Peristiwa Daerah

Perkembangan Kuda Lumping di Pangandaran Hasil Akulturasi Budaya Suku Jawa dan Sunda

Kamis, 14 Oktober 2021 - 23:28 | 104.09k
Pertunjukan kuda lumping atau ebeg di Kabupaten Pangandaran (Foto : Syamsul Ma'arif/TIMES Indonesia)
Pertunjukan kuda lumping atau ebeg di Kabupaten Pangandaran (Foto : Syamsul Ma'arif/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, PANGANDARAN – Kesenian kuda lumping yang berkembang di Kabupaten Pangandaran merupakan akulturasi budaya suku Jawa dan Sunda.

Saat ini kesenian kuda lumping yang berasal dari suku jawa memiliki eksistensi kuat di Pangandaran.

Bahkan kesenian kuda lumping tersebut jadi salah satu hiburan masyarakat yang biasa dipentaskan dalam acara hajatan.

Keakraban masyarakat di Panganaran dengan kesenian kuda lumping menandakan kehidupan sosial suku Jawa dan Sunda di Pangandaran terjalin baik.

Ketua Lembaga Adat Kabupaten Pangandaran Erik Krisnayudha mengatakan, kesenian kuda lumping yang saat ini berkembang di Pangandaran masuk melalui daerah Cirebon.

"Perkembangan kesenian kuda lumping di Pangandaran mayoritas dinikmati pada daerah perbatasan suku Sunda dengan suku Jawa," kata Erik, Kamis (14/10/2021).

Erik menambahkan, daerah perbatasan suku Jawa dengan suku Sunda itu di antaranya di Kecamatan Mangunjaya, Kecamatan Kalipucang dan Kecamatan Pangandaran.

"Kalau orang Jawa menyebutnya kuda lumping, tapi kalau orang Sunda menyebutnya ebeg," tambahnya.

Pagelaran kesenian ebeg sangat simpel dipentaskan dalam acara resepsi seperti pesta pernikahan dan khitanan.

"Pertunjukan ebeg lebih simpel arenanya dan banyak warga yang minat mementaskan kesenian ebeg dibandingkan dengan kesenian tradisional lain," jelas Erik.

Pementasan kesenian ebeg di antaranya adegan tarian orang yang menunggangi kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu, dirias layaknya kuda beneran.

"Ebeg tersebut mengolaborasikan antara bunyi musik gambelan tradisional dengan gerakan drama yang mengandung unsur magis," papar Erik.

Suara gambelan bernuansa magis tersebut mempengaruhi para pemain kuda lumping atau ebeg hilang kesadaran seolah dikendalikan roh halus. "Keunikan kesenian ebeg di antaranya saat para penari dalam kondisi meundeum pemain melakukan adegan yang mengejutkan seperti, memakan kaca, mengupas buah kelapa menggunakan gigi dan menirukan gaya gerakan binatang," pungkas Erik.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES