Kopi TIMES

Optimalisasi Peran Perpustakaan Daerah dalam Mewujudkan SDGs Desa

Senin, 04 Oktober 2021 - 17:30 | 103.99k
Suci Ramadhani Putri, S.H.
Suci Ramadhani Putri, S.H.

TIMESINDONESIA, JAKARTAKONDISI literasi di Nusa Tenggara Barat (selanjutnya NTB) sebagaimana yang diungkapkan oleh Dinas Perpustakaan dan Arsip NTB pada tahun 2019, bahwa NTB berada di posisi ke 31 dari 34 provinsi  (68.36). NTB berada pada posisi di atas Papua, Papua Barat dan Sulawesi Utara.

Indikator rendahnya minat baca di NTB, dari 100 ribu penduduk, hanya ada satu orang yang membaca buku. Masih rendahnya minat baca di NTB juga dipengaruhi oleh tingkat buta aksara yang masih tinggi. 

Angka buta aksara penduduk usia 15 tahun pada tahun 2013 sampai tahun 2017 sangat fluktuatif., namun ada kecenderungan menurun dari tahun 2014 sampai tahun 2017. Capaian buta aksara tahun 2017 sebesar 12.86 persen, artinya pada tahun 2017 angka melek aksara di NTB sebesar 87.14 persen penduduk usia 15 tahun ke atas mampu membaca dan menulis.

Sementara itu di tingkat kabupaten angka melek aksara tertinggi berada di Kabupaten Sumbawa barat yaitu sebesar 94.63 persen. Apa kabar dengan Kabupaten Lombok Utara (selanjutnya KLU)? KLU pada tahun 2017 angka melek aksara hanya sebesar 16.54 persen.

Pembangunan berkelanjutan melalui Sustainable Development Goals (SDGs) Desa yang diinisiasi oleh Kementerian Desa. SDGs Desa adalah pembangunan total atas desa-desa yang ada di Indonesia. Seluruh aspek pembangunan harus dirasakan manfaatnya oleh seluruh warga desa tanpa ada yang terlewat (no one left behind).

Pembangunan desa mengarah pada 18 tujuan pembangunan berkelanjutan; Pertama, Desa Tanpa Kemiskinan. Kedua, Desa Tanpa Kelaparan. Ketiga, Desa Sehat Sejahtera. Keempat, Pendidikan Desa Berkualitas. Kelima, Keterlibatan Perempuan Desa.

Keenam, Desa Layak Air Bersih Dan Sanitasi. Ketujuh, Desa Berenergi Bersih dan Terbarukan. Kedelapan, Pertumbuhan Ekonomi Desa Merata. Kesembilan, Infrastruktur Dan Inovasi Desa Sesuai Kebutuhan. Kesepuluh, Desa Tanpa Kesenjangan.

Kesebelas, Kawasan Permukiman Desa Aman dan Nyaman. Keduabelas, Konsumsi Desa Dan Produksi Desa Sadar Lingkungan. Ketigabelas, Desa Tanggap Perubahan Iklim. Keempatbelas, Desa Peduli Lingkungan. Kelimabelas, Desa Peduli Lingkungan Darat. Keenambelas, Desa Damai Berkeadilan. Ketujuhbelas, Kemitraan Untuk Pembangunan Desa dan Kedelapanbelas, Kelembagaan Desa Dinamis Dan Budaya. 

Peran perpustakaan di tengah masyarakat saat ini bukan lagi sekedar sebagai tempat membaca buku ataupun tempat menyimpan koleksi bahan bacaan. Lebih dari itu, perpustakaan harus menjadi tempat menyalurkan berbagai ilmu pengetahuan (transfer knowledge) untuk seluruh masyarakat.

Perpustakaan juga menjadi salah satu sarana pokok untuk meningkatkan budaya literasi. Budaya literasi mengandung makna bahwa melek literasi harus menjadi sebuah kebiasaan, yang kemudian kebiasaan itu terus-menerus dilakukan, sehingga akan membudaya dan pada akhirnya menjadi budaya.

Sementara itu, literasi merupakan sesuatu yang begitu penting dalam kehidupan manusia, karena manusia akan membutuhkan literasi dalam segala aspek kehidupannya. Literasi berguna untuk hubungannya dengan sesama manusia (hablunminannas) maupun hubungannya dengan Tuhan (hablunminalAllah) bahkan alam (hablunminalalam).

Perpustakaan Daerah, khususnya terhadap Perpustakaan Daerah yang ada di KLU, penulis menghadirkan sebuah inovasi, yakni; Program Berbasis Desa: Optimalisasi Peran Perpustakaan Daerah Dalam Mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) Desa. Diharapkan dengan inovasi program yang berbasis desa ini, Perpustakaan Daerah KLU dengan mengoptimalkan peran dan fungsinya, mampu menyentuh langsung masyarakat yang ada di desa-desa KLU untuk meningkatkan budaya literasi masyarakat. Inovasi program ini memiliki berbagai keunggulan jika dibandingkan dengan inovasi-inovasi yang lain, program ini akan berhasil terlebih apabila dilakukan dengan semangat gotong royong dari berbagai elemen masyarakat. 

Keunggulan utama dari program ini adalah sebagaimana kondisi sosial masyarakat yang ada di KLU, bahwa mayoritas masyarakatnya adalah masyarakat yang tinggal di pedesaan. Tidak adapat dipungkiri, situasi pedesaan berbeda dengan di kota. Dimana jika di kota, masyarakatnya bisa dengan mudah mengkases moda trasportasi dan juga layanan publik, sebaliknya dengan di desa. Saat ini, akses perpustakaan di KLU satu-satunya adalah hanya Perpustakaan Daerah KLU. Bagaimana kemudian masyarakat dapat meningkatkan budaya literasinya, sedangkan sarana dan prasarananya masih minim.

Untuk itu, sebagaimana program berbasis inklusi sosial yang diinisiasi oleh Perpusnas (Perpustakaan Nasional), dimana program ini juga memang menegaskan bahwa peningkatan budaya literasi harus merata untuk seluruh masyarakat Indonesia, tidak terkecuali masyarakat yang ada di desa-desa.

Pilihan program pertama yang ditawarkan dalam tulisan ini adalah Perpustakaan Daerah KLU dapat menghadirkan sarana penunjang untuk meningkatkan budaya literasi masyarakat KLU. Memberikan bantuan buku kepada komunitas-komunitas pegiat literasi, lembaga pemasyarakatan (NGO), fasilitas kesehatan (puskesmas), maupun sekolah-sekolah yang terletak di pedesaan.

Atau juga dengan ekstensifikasi layanan perpustakaan melalui mobil atau motor perpustakaan keliling. Diharapkan dengan tersedianya sarana seperti buku-buku sedekat mungkin dengan masyarakat, maka masyarakat dapat digugah minatnya untuk kemudian membaca dan dapat meningkatkan budaya literasi masyarakat KLU.

Pilihan program kedua yaitu Perpustakaan Daerah KLU dapat menjalin kemitraan dengan komunitas/pegiat literasi maupun lembaga pemasyarakatan, terutama seperti karang taruna untuk mengentaskan buta aksara masyarakat KLU. Kondisi buta aksara umumnya dialami oleh para orang tua, baik ibu-ibu (inaq-inaq), bapak-bapak (amaq-amaq), hingga kakek-kakek (papuq-papuq) dan nenek-nenek (bapuk-bapuk). Para mitra tersebut kemudian dapat berkoordinasi dengan pihak desa untuk mengadakan pembelajaran terkait keaksaraan.

Setiap desa umumnya memiliki lembaga karang tarunanya sendiri, jika setiap desa bersama dengan lembaga karang tarunanya mengadakan pembelajaran rutin terkait keaksaraan ini, maka bukan tidak mungkin, masyarakat KLU akan terbebas dari buta aksara.

Setelah peningkatan tingkat budaya literasi masyarakat KLU terselesaikan, maka hal ini juga akan berdampak pada peningkatan poin untuk 18 tujuan SDGs Desa. Hal ini karena segalanya dimulai dari literasi, segalanya dimulai dari iqra’ atau membaca.

Di bidang sosial, ketika masyarakat KLU sudah memiliki budaya literasi yang tinggi, maka masyarakatnya juga akan lebih perduli terhadap arti penting pendidikan, keterlibatan perempuan dan menjunjung keadilan. Di bidang ekonomi, ketika masyarakat KLU sudah memiliki budaya literasi yang tinggi, maka masyarakatnya juga akan lebih perduli terhadap arti penting ekonomi yang merata, tanpa kelaparan, sehat dan sejahtera.

Terhadap alam sekitar, ketika masyarakat KLU sudah memiliki budaya literasi yang tinggi, maka masyarakatnya juga akan lebih perduli terhadap arti penting air bersih, sanitasi yang layak, energi ramah lingkungan, dan menjaga kelestarian alam. Kesemuanya akan bermuara kepada ketenangan batin, karena manusia akan selalu diawasi segala perbuatannya, maka ketika perbuatan yang dilakukannya bermanfaat untuk sesama manusia bahkan alam, maka Tuhan pun akan meridhai.

Kesimpulan dari tulisan ini adalah penulis menawarkan beberapa inovasi untuk program berbasis desa yang dapat dilakukan Perpustakaan Daerah KLU untuk optimalisasi perannya dalam rangka mewujudkan SDGs Desa. Pertama, Perpustakaan Daerah KLU dapat memberikan donasi buku kepada komunitas literasi atau komunitas lainnya yang dekat dengan masyarakat desa. Kedua, Perpustakaan Daerah KLU dapat menjalin kemitraan dengan komunitas/pegiat literasi maupun lembaga pemasyarakatan, terutama seperti karang taruna untuk mengentaskan buta aksara masyarakat KLU. Peningkatan budaya literasi masyarakat KLU akan berdampak pula terhadap peningkatan 18 tujuan SDGs Desa. 

Melalui tulisan ini, penulis berharap dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Perpustakaan Daerah KLU untuk merealisasikan inovasi program dari penulis ini. Semangat gotong royong dari setiap elemen masyarakat berperan penting agar program ini dapat terealisasikan.

***

*) Oleh : Suci Ramadhani Putri, S.H.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES