Kopi TIMES

Pajak dan Keadilan

Senin, 11 Oktober 2021 - 18:02 | 55.15k
Sugiyarto.S.E.M.M; Dosen Fakultas Ekonomi  dan Bisnis  Universitas Pamulang.
Sugiyarto.S.E.M.M; Dosen Fakultas Ekonomi  dan Bisnis  Universitas Pamulang.

TIMESINDONESIA, PAMULANG – Undang-undang harmonisasi peraturan perpajakan (UU HPP) telah resmi disahkan oleh DPR. Ada beberapa jenis kenaikan, antara lain Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sebelumnya 10 persen menjadi 11persen yang akan berlaku mulai bulan April 2022. Dalam undang-undang HPP juga disebutkan bahwa UMKM yang memiliki penghasilan di bawah 500 juta per tahun dibebaskan dari Pph final 0,5 persen. Artinya pedagang yang memiliki perputaran bisnis rata-rata 40 juta perbulan dibebaskan dari Pph final tersebut. 

Pemerintah tentu  memiliki  data pendukung yang kuat ketika menyusun UU HPP. Banyak biaya yang harus dikeluarkan oleh negara selama pandemic covid-19 untuk pemulihan ekonomi nasional . Sehingga negara membutuhkan pemasukan salah satunya dari sektor pajak pajak pertambahan nilai. Walaupun kenaikan PPN hanya satu persen, banyak pelaku usaha mulai saat ini sudah menghitung harga pokok produksi atas produk yang dihasilkan

Negara sudah paham bahwa jumlah wirausahawan di negara kita ini masih kecil, namun memiliki potensi untuk bisa tumbuh, maka perlu diberikan motivasi bagi UMKM. Sehingga orientasi pajak diarahkan kepada konsumen yang jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan pelaku usaha. 

Bagi pelaku usaha tentu sudah sangat paham apa yang harus dilakukan ketika pemerintah memberlakukan kebijakan baru yang menyangkut kegiatan operasional usaha. Kenaikan ini pada dasarnya akan menjadi beban pembeli produk. Pelaku usaha hanya menghitung atas beban yang dimasukan kedalam perhitungan unit cost.

Secara teori ada beberapa cara yang bisa digunakan oleh pemerintah dalam mencari sumber pendapatan untuk menutup pembiayaan yang dikeluarkan oleh negara. Selain menambah hutang luar negeri, negara juga bisa menjual obligasi dan menaikan pajak tertentu. 

Dalam menjalankan pemerintahan, negara membutuhkan biaya operasional dalam penyelanggaraan. Negara juga harus membangun sarana dan prasarana untuk meningkatkan daya saing negara yang diatur melalui undang-undang. Yang perlu ditingkatkan adalah fungsi pengawasan melekat terkait dengan penggunaan anggaran oleh pengawas yang ada di lembaga terkait agar penggunaan anggaran sesuai tujuan dengan tujuan awal dan tidak selewengkan oleh oknum.

Kenaikan pajak sebenarnya sesuatu yang biasa, namun menjadi luar biasa ketika kenaikan yang terjadi pada kondisi daya beli masyarakat sedang mengalami penurunan. Walaupun fakta dilapangan masyarakat dibawah tidak pernah peduli dengan kenaikan pajak. Alfarmart dan Indo Mart adalah beberapa contoh toko kelontong modern yang sudah banyak di kunjungi oleh masyarakat.

Kehadiran toko modern tersebut telah merubah perilaku masyarakat dalam belanja. Ketika pembeli dating ke toko, mereka tidak pernah melihat PPN yang dibayarkan, tetapi lebih fokus pada produk yang dibeli. Mungkin karena jumlahnya tidak signifikan sehingga tidak menjadi perhatian PPN yang telah dibayarkan,

Sikap masyarakat ini berbanding terbalik dengan kasus koruptor yang tertangkap dan hanya dihukum ringan. Tentu ini sangat melukai hati dan perasaaan pembayar pajak yang taat menjalankan kewajiban. Tidak sedikit pelaku usaha dan masyarakat yang jujur dan taat membayar pajak ini merasa di permainkan oleh oknum penegak hukum yang menangani kasus tipikor. Hukuman yang seharusnya diperberat justru menjadi ringan dan cenderung menguntungkan bagi koruptor itu sendiri.

Sebuah dilema ketika orang lain diminta taat untuk membayar pajak, sementara ada pihak lain yang menggunakan uang pajak untuk kepentingan individu dan kelompok. Ini sebuah tindakan yang telah menyakiti perasaan dan hati wajib pajak .

Mungkin ada sebagian masyarakat yang tidak iklas membayar pajak , namun tidak bisa menghindar. Dengan asumsi dalam satu hari ada 10 juta masyarakat melakukan transaksasi atau belanja sebesar Rp. 500.000 per orang, maka dengan PPN 11persen yang akan diterapkan nanti, jumlah PPN yang dibayarkan oleh masyarakat kepada negara sebesar Rp.55.000 X 10 juta = 550 milyar setiap hari .

Berapa juta orang yang telah ditipu oleh para koruptor yang telah merampas uang negara. APBN yang seharusnya digunakan untuk kepentingan dan pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan daya saing negara, tercoreng perilaku para koruptor.

***

*) Oleh : Sugiyarto.S.E.M.M; Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pamulang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES