Kopi TIMES

Digital Leadership dan Urgensi Kebermanfaatan

Kamis, 07 Oktober 2021 - 22:36 | 151.63k
Dr. M. Hasan Chabibie, Pengasuh Pesantren Baitul Hikmah, Depok Jawa Barat
Dr. M. Hasan Chabibie, Pengasuh Pesantren Baitul Hikmah, Depok Jawa Barat

TIMESINDONESIA, JAKARTAPADA pertengahan 2021 ini, Majalah Forbes mengangkat sebuah tema yang penting dalam transformasi di era digital: digital leadership. Dalam laporan Forbes pada Juli 2021 ini, kepemimpinan digital menjadi kunci penting dalam segala bentuk transformasi yang dilakukan oleh perusahaan, pemerintah maupun lintas komunitas untuk mendorong percepatan maupun perubahan di era ini. Zaman di mana adaptasi dan inovasi menjadi mantra untuk bertahan dari serbuan perubahan dari pelbagai lini. 

Apalagi, dalam konteks Indonesia, penetrasi pengguna internet di negeri semakin meningkat. Data We Are Social (2021), bahwa tercatat 202,6 juta pengguna internet di Indonesia pada Januari 2021. Angka ini meningkat 27 juta atau 16 % dari data Januari 2020 lalu. Sedangkan, penetrasi pengguna internet di Indonesia pada angka 73,7 %. Pada laporan yang sama, pengguna media sosial di Indonesia pada Januari 2021 tercatat sejumlah 170 juta, atau sekitar 61,8% dari jumlah penduduk Indonesia.

Tentu, dari angka ini, kita bisa membayangkan betapa pentingnya penetrasi digital dan bagaimana kita mengelola potensi-potensinya untuk perbaikan kebijakan. Kita butuh kebijakan berbasis data, bukan nanti tapi sekarang. Kita membutuhkan digital leadership yang memahami bagaimana menggerakkan serta mentransformasi tim kerja di era digital.

Di era digital ini, sangat benar jika dalam kompetesi di zaman sekarang ini, sebenarnya kita bersaing dengan diri sendiri. Iya benar, kita berkompetisi dengan diri sendiri. Di era yang menampilkan kesetaraan dalam akses informasi, percepatan skill, penguatan pengetahuan, dan kemudahan-kemudahan dari inovasi digital, kita sejatinya bersaing dengan diri sendiri untuk menjadi pribadi yang terus menerus bermanfaat. 

Kenapa bermanfaat? Karena inilah sebenarnya tujuan dari diciptakannya manusia. Khairun-nas anfa’uhum lin-naas, sebaik-baiknya manusia ialah yang bermanfaat untuk sesama. 

Saya menghindari frasa 'kompetisi sebagai pemenang'. Saya lebih memilih, dan nyaman dengan perspektif bahwa manusia seyogyanya berkompetisi untuk saling bermanfaat. Karena di dalam kebermanfaatan itu, semuanya menjadi pemenang. Dalam kebermanfaatan itu, dibutuhkan kolaborasi, sinergi dan saling berbagi antar sesama. Inilah kultur kerja tim yang sepenuhnya selaras, baik dalam konteks kebudayaan Indonesia maupun nafas-nafas agama dan tradisi pesantren yang saya anut. 

Nah, di era digital ini, menjadi pribadi yang bermanfaat lebih relevan daripada menjadi pemenang. Kebermanfaatan itu bernafas panjang, sedangkan kemenangan itu hanyalah satu tarikan nafas yang pendek. Kemanfaatan itu abadi, kompetesi untuk kemenangan hanyalah trek yang sejengkal. Saling berbagi dan berkolaborasi untuk mengusung kemanfaatan untuk seluasnya manusia dan semesta akan menghasilkan dorongan gairah yang luar biasa penuh, daripada hanya mengejar kemenangan semata. 

Dari renungan saya, inilah sebenarnya kunci dari kepemimpinan di era digital ini. Bahwa, digital leadership yang ingin saya dorong dalam kerja tim adalah kepemimpinan yang kolaboratif, sinergi untuk menghadirkan nilai-nilai dan kebermanfaatan yang lebih luas. Dari fungsi kebermanfaatan inilah, tugas kita sebagai manusia menjadi lebih bermakna. 

Maka, dalam praktik kepemimpinan yang saya jalani adalah mendorong agar setiap pribadi menjadi lebih baik dengan terus belajar dan meningkatkan level kebermaknaan untuk terus bermanfaat. Menjadi pribadi yang bermanfaat dibutuhkan komitmen untuk mengalahkan ego, serta mengutamakan kebersamaan. Bukankah ini yang sebenarnya merupakan ciri khas dari kerja tim modern di era digital ini? 

Saya mengajak semua pihak untuk saling berkolaborasi dengan gagasan cemerlang dan niat baik. Masing-masing pihak memiliki keunikan, keistemewaan dan anugerah gagasan yang menjadi potensi besar-karunia dari Allah, Tuhan Yang Maha Esa. 

Setiap manusia diberi limpahan cahaya berupa gagasan-gagasan yang senantiasa tumpah setiap hari dan setiap detik dalam diri kita. Namun, tentu saja kita memerlukan saluran yang tepat untuk menangkap limpahan anugerah itu. Maka, kesungguhan untuk berbagi, niat baik untuk terus bermanfaat, kerelaan untuk mendahulukan kepentingan sesama dan segenap kejernihan jiwa merupakan alat untuk menampung semua anugerah Tuhan yang setiap saat dicurahkan kepada kita. Pribadi yang baik akan bertemu pribadi yang baik. Kesalehan yang ditopang dengan profesionalitas, akan menghasilkan tim kerja yang super. 

Kolaborasi, Mengejar Kebermanfaatan

Saya mengamini pendapat betapa adaptasi merupakan skill utama manusia yang memungkikan bisa bertahan dan sukses di tiap zaman. Adaptasi memungkinkan kita untuk memetakan tantangan sekaligus menyiapkan road-map untuk menghasilkan solusi untuk melampaui setiap masalah yang ada. Di dalam adaptasi itu, manusia mendapatkan pelajaran berharga bahwa kita tidak bisa hidup sendiri, kita harus berkolaborasi. 

Bahkan, saat ini, kolaborasi tidak hanya manusia dengan manusia saja. Era digital memungkinkan manusia berkolaborasi dengan mesin, Artificial Intelligence (AI). Nah, pada konteks inilah sebenarnya tantangan muncul: bagaimana kita membangun keselarasan agar bisa berkolaborasi dengan AI? 

Majalah Forbes mewanti-wanti agar pemimpin-pemimpin digital bisa menjawab tantangan ini. “Digital leaders need to find new techniques for leading and supporting a new mixture of ‘workers’ made up both human and machine”. Harus ada strategi untuk mengharmoniskan keduanya, agar tercipta kebijakan dan karya yang menjawab tantangan zaman, meluaskan kebermanfaatan. 

Apa strategi paling tepat menghadapi situasi ini? Teruslah menjadi pembelajar dan mengaktualisasikan diri sebagai pribadi yang bermanfaat. Setiap manusia dicetak sebagai pemimpin, setidaknya untuk dirinya sendiri dan keluarga. Setiap orang punya nilai kepemimpinan dalam kadar atau level masing-masing.

Meski era kerja bersama antara manusia dan robot/mesin ini belum sepenuhnya di depan mata, tapi pandemi mengajarkan kita betapa percepatan zaman sudah terjadi. Situasi pandemi yang terjadi hampir dua tahun terakhir, menjadi pelajaran berharga bahwa kita perlu bersiap dengan perubahan yang sangat cepat. Kita bekerja dengan data, menganalisa data-data untuk mendorong kebijakan yang lebih tepat sasaran.

Manusia diberi anugerah kecerdasan dan perasaan/hati. Inilah yang menjadikan kita sebagai makhluk istimewa di muka bumi. Selain itu, tugas sebagai manusia haruslah ditopang dengan kesungguhan untuk menjadi bermanfaat. Karena dengan kebermanfaatan itu, kita bisa terus bergandeng tangan dan tersenyum bersama. (*)

 

***

* Oleh Dr. M. Hasan Chabibie, Pengasuh Pesantren Baitul Hikmah, Depok Jawa Barat, mengabdi sebagai Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemendikbudristek RI dan Plt. Ketua Umum Mahasiswa Ahlith-Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah (MATAN).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES