Pendidikan

Dies Natalis ke-39 UWM, Mahfud MD Minta Dosen Jangan Jadi Diktator

Kamis, 07 Oktober 2021 - 16:27 | 21.95k
Ketua Yayasan Mataram sekaligus Menkopolhukam RI, Prof Mahfud MD saat menyampaikan paparan dalam sambutannya di acara perayaan Dies Natalis ke-39 UWM. (Foto: Dok. UWM Yogyakarta)
Ketua Yayasan Mataram sekaligus Menkopolhukam RI, Prof Mahfud MD saat menyampaikan paparan dalam sambutannya di acara perayaan Dies Natalis ke-39 UWM. (Foto: Dok. UWM Yogyakarta)

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Ketua Yayasan Mataram sekaligus juga Menko Polhukam RI, Prof Mahfud MD menegaskan bahwa para pengajar di kampus tak perlu menjadi seorang  diktator yang hanya mengandalkan ajarannya pada diktat serta ujian semata.

Artinya, membuat diktat, disampaikan di kelas, lalu ujiannya hanya keluar dari diktat, tanpa membuat studi terhadap buku yang harus di baca dan soal-soal ujian berasal dari buku yang tidak ada di dalam diktat yang disampaikan di dalam ruang kuliah.

Hal ini ia sampaikan dalam sambutannya di acara perayaan Dies Natalis ke-39 Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta melalui aplikasi Zoom, Kamis (7/10/2021).

"Sekarang sudah banyak buku elektronik. Supaya dibiasakan tukar menukar informasi tentang buku baru terutama yang terkait dengan ilmu-ilmu yang dikembangkan di UWM ini," ujar Mahfud MD.

Lebih lanjutnya, dirinya menekankan pentingnya kampus terus mengembangkan budaya literasi dalam dunia pendidikan. Kampus harus mampu membangun keyakinan kepada para mahasiswa, agar menyadari dan menghayati bahwa dunia kemahasiswaan, dunia perguruan tinggi itu adalah dunia yang mulai mandiri.

"Mahasiswa tidak lagi terlalu banyak bergantung pada kuliah-kuliah di kelas, tetapi sebagian besar ilmu yang harus diperoleh dari setiap mata kuliah itu harus dicari sendiri," ucapnya.

Tentang kampus berbasis budaya, Menkopolhukam RI tersebut mengingatkan kembali bahwa berdirinya UWM ini tidak dimaksudkan untuk menambah daftar perguruan tinggi yang jumlahnya hampir 100 pada waktu itu di DIY, tetapi ingin memberi sumbangan bagaimana universitas itu dikembangkan berdasarkan kearifan budaya Indonesia.

"Apa itu budaya? Budaya adalah hasil daya kita, rasa, dan karsa manusia. Oleh sebab itu kalau mau berbasis budaya, maka pendidikan yang dibangun di UWM ini adalah pendidikan yang menimbulkan ide-ide besar, membiasakan mahasiswa agar memiliki ide-ide orisinil, pembaharuan, tetapi tidak membahayakan," paparnya.

Meski demikian, rasa, artinya kearifan hati nurani juga harus tetap ada, sehingga setiap apapun yang dibangun harus berbasis kemanusiaan, berbasis kemaslahatan.

"Sementara karsa adalah kreativitas, sehingga apabila dilihat hasil produk budaya adalah hasil ciptaan manusia dengan penuh rasa dan karsa, maka yang muncul dari kebudayaan adalah keindahan dan kearifan," kata Prof Mahfud.

Memperingati hari lahirnya 7 Oktober, civitas akademika UWM merayakan Dies Natalies  tersebut di Pendopo Agung Ndalem Mangkubumen Yogyakarta. Acara bertajuk "Hamemayu Hayuning Widya Mataram dalam Membangun Budaya dan Karakter Bangsa” dihelat secara luring dengan undangan tamu terbatas serta daring melalui zoom.

Selain Mahfud MD, ikut memberikan sambutan dalam acara tersebut Ketua L2DIKTI V Bhimo Widyo Andoko serta Laporan Tahunan Rektor UWM Prof Edy Suandi Hamid. Orasi Ilmiah disampaikan Dr Octiva Anggraini berjudul 'Gender Digital Divide dan Pemberdayaan Perempuan'. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES