Kopi TIMES

Jangan Takut Lagi Pada AS

Senin, 18 Oktober 2021 - 13:03 | 63.58k
Bambang Satriya, Guru Besar Universitas Merdeka Malang dan penulis buku Pancasila.
Bambang Satriya, Guru Besar Universitas Merdeka Malang dan penulis buku Pancasila.

TIMESINDONESIA, MALANG – Menegakkan demokrasi bukan pekerjaan yang gampang layaknya membalik telapak tangan.Akan banyak onak dan duri yang mencoba menghadang supaya demokrasi gagal menggelinding sebagai kekuatan istimewa yang mewakili suara rakyat.  Demokrasi tak ubahnya kekuataran rakyat yang berintikan “vox populi, vox dei”, yakni suara rakyat adalah suara tuhan.

Di dalam demokrasi, ada hak rakyat, yang nota bene merupakan hak Tuhan yang diamanatkan oleh segenap segmen bangsa, khususnya elit penyelenggaraan kekuasaan. Pemimpin-pemimpin negara diberi tanggungjawab besar untuk menunjukkan desain dan bangunan kekuasaan yang mencerminkan suatu penyelenggaraan kekuasaan berbasis dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. 

Demokrasi adalah nilai agung bagi suatu bangsa yang mendambakan pencerahan, kesejatian diri, kedaulatan, dan hak-hak hidup sebagai bangsa yang bermartabat. Tidak sedikit bangsa di dunia ini yang gagal menunaikan tugas menegakkan demokrasi karena permainan kepentingan elit politik  yang tidak menginginkan demokrasi ditegakkan dan berjaya.. 

Sayangnya, upaya yang sedang dibangun oleh rezim pasca reformasi ini, khususunya setelah rezim Joko Widodo  berpotensi akan teramputasi dan bahkan boleh jadi ternoda besar jika sampai kekuatan asing, khususnya AS sampai terlibat mengintervensi penyelenggaraan Pilpres 2024 ini. Persoalannya benarkah AS akan melakukan intervensi  terhadap pesta demokrasi di negeri ini?

Kalau soal dugaan terhadap kemungkinan kekuatan asing (AS) mencampuri urusan dalam negeri Indonesia  sangatlah beralasan, mengingat pertama, sudah terbukti di banyak aspek, AS mencoba melakukan gerakan-gerakan politik dan ideology bercorak pressure terhadap jagad politik, stabilitas sosial,  pendidikan, dan keagamaan. 

Kedua, terhadap peristiwa-peristiwa  besar yang menimpa bangsa-bangsa di muka bumi, khususnya umat Islam, AS selalu tak tinggal diam. Mereka mencoba memprovokasi, mengintervensi, dan bahkan menganeksasi wilayah-wilayah strategis yang punya kadar keuntungan ekonomi, politik, dan keamanan global bagi AS. AS menjadi negara super yang berobsesi menunjukkan superioritasnya kepada bangsa-bangsa lain supaya bangsa-bangsa lain takut kepadanya. Khusus di negeri ini, AS telah sangat lama menjadi “peanfaat yang luar biasa” terhadap sumberdaya ekonomi bangsa Indonesia.

Contoh lagi, dalam kasus yang pernah menggegerkan dunia, adalah campur tangan AS sejak terjadinya kasus Bom Bali dan penanganan tersangkanya menunjukkan tentang “birahi” besar AS dalam penyelenggaraan kehidupan  kenegaraan di Indonesia. Dalam kasus ini saja dengan mudah gampang terbaca, bahwa AS  menggiring persoalan terorisme sebagai persoalan agama, meski belakangan mencoba mengelak kalau AS tak pernah menuduh pelaku terorisime identik dengan agama yang dipeluknya.

Pilpres 2024, yang nota bene sebagai babak paling menentukan terhadap masa depan demokrasi di negeri ini, sangatlah rawan untuk diintervensi oleh kekuatan AS, pasalnya diniscayakan akan terjadi pertarungan yang sangat ketat antar berbagai kekuatan seperti kekuatan militer dan sipil.

Bukan tidak mungkin, AS sebenarnya menginginkan agar hasil Pemilu ini sejalan dengan skenarionya. Salah satu skenario yang dipasang tentulah berkaitan dengan figur yang dianggap bisa diajak bekerjasama  dengan semangat mengikuti garis politik AS. Jalur lewat Pilpres merupakan jalur utam, karena jika suksesi ini berhasil dikuasainya, maka kepentingan besarnya di kemudian hari ibarat sebuah “kartu as” yang tinggal dimainkan. 

AS selama ini sukses membangun “kerajaan ekonominya” di Indonesia adalah lewat jaringan pemerintahan yang dibangun  oleh Orde Baru.  Di masa reformasi ini, AS boleh dikatakan  gagal mendulang keuntungan besarnya. Catatan buram ini sejarah yang harus dijadikan “guru” oleh seluruh kandidat yang akan ber;aga di Pilpres 2024.

Dalam faktanya, AS kesulitan menghadapi model pemerintahan sipil yang jargonnya mengedepankan pembelaaan dan pengayoman terhadap demokrasi. Beberapa paket kebijakan yang mencoba dititipkan melalui negara-negara donor, yang menjadi bagian dari sekutunya telah ditolak oleh pemerintahan reformasi.

Dan memang sudah saatnya, ada keberanian besar melawan intervensi asing seperti AS yang sekarang AS sendiri mengalami kesulitan sangat serius di bidang keuangan akibat pandemic Covid-19, apalagi AS selama ini terbukti lebih mengedepankan politik hegemoni dan neo-kolonialismenya. Apalah artinya Pilpres yang mengemban gerbong demokrasi jika intervensi asing diberikan pintu lebar oleh mesin politik tertentu guna memenangkan kandidatnya? Sangat naïf jika jati diri bangsa dipertaruhkan atau dijadikan obyek gambling oleh kekuatan demikian  ini.

***

*) Oleh: Bambang Satriya, Guru Besar Universitas Merdeka Malang dan penulis buku Pancasila.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES