Kopi TIMES

Negara Gagal Jamin Pangan Halal

Jumat, 08 Oktober 2021 - 15:35 | 46.00k
Delya Lusiana, Mahasiswi Universitas Padjadjaran.
Delya Lusiana, Mahasiswi Universitas Padjadjaran.

TIMESINDONESIA, BANDUNG – Masyarakat kembali dibuat geger, saat diketahui berita yang sedang ramai di perbincangkan, yaitu adanya sebuah rekamanan video investigasi berasal dari laman instagram @animaldefendersindonesia (ADI). Yang sedang membongkar penjualan daging anjing yang berlokasi di jakarta. Diketahui, di salah satu pasar di DKI Jakarta terjadi penjualan daging anjing yang meresahkan masyarakat.

Di lansir detiknews, minggu 12/9. Saat wartawan menemui manajer umum dan humas perumda pasar jaya untuk mengklarifikasi adanya pemberitaan penjualan daging anjing. Dari hasil wawancara manajer umum perumda membenarkan bahwa benar adanya pedagang dari perumda pasar jaya yang melakukan penjualan daging anjing di pasar senen Blok III. Pihak perusahaan perumda pasar jaya pun akan menindak lanjuti peristiwa tersebut. Pasalnya, penjualan daging anjing tersebut tidak sesuai dengan peraturan perumda pasar jaya. PD pasar jaya pun berjanji akan mengevaluasi operasional pasar sehingga penjualan komoditas di luar peraturan yang ada tidak terulang kembali. (republika.co.id, 12/9/2021).

Penjualan daging anjing ini, memiliki koneksi dengan sindikat penculikan anjing dan kucing baik liar maupun peliharaan di wilayah jabodetabek dan tentu saja hal tersebut merupakan tindakan kriminal dan akan menimbulkan banyak permasalahan dan membahayakan masyarakat. Diketahui anjing liar ataupun hewan liar tentunya akan membawa penyakit bila dagingnya di konsumsi oleh manusia. Maka, tentu saja hal ini melanggar hak konsumen atas keselamatan dan kesehatan konsumen.

Para pedagang daging anjing tersebut, juga ada yang mengaku sudah beroperasi selama lebih dari 6 tahun di pasar senen. Dan berdasarkan hasil investigasi diketahui bahwa pada satu lapak biasa menjual 4 ekor daging anjing dalam sehari. Apabila di kalkulasikan 6 tahun x 365 hari x 4 ekor = 8.760 ekor sudah mereka jagal dan dijual. Serta pedagang daging anjing tersebut kerap mencampur dagangannya dengan daging lain, ujar tim ADI (bicara berita, selasa 14/09).

Pakar hukum universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Suparji Ahmad. Juga ikut memberikan saran, untuk dilakukan tindakan berupa penertiban pasar terhadap penjualan anjing tersebut, sebagai amanat undang-undang untuk memberikan keamanan dan keselamatan konsumen. Serta menurutnya, negara wajib hadir untuk menjamin kepastian hukum baik pelaku usaha maupun konsumen yang menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen.

Apabila kita cermati kepada aspek Animal Welfare atau kesejahteraan satwa berdasarkan UU No.18 tahun 2009 bahwa Animal Welfare adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia. Sasarn dari Animal Welfare adalah semua hewan yang berinteraksi dengan manusia di mana intervensi manusia sangat mempengaruhi kelangsungan hidup hewan.

Anjing sendiri terkategori hewan kesayangan. Maka, bukanlah perdagangan daging anjing merupakan tindakan melanggar Animal Welfare ?

Sungguh ironi negeri ini dan pemerintah hanya menjadi pemadam kebakaran, baru bertindak apabila kasus sudah merebak dan merugikan masyarakat. Sering muncul permintaan dan pelaporan tentang pelanggaran hak-hak hewan. Di mulai dari pemukulan, pengurungan, eksloitasi. Namun, pelaporan tersebut jarang untuk di tidaklanjuti yang akhirnya berujung pada kematian.

Konsumsi daging anjing di indonesia masih terjadi di beberapa wilayah khusus oleh kalangan tertentu seperti di Manado, Maluku, Solo, Yogyakarta dan jakarta. Ini perlu adanya perhatian penuh dari pemerintah mengenai hal ini. Adanya daerah-daerah khusus yang membuka perdagangan daging anjing bisa menjadi lapangan pekerjaan baru bagi oknum dan tentunya ini masih menimbulkan permasalahan. Masalah ini seharusnya menjadi pertimbangan untuk mendapatkan solusi yang baik bersama terkait penjualan daging anjing ini dilihat indonesia merupakan mayoritas muslim dan adanya peraturan perundang-undangan yang seharusnya ditaati.

Namun ternyata faktanya penjualan daging anjing semakin menggila, negara sudah gagal jadi panglima. Sebab, undang-undang jaminan halal dan lembaga perlindungan konsumen, tidak bisa menjamin pangan halal di masyarakat. Pasalnya, dalam UU No. 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal (JPH) ini, daging anjing tidak termasuk dalam jenis pangan (hewan) yang di haramkan, melainkan yang ada hanya bangkai, darah, dan babi. Apa bedanya, padahal anjing dan babi sama-sama hukumnya yaitu haram untuk di konsumsi.

Rupanya, negara sudah gagal melindungi rakyat dari produk haram dan merugikan kesehatan. Semua ini terjadi karena di negeri ini masih menerapkan sistem kapitalisme sekuler yang hanya fokus kepada materi saja yaitu fokus kepada apa-apa yang bisa memberikan manfaat dan keuntungan. Tanpa terkecuali perdagangan daging anjing ini, kehalalan dsn ketidaktayiban sudah jelas. Akan tetapi, di negeri yang berpenduduk mayoritas islam dan terbesar di dunia ini masih banyak di temui pelanggaran-pelanggaran yang tidak sesuai dengan syariat.

Seharusnya, produk yang beredar itu wajib halal, bukan wajib bersertifikat halal. Namun, akibat sistem kapitalisme, dimana tidak semua pelaku usaha paham halal-haram dan ketidakpastian ketentuan halal di masyarakat, akhirnya sertifikat halal di jadikan solusi. Hal ini patut menjadi tamparan keras. Sungguh tidak pantas sebuah negeri muslim terbesar di dunia, memiliki pasar perdagangan bahan pangan yang diharamkan oleh syariat islam.

Dalam islam, penetapan jaminan halal itu tegas. Masalah halal dan haram adalah sebuah prinsip bukan sekedar sertifikat atau label halal semata. Namun, wajib terikat dengan syari’at. Jangan mengkonsumsi makanan haram yang syubhat saja tidak diperbolehkan.

Realitas perdagangan daging anjing menunjukan bahwa negeri ini yang berpenduduk muslim terbesar di dunia hanya sekedar tercantum dalam KTP saja. Pengabaian syariat masih banyak terjadi dibuktikan dengan perdagangan daging anjing. Hukum syariat tidak digunakan untuk mengatur jaminan pangan halal dan perlindungan konsumen. Serta adanya UU jaminan halal tidak menjadi payung hukum keamanan pangan bagi masyarakat. Maka negarapun gagal menjamin pangan halal dan melindungi rakyatnya.

***

*) Oleh: Delya Lusiana, Mahasiswi Universitas Padjadjaran.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES