah

Selasa, 19 Oktober 2021 - 12:03 | 83.01k
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Suara Radio Suara Surabaya (SS) di mobil kresek-kresek. Pukul 07.30 an. WIB. Timbul tenggelam. Dari keluar tol Waru. 

Bahkan hanya dalam kecepatan 100 km per jam di tol saja, tak nyaman di telinga. 

Saya minggir. Sebentar. Ke lajur paling kiri. Di tol Surabaya-Malang. Tepatnya di tol Kejapanan - Pandaan. Biar safety. Membenahi radio di mobil. Memutar-mutar angka frekwensinya.

Oh pantas saja. Frekwensinya tidak center. Ada di 99.95. Padahal SS pas di angka 100.00. Jadi kurang dikit.

Setelah pas, suaranya jadi jelas. Tidak megap-megap dan kresek-kresek lagi. Center di 100.00.

Ini radio saja sudah begini. Begitu frekwensi tidak sama, tidak ada kedamaian dalam suara. Padahal hanya sedikit sekali bedanya. 00.05 digit.

Bagaimana kalau banyak bedanya? Pasti deh gak akan ketemu suaranya. Yang kedengaran suara radio lain. Bisa yang resmi atau ilegal.

Fenomena perjalanan saya dari Surabaya ke Malang ini pun menjadi bahan menarik dengan istri. Yang kebetulan mengawal perjalanan darat menyelesaikan tugas. 

"Hari ini kan pas Peringatan Maulid Nabi ya Bi. Harusnya kita perlu terus menyenterkan (men-center-kan) frekwensi kita dengan Rasulullah. Biar kita dapat Allah," ucap nyonya.

Wah mulai "dalam" ini. Agak malas-malasan deh meresponsnya. Kujawab sekenanya. Fokus dengar radio dulu. Sambil ngemil peyek enak yang dibawakan sahabat Kota Pahlawan itu.

Mungkin karena tak ada respons serius, pembicaraan terhenti. Beralih ke yang lain. 

Sampai di rumah rehat sebentar. Buka-buka kerjaan di HP. Bahasan yang paling banyak adalah Maulid. Ucapan banyak sekali. Aneka desain. Beragam twibon. Semarak.

Kisah radio SS di tol tadi cukup asyik jika dilanjutkan. Pun jadi bahan tulisan. Menyelami, merenungkan, dan coba menginternalisasi Rasulullah melalui frekwensi radio hati kita masing-masing. 

Segitiga Cinta dan Frekwensi Rasulullah

Dalam perjalanan Isra' Mi'raj, Rasulullah Muhammad SAW di langit ketujuh bertemu dengan Allah SWT. Ada dialog masyhur antara Muhammad dan Allah.

Dalam dialog itu Allah SWT bertanya pada Rasulullah; "Wahai Muhammad, bumi, langit, dan alam semesta ini milik siapa?"

Rasulullah menjawab; "Milik-Mu Ya Allah."

Allah bertanya lagi; "Kalau kamu hai Muhammad, milik siapa?" "MilikMu ya Allah," jawab Rasulullah.

Kemudian Allah bertanya lagi. "Aku (Allah SWT) ini milik siapa?". Nabi terdiam. Tidak bisa menjawab.

Dan, Allah pun mengatakan; "Aku adalah milik hamba-hamba-Ku yang mencintaimu wahai Muhammad."

Dialog itu sangat masyhur. Ada segitiga cinta di dalamnya. Allah, Muhammad, dan hamba (manusia). 

Rasulullah Muhammad SAW adalah manusia sempurna. Penuh kemuliaan. Bahkan tak ada negatifnya. Jeleknya. Karena sudah dibersihkan sendiri oleh Allah. 

Muhammad SAW dipilih Allah untuk semesta alam. Rahmatan lil alamin. Bukan hanya untuk kelompok, rasa, suku, bangsa, dan golongan tertentu. Melalui agamanya; Islam.

Dengan tauladan kedamaian pribadinya. Akhlak dan tabiatnya. Kebijakan dan kepemimpinannya. Perilaku dan sifatnya. Lewat ajaran dasar dan kitab sucinya. Al Hadits dan Al Quran. 

Jadi sesungguhnya manusia ini sudah disediakan cermin dan panduan. Cermin hidup bernama Rasulullah sebagai tokoh. Dan panduan menjalankannya melalui Al Quran dan Al Hadits.

Namun karena beda generasi, peradaban dan waktu antara Rasulullah dan kita sekarang, maka butuh belajar. Dari sahabat Rasulullah, para tabiin, tabiit tabiin, dan seterusnya. 

Jika tidak ketemu juga, belajar ke ulama. Yang memiliki sanad keilmuan yang jelas. Ahlussunnah wal jamaah. Tidak bisa belajar sendiri melalui media sosial atau teks terjemahan.

Eits tunggu. Jadi kayak tausiyah para ustad di mimbar-mimbar.

Kembali ke radio hati dan radio kehidupan!

Saat ingin menjadi manusia menuju ideal, sesungguhnya kita cukup saja menyetel frekwensi Rasulullah untuk berkiblat. Tentang semuanya. 

Terutama berurusan dengan apapun keinginan dunia. Pun juga urusan dengan akherat. Semuanya kembali kepada frekwensi Rasulullah. 

Ada semua filenya. Tinggal download dengan benar. Melalui guru dan ulama. Atau share it lewat mimbar keilmuan bersama para kiai dan ulama Aswaja. 

Melalui frekwensi Rasulullah itu pula kita bisa menemukan frekwensi Allah. Dan, saat ketemu frekwensi Allah itu pula kenikmatan dan keindahan bisa dirasakan. Dunia akherat.

Itu segitiga cinta di atas. Antara Allah, Rasulullah Muhammad dan manusia. Jika manusia ini ingin sampai pada Allah penciptanya, cukuplah menemukan frekwensi Rasulullah. 

Penjelasannya begini. Saya copy kan saja dialog di grup WA ini. Sedikit modifikasi. Tapi tak mengurangi esensi. Gak apa-apa ya.

Ada dialog sufi luar biasa antara Prof DR H. Kadirun Yahya dengan Presiden Soekarno. Kala itu sang proklamator bertanya tentang bertemu dengan Allah.

Prof Kadirun menjelaskan, meski Allah lebih dekat dari urat leher, tapi jika tak ketemu frekwensinya, pasti tak akan bertemu. Mengsle terus. Seperti mendengar radio di tol tadi. Begitu juga dengan manusia dengan Allah. 

Soekarno pun bertanya; Bagaimana agar dapat frekuensi Allah, sementara kita adalah manusia kecil yang serba kekurangan dan penuh dosa?

"Melalui isi dada Rasulullah.” Jawab Prof Kadirun singkat.

“Dalam Hadits Qudsi berbunyi yang artinya: Bahwasanya Al Quran ini satu ujungnya di tangan Allah dan satu lagi di tangan kamu (Muhammad), maka peganglah kuat-kuat akan dia” (Abi Syuraihil Khuza’ayya.r.a)," lanjutnya.

Prof Kadirun menyambung, dalam QS Al Hijr 29 disampaikan; "Maka setelah Aku sempurnakan dia dan Aku tiupkan di dalamnya sebagian ruh-Ku, rebahkanlah dirimu bersujud kepadaNya.”

“Nur Ilahi yang terbit dari Allah sendiri adalah tali yang nyata antara Allah dengan Rasulullah. Ujung nur Ilahi itu ada dalam dada Rasulullah. Ujung itulah yang harus kita hubungi, maka jelas kita akan dapat frekuensi dari Allah SWT."

Prof Kadirun melanjutkan, “Lihat saja sunnatullah, hanya cahaya matahari saja yang satu-satunya sampai pada matahari. Tak ada yang sampai pada matahari, melainkan cahayanya sendiri. Juga gas-gas yang ada saringan-saringannya. Tak ada yang sampai matahari, walaupun sangat kecil seperti Xenon, Crypton, Argon, Helium, Hydrogen dan lain-lain. Semua vacuum!

Yang sampai pada matahari hanya cahayanya. Karena ia terbit darinya dan tak bercerai siang dan malamnya dengannya. 

Kalaulah matahari umurnya 1 (satu) juta tahun, maka cahayanya pun akan berumur sejuta tahun pula. Kalau matahari hilang, maka cahayanya pun akan hilang. Matahari hanya dapat dilihat melalui cahayanya. Tanpa cahaya, mataharipun tak dapat dilihat.

Yang sampai pada matahari hanya cahayanya. Karena ia terbit darinya dan tak bercerai siang dan malamnya dengannya. Kalaulah matahari umurnya 1 (satu) juta tahun, maka cahayanya pun akan berumur sejuta tahun pula. 

Kalau matahari hilang, maka cahayanya pun akan hilang. Matahari hanya dapat dilihat melalui cahayanya. Tanpa cahaya, mataharipun tak dapat dilihat”.

“Namun cahaya matahari, bukanlah matahari – cahaya matahari adalah getaran transversal dan longitudinal dari matahari sendiri. Begitu teori Huygens,” jelas Prof Kadirun.

Dan Rasulullah, sambung Prof Kadirun, adalah satu-satunya manusia akhir zaman yang mendapat nur Ilahi dalam dadanya. Mutlak jika hendak mendapatkan frekuensi Allah, ujung dari nur itu yang berada dalam dada Rasulullah harus dihubungi.”

“Bagaimana cara menghubungkannya, sementara Rasulullah sudah wafat sekian lama?” tanya Presiden.

“Memperbanyak shalawat atas Nabi tentu akan mendapatkan frekuensi Beliau, yang otomatis mendapat frekuensi Allah SWT."

"Tidak kukabulkan doa seseorang, tanpa shalawat atas Rasul-Ku. Doanya tergantung di awang-awang," ucap Prof Kadirun menyitir hadits riwayat Abu Daud dan An-Nasay.

Jika diterjemahkan secara akademis mungkin kurang lebih : “Tidak engkau mendapat frekuensi-Ku tanpa lebih dahulu mendapat frekuensi Rasul-Ku”.

Shallu 'alannabi Muhammad. Maka, jika ingin radio hati dan kehidupan kita indah, mari kita sama-sama staytune frekwensi Rasulullah. Maka frekwensi itu pun akan ketemu dengan frekwensi Allah. Tak hanya sepanjang jalan tol yang dibangun Jokowi saja, tapi tol semesta alam yang telah dibangun Allah SWT. (*)

* Penulis adalah Khoirul Anwar

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Khoirul Anwar
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES