Kopi TIMES

Rapor Semester 1 Bank Syariah Indonesia Pasca Merger

Jumat, 15 Oktober 2021 - 17:14 | 100.35k
Anwarul Sholihin, Mahasiswa Pascasarjana Ekonomi & Keuangan, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. 
Anwarul Sholihin, Mahasiswa Pascasarjana Ekonomi & Keuangan, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. 

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Bank Syariah Indonesia (BSI) sudah melewati semester satu 2021. Rentang waktu satu semester pas untuk evaluasi kinerja BSI. 

Seperti mahasiswa semester satu, ujian pertama rasanya mendebarkan. Hasil ujian semester satu menjadi acuan orangtua melihat perkembangan proses belajar dan menjadi acuan perkembangan dimasa mendatang. Demikian juga dengan BSI, hasil ujian semester 1 2021 menjadi acuan masyarakat melihat kinerja bank Islam dengan aset terbesar pasca penggabungan . Dua hal yang mendorong ujian semester 1 BSI mendebarkan.

Pertama, BSI merupakan bank penggabungan Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah. Ibarat 3 klub bola hebat yang disatukan, proses menata komposisi pemain, manajemen, dan strategi membutuhkan kelihaian. Salah ambil langkah, bisa berdampak fatal. Kedua, kebijakan penggabungan digulirkan saat situasi ekonomi dunia lesu akibat Covid-19. BSI resmi beroperasi Februari 2021, saat pertumbuhan ekonomi kuartal 1 2021 anjlok -0,71 persen.

Pertumbuhan ekonomi di bawah nol akibat badai Covid-19, merupakan batu sandungan ekspansi pembiayaan. Masyarakat yang rasional tidak akan mengajukan pembiayaan, karena ekonomi belum stabil. Ditambah lagi, pandemi Covid-19 belum bisa dipastikan kapan berakhir.

Penggabungan bank di tengah situasi krisis ekonomi, bukan pengalaman pertama dalam sejarah perbankan di Indonesia. Bank Mandiri merupakan penggabungan Bapindo, Bank Exim, Bank Bumi Daya, dan Bank Dagang Negara. Bank Mandiri menjadi bukti hasil kebijakan restrukturisasi bank yang sakit akibat hantaman krisis 1997/1998.

Laporan keuangan Bank Mandiri (2000), memberikan informasi proses penggabungan yang harus menelan pil pahit pada tahap awal. Defisit laba bersih Rp. 124.143 miliar pada 1998. Terulang lagi defisit sebesar Rp. 67.796 miliar pada 1999. Pendapatan bunga bersih defisit Rp. 21.598 miliar, ditambah defisit pendapatan operasional sebesar Rp. 18.143 miliar.

Ibarat bus, Bank Mandiri pada tahap awal berjalan dengan ban bocor dan mesin yang sudah bobrok. Kredit macet membengkak pada 1999. Dari Rp. 44.013 miliar kredit yang disalurkan, 70,9 persen macet. Bank Mandiri baru menuai hasil positif pada tahun 2000. Pendapatan operasional surplus Rp. 10.346 miliar. Diikuti pendapatan bunga bersih surplus Rp.6.404 miliar. Total laba mencapai Rp. 1.181 miliar.

Fakta defisit Bank Mandiri pada babak awal, apakah terjadi pada BSI?

Rapor BSI Semester 1 2021

Bank Mandiri dan BSI lahir di tengah krisis ekonomi. Namun, kualitas aset bank peserta peggabungan berbeda. Bank Mandiri lahir dari 4 bank yang sakit. Sementara BSI lahir dari 3 bank dengan aset yang tumbuh positif. Kualitas aset bank sangat menentukan perkembangan. 

Bapindo, Bank Exim, Bank Bumi Daya, dan Bank Dagang Negara merupakan bank yang sakit. Pada tahun 1997-1998 nilai asetnya turun di bawah nol. Warisan aset yang buruk tersebut membebani Bank Mandiri.

BSI lahir dari tiga bank syariah yang kualitas asetnya tumbuh positif. Saat Kuartal 2 2020 pertumbuhan ekonomi -5,32 persen, laba BRI Syariah meningkat 229,67 persen, pembiayaan naik 36,69 persen, dan aset tumbuh 14,97 persen.

Laba Bank Syariah Mandiri tumbuh 30,5 persen. Pembiayaan tumbuh 5,8 persen dan pertumbuhan aset  13,26 persen. Disusul tingkat aset BNI Syariah yang tumbuh 19,46 persen. Dukungan aset yang sehat berdampak positif terhadap proses penggabungan, meskipun kondisi ekonomi sedang buruk. Sebagai bank baru hasil penggabungan, BSI membuktikan keberhasilan melewati ujian semester 1 2021.

Dalam laporan keuangan BSI Juni 2021, tahap awal merger dilewati dengan baik. Aset BSI tumbuh 15,16 persen. Jumlah pembiayaan tumbuh 11,73 persen, dan laba bersih tumbuh 34,29 persen. Risiko pembiayaan masih terkontrol 3,11 persen.

Laporan pertumbuhan aset, laba, dan risiko yang terkendali membuktikan bahwa proses penggabungan berjalan lancar. Proses menata komposisi pemain, manajemen, dan strategi tidak menimbulkan guncangan.

Semoga, rapor yang positif  pada semester 1 2021  bisa dilanjutkan BSI. Meskipun, harus melewati situasi ekonomi yang sulit.

Tantangan paling besar ialah badai Covid-19 yang belum jelas kapan berakhirnya. Ketidakpastian tersebut berdampak pada iklim dunia bisnis yang belum normal. Sehingga, proses penyaluran pembiayaan tidak bisa maksimal.

Untuk menjaga momen pertumbuhan BSI, optimalisasi produk dengan sumbangan pendapatan tinggi dan risiko rendah, merupakan metode untuk meningkatkan aset, pembiayaan, & laba bersih. Serta menjadi kunci untuk mengontrol risiko gagal bayar di tengah situasi bisnis yang belum normal.

***

*)Oleh: Anwarul Sholihin, Mahasiswa Pascasarjana Ekonomi & Keuangan, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. 

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES