Kopi TIMES

Kedaulatan Pangan

Kamis, 07 Oktober 2021 - 01:28 | 69.16k
Agus Riyanto, S.P; Pemerhati sosial dan politik, berdomisili di Yogyakarta.
Agus Riyanto, S.P; Pemerhati sosial dan politik, berdomisili di Yogyakarta.

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Sebagai negara agraris bangsa Indonesia memiliki keunggulan tanah yang subur. Salah satu potensi alami yang membentang dari Sabang sampai Merauke, sehingga sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani.

Besarnya potensi tersebut apakah kemudian telah dapat dimanfaatkan bagi kemakmuran rakyatnya? Tentu diperlukan berbagai parameter untuk dapat menjawabnya. Sebagai negara agraris, semestinya dalam hal memenuhi kecukupan akan bahan pangan berkualitas bagi rakyat bukanlah menjadi persoalan serius. Bahkan Indonesia mampu melakukan swasembada pangan seperti yang pernah terjadi pada periode tahun 1984. di mana dalam sejarah Indonesia mendapat penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan pertanian Dunia). Sebagai negara penghasil beras terbesar di dunia.

Keberhasilan tersebut sayangnya tidak dapat dilakukan secara konsisten untuk jangka waktu yang lama. Sehingga setelah tahun 1994, Indonesia tidak lagi sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri. Sehingga mulailah di buka kran impor produk pangan terutama beras dari negara tetangga.

Ada beberapa faktor tentunya yang mempengaruhi hal tersebut. Selain menurunnya kualitas lahan pertanian yang ada, konversi lahan pertanian ke pembangunan infrastruktur permukiman dan jalan turut mempengaruhi penurunan produktivitas lahan pertanian. Yang secara langsung dapat mengurangi luas lahan pertanian akibat terjadi penyusutan lahan budidaya, terutama terdapat di pulau Jawa.  

Pembangunan yang terjadi begitu pesat utamanya pulau Jawa secara otomatis menggerus keberadaan lahan produktif. Padahal di satu sisi kualitas lahan yang ada sangatlah bagus dalam hal tingkat kesuburannya. Penyusutan lahan yang terjadi secara terus menerus ini tentu tidak menguntungkan bagi masa depan pembangunan pertanian kita. Hal tersebut akan berakibat kepada ketergantungan impor pangan dari negara lain.

Kebijakan Pembangunan Pertanian

Kementrian ATR/BPN pada tahun 2020 merilis Luas Baku Sawah (LBS) Indonesia tinggal 7,46 Juta hektar. berdasarkan perhitungan ulang tersebut pemerintah mencatat total 7.463.948 ha lahan exiting yang secara terus menerus di tanami padi maupun diselingi komoditas lainnya seperti jagung. Itu artinya lahan sawah yang tidak di tanami satu komoditas padi saja. Menyikapi hal tersebut paling tidak ada beberapa hal yang mendesak untuk secara terus menerus dapat di ambil oleh pemerintah dan pemangku kepentingan.

Pertama, diperlukan konsistensi dalam menekan laju penyusutan lahan atau alih fungsi lahan pertanian. Pemerintah dalam hal ini Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Pertanian sejatinya dapat menjadi lembaga yang benar-benar memastikan pemanfaatan lahan pertanian khususnya, sesuai peruntukannya mulai dari pusat sampai tingkat daerah kabupaten/kota. Di harapkan tidak ada lagi lahan hijau maupun lahan pertanian produktif yang berubah fungsi akibat dari pembangunan infrastruktur. Hal tersebut dipandang strategis demi keberlangsungan pertanian disetiap daerah terlebih daerah-daerah yang di kenal sebagai lumbung pangan.

Kedua, Aspek Sustainable Agriculture/ Pertanian berkelanjutan.  Keberlangsungan pembangunan pertanian di Indonesia harus terus menerus berkelanjutan dalam jangka panjang. Menjamin keberlangsungan sumber daya pertanian yang bertujuan meningkatkan produksi dan kualitas hasil pertanian yang bermuara kepada peningkatan kesejahteraan petani, serta pihak yang terlibat di dalamnya. Perbaikkan sarana penunjang pertanian seperti saluran irigasi, benih berkualitas, ketersediaan pupuk dan modernisasi alat mekanisasi pertanian setidaknya akan dapat meningkatkan produktivitas pertanian di masa depan.

Ketiga, Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) pertanian. Kenyataan menunjukkan sumber daya manusia yang terlibat aktif dalam sektor pertanian tradisional di negara kita masih di dominasi oleh petani dengan rentang usia di atas 50 tahun atau pada usia lanjut. Dimana kelompok usia produktif pada rentang usia 25-40 tahun hanya sebagian kecil saja yang terlibat secara langsung dalam pertanian.

Hal inilah yang juga menjadi hambatan dan sekaligus sebuah peluang, bagaimana kemudian dapat mencetak insan pertanian dari kaum muda. Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya semacam “image” tentang petani sebagai kelas bawah yang tidak memberikan keuntungan menjanjikan, paradigma ini yang perlu direduksi. Selain SDM petani sebagai prioritas dalam rangka meningkatkan hasil pertanian, petugas-petugas yang terlibat dalam pertanian semacam penyuluh pertanian juga di tuntut mampu memberikan terobosan maupun solusi dari permasalahan yang di hadapi petani kita.

Selain hal tersebut di atas yang tidak kalah penting adalah terus mendorong agar pembukaan areal pertanian atau sawah baru di luar Pulau Jawa, dapat dilakukan secara terus menerus. Tentu hal ini dalam rangka menggantikan penyusutan sawah yang terjadi. Agar ketersediaan lahan pertanian untuk bercocok tanam tetap terjaga lestari. Sehingga bangsa Indonesia perlahan dapat menjadi negara yang mampu menghasilkan Swasembada Pangan yang bertujuan kepada ketahanan pangan dalam negeri sekaligus menjadi negara pengekspor pertanian keluar negeri. Serta dapat mewariskan kekuatan sektor pertanian sebagai negara agraris kepada generasi yang akan datang.

***

*) Oleh : Agus Riyanto, S.P; Pemerhati sosial dan politik, berdomisili di Yogyakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES