Peristiwa Daerah

Penanganan ODGJ, Kajari Banjar: Jangan Ada Stigma Negatif terhadap OPD

Rabu, 13 Oktober 2021 - 20:45 | 36.98k
Kajari Banjar, Ade Hermawan, SH, MH berharap jangan ada stigma negatif dari masyarakat terhadap OPD atas penanganan ODGJ (FOTO: Susi/ TIMES Indonesia)
Kajari Banjar, Ade Hermawan, SH, MH berharap jangan ada stigma negatif dari masyarakat terhadap OPD atas penanganan ODGJ (FOTO: Susi/ TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANJARKajari Kota Banjar, Ade Hermawan, SH, MH mengaku prihatin dengan minimnya fasilitas yang didapat relawan ODGJ. Pasalnya, keberadaan relawan sendiri sangat membantu Pemerintah Kota Banjar dalam menangani kasus ODGJ yang selama ini menjadi polemik tak berkesudahan di Kota Banjar.

Atas dasar keprihatinannya tersebut, Kajari kemudian mengajak OPD terkait seperti Dinsos, Dinkes dan Satpol-PP untuk duduk bersama relawan demi mencarikan solusi terbaik di Aula Kejari Kota Banjar, Rabu (13/10/2021).

Selain membahas sinergitas penanganan ODGJ, Adhyaksa Dharmakarini Kota Banjar memberikan bantuan pakaian untuk ODGJ kepada relawan ODGJ Kota Banjar.

Penanganan ODGJ memang masih menjadi masalah yang klasik dimana Dinsos yang dianggap sebagai leading sektor penanganan ODGJ justru membantah bahwa tugas tersebut bukan merupakan tupoksinya.

Kadis Dinsos dan P3A, Suryamah, mengatakan bahwa pihaknya hanya menangani recovery ODGJ pasca penyembuhannya sementara untuk proses evakuasi maupun pengobatan bukan menjadi tupoksinya.

OPD-terkait-dan-relawan-ODGJ.jpgKajari mencoba mengajak OPD terkait dan relawan ODGJ duduk bersama di Aula Kejari Banjar (FOTO: Susi/TIMES Indonesia)

"Jadi Dinsos tidak memiliki alokasi anggaran penanganan ODGJ yang baru dievakuasi maupun untuk tempat penampungan sementaranya," katanya.

Selama ini, penanganan ODGJ dimulai dengan proses evakuasi atau pengamanan oleh Satpol-PP yang kemudian nantinya menyerahkan ODGJ tersebut ke RSUD berdasarkan rujukan Dinas Kesehatan melalui Puskesmas khusus bagi warga Kota Banjar.

"Perlu ada pertemuan lagi untuk memperjelas tupoksi dari masing-masing OPD tentang tugas dan fungsinya dalam penanganan ODGJ," ucapnya.
 
Relawan ODGJ, Yeni Astuti mengatakan pihaknya mendapatkan kendala saat mengurus ODGJ asal luar Kota Banjar dimana setelah di bawa ke RSUD, harus ada jaminan dan pertanggungjawaban administrasi maupun biaya.

"Selain kendala itu, kami juga kesulitan dalam menampung ODGJ sebelum dirujuk ke RSUD," sebutnya.

Selama ini, lanjut Yeni, Dinas Kesehatan sudah kooperatif untuk menangani kasus ODGJ yang merupakan warga Kota Banjar namun untuk ODGJ luar kota Banjar, saat dimintai jaminan dan pertanggungjawaban oleh pihak RSUD, OPD terkait masih saling lempar tanggungjawab.

"Kami juga kadang kesulitan saat akan merujuk pasien ODGJ ke RSJ rujukan," tambahnya.

Kadis Polpp Kota Banjar, Edi Nurjaman menyampaikan bahwa pihaknya sangat mengapresiasi kinerja relawan ODGJ yang selama ini banyak membantu Pemerintah dalam mengurus ODGJ baik itu yang berasal dari Kota Banjar maupun dari luar daerah.

"Selama ini, kami selalu mengkhawatirkan penanganan ODGJ yang belum jelas dimana tempat transit atau rumah singgah untuk penempatan sementara sebelum penanganan medis dilakukan," terangnya.

Berikan-dukungan-untuk-relawan.jpgBerikan dukungan untuk relawan, Istri Kajari berikan bantuan kepada Relawan (FOTO: Susi/TIMES Indonesia)

Menanggapi hal tersebut, Kajari mengatakan bahwa etalase Kota akan kurang layak dilihat apabila dipenuhi ODGJ. 

"Kami berharap ada sinergitas antara OPD terkait dengan keberadaan relawan ODGJ yang selama ini bekerja secara sukarela," paparnya.

Kajari mempertanyakan batasan penanganan Dinsos terhadap ODGJ sejauh mana dan mengkoordinasikan penanganan medis dari Dinas Kesehatan untuk ODGJ baik itu warga Kota Banjar maupun luar daerah.

"Jika salah satu kendala penampungan ODGJ yang baru di evakuasi sebelum dirujuk ke RSUD, pihak relawan sudah mendapatkan lampu hijau dari Dinsos Provinsi untuk menggunakan salah satu bangunan milik Provinsi untuk digunakan sebagai tempat penampungan ODGJ yang nantinya akan mereka kelola, dan sudah mendapatkan persetujuan dari Dinsos Kota Banjar," paparnya.

Sementara untuk penanganan ODGJ warga luar daerah, lanjut Ade, Pemkot Banjar bisa bekerjasama dengan Disdukcapil dalam melakukan rekaman KTP melalui iris bola mata sehingga nantinya penanganan lebih lanjut bisa diserahkan kepada keluarganya maupun pemerintah setempat dimana ODGJ tersebut berasal.

"Permasalahannya, sebelum dipertemukan dengan keluarganya dan diserahkan kepada Pemda setempat, keberadaan mereka tetap harus kita bantu karena walau bagaimanapun, mereka adalah warga Indonesia yang harus dipelihara oleh Negara," urainya.

Untuk itu, keberadaan rumah singgah dapat membantu penanganan ODGJ sebelum mereka dipertemukan dengan keluarganya sementara untuk ODGJ yang sakit, nanti akan kita carikan solusinya bersama," cetusnya.

Kajari mengungkap pihaknya akan berkoordinasi dengan Wali Kota Banjar terkait penanganan ODGJ. Saat ini dengan adanya relawan, justru penanganan ODGJ terbantu dan tentunya jadi tugas bersama untuk mencari solusi dalam memfasilitasi kebutuhan relawan.

"Jangan sampai ada stigma yang tidak baik dari masyarakat terhadap OPD karena kurang seriusnya penanganan ODGJ baik itu warga kota Banjar maupun luar kota Banjar karena itu merupakan tanggungjawab bersama," tuntasnya.

Sekdis Dinkes Kota Banjar, Budi Hendrawan dalam kesempatan tersebut mengungkapkan bahwa pihaknya sudah memiliki akses kerjasama dengan beberapa rumah sakit jiwa rujukan.

"Dalam bentuk streaming kegiatan juga sudah dilakukan melalui pelayanan kesehatan Puskesmas," imbuhnya.

Kalau dari sisi rujukan, pihaknya bisa menggunakan puskesmas keliling sementara untuk sarana rujukan dari RSUD ke rumah sakit jiwa rujukan sudah merupakan kewenangan RSUD.

Peranan Dinkes dikatakan Budi, memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit rujukan bagi masyarakat yang mempunyai jaminan. Apabila tidak ada penanggungjawab, maka pihaknya cukup kesulitan dalam penganggaran karena warga ODGJ yang dirujuk tidak semua warga asal Kota Banjar.

Hal tersebut dibenarkan Kabid Penanggulangan dan pencegahan penyakit Dinas Kesehatan, dr Agus Budiana Ekaputra.

"Polemik kesehatan jiwa ini dari dulu sudah menjadi masalah kompleks yang tak berkesudahan. Dinkes dan jajaran puskesmas sendiri sebetulnya hanya menjaring kategori gangguan jiwa ringan dan sedang. Sementara kategori kesehatan jiwa berat bukan lagi wewenang dokter puskesmas melainkan harus dirujuk ke RSUD," terangnya.

Saat ini yang jadi masalah, ketika ODGJ selesai diobati, maka pengobatan dilakukan seumur hidup. Bagi warga Kota Banjar, Dinkes melalui puskesmas akan terus melakukan pengawasan bagi warga ODGJ agar tidak kambuh lagi. Sementara bagi warga luar Banjar, akan jadi kendala karena sulitnya penanganan secara administrasi.

"Dinkes juga hanya memfasilitasi warga ODGJ sebatas rujukan ke rumah sakit bukan pengobatannya tapi bagi yang belum memiliki BPJS, khusus warga Kota Banjar ada biaya iuran pengeluaran yang bisa mengcover pembiayaan pasien ODGJ," jelasnya.

Namun, lanjut dr Agus, kendalanya terjadi manakala penanganan ODGJ dari luar daerah saat dirujuk ke RSUD karena setiap OPD tidak menganggarkan untuk itu.

Berdasarkan data dari Relawan, mereka sudah berhasil memanusiakan 98 warga ODGJ, dan saat ini mereka sedang mengurus 21 kasus ODGJ dari luar daerah. Sementara berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Banjar, khusus warga ODGJ Kota Banjar ada 83 kategori ringan dan sedang. (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES