Ekonomi

Soroti RUU HPP Terkait Kenaikan Pajak PPN, Begini Kata Ahli Perpajakan di Kendal

Selasa, 05 Oktober 2021 - 15:56 | 42.79k
Keterangan: Ahli Perpajakan di Kendal, Mardiyono, saat menjelaskan terkait peraturan perpajakan, di PA Kendal, Selasa 05/10/2021 (Foto: Zamroni/TIMES Indonesia)
Keterangan: Ahli Perpajakan di Kendal, Mardiyono, saat menjelaskan terkait peraturan perpajakan, di PA Kendal, Selasa 05/10/2021 (Foto: Zamroni/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, KENDAL – Salah satu pakar atau ahli perpajakan di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Mardiyono, menyatakan tidak sepakat atas Rancangan Undang-Undang atau RUU tentang Ketentuan Umum Perpajakan, yang kemudian disepakati menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP).

Menurutnya, jika itu disetujui maka akan berdampak dan melemahkan daya jual-beli masyarakat serta bisa memberatkan rakyat. Ada beberapa poin dalam RUU tersebut yang dinilai Mardiyono nantinya bisa berdampak pada lemahnya jual-beli masyarakat.

Salah satunya, rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen yang akan diberlakukan mulai 1 April 2022 dan 12 persen yang berlaku paling lambat tanggal 1 Januari 2025, itu bisa memberatkan rakyat.

"Harusnya Pemerintah memberikan insentif dan fasilitas perpajakan kepada masyarakat berpendapatan rendah.Tapi RUU ini kesannya justru terus mengejar sumber-sumber perpajakan dari masyarakat berpendapatan rendah. Kalau sistem administrasi perpajakan seperti itu menurut saya tidak efisien, justru bisa menghambat pertumbuhan pembangunan," kata Mardiyono, saat di jumpai oleh wartawan TIMES, di Pengadilan Agama Kendal, Selasa (05/10/2021).

Pria kelahiran asal Kaliwungu itu menilai, kenaikan PPN hingga 11 persen pada pajak kebutuhan pokok, jasa Pendidikan, pelayanan sosial, jasa Kesehatan medis itu bisa memberatkan rakyat serta tidak memenuhi prinsip keadilan.

"Rencana kenaikan tarif PPN menjadi 11% yang akan diberlakukan mulai 1 April 2022, dan 12% berlaku paling lambat tanggal 1 Januari 2025, menurut saya perlu dikaji ulang. Harusnya yang dinaikkan PPH (pajak penghasilan) bukan PPNnya," terangnya.

Selain itu, lanjut penasehat yayasan LBH Jakerham, jika nanti PPH juga ingin ikut dinaikkan, maka juga harus ada batasan nilai atau prosentase. Jadi ketika masyarakat berpenghasilan tinggi mencapai prosentase hingga 1 miliar baru dinaikkan PPH, jika dibawah itu menurut saya PPH tidak usah dinaikkan," tegasnya.

Mantan konsultan perpajakan itu juga menganggap, kenaikkan tarif PPN akan kontraproduktif dengan rencana pemulihan ekonomi nasional.

"Sumber PPN terbesar berasal PPN dalam negeri, berupa konsumsi masyarakat, dan PPN impor, yang merupakan konsumsi bahan modal dan bahan baku bagi industri. Artinya, kenaikan tarif PPN tidak hanya melemahkan daya beli masyarakat, tetapi juga akan meningkatkan tekanan bagi perekonomian nasional," imbuhnya.

Sementara, dikutip dari Liputan6.com, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam juga menolak terhadap RUU HPP kenaikan pajak PPN.

Menurutnya, dalam pengambilan keputusan di Komisi XI, FPKS memberikan catatan penolakan utamanya terhadap pengenaan pajak kebutuhan pokok, jasa Pendidikan, pelayanan sosial, jasa Kesehatan medis.

Ecky menambahkan, Fraksi PKS berpendapat bahwa penghapusan barang dan jasa yang tidak dikenai PPN, seperti barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan dan dikonsumsi oleh rakyat banyak, jasa kesehatan medis, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, jasa keagamaan dan lainnya, akan membebani rakyat.

“Serta berdampak negatif terhadap kesejahteraan dan perekonomian. Seharusnya barang dan jasa tersebut masih dikecualikan sebagai barang dan jasa kena pajak, sehingga barang dan jasa tersebut bukan menjadi objek PPN,” ungkapnya.

Selain itu, lanjut Ecky, Fraksi PKS menolak pasal-pasal terkait dengan program pengungkapan sukarela wajib pajak sebagaimana yang dipahami publik sebagai program “Tax Amnesty jilid 2” karena menunjukan kebijakan perpajakan kita yang semakin timpang dan jauh dari prinsip-prinsip keadilan.

“Pada tahun 2016 Fraksi PKS secara resmi menolak Tax Amnesty yang didasari oleh sikap sesuai platform kebijakan pembangunan PKS dimana kebijakan perpajakan adalah menegakkan prinsip keadilan,” pungkasnya terkait RUU HPP.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES