Peristiwa Nasional

Gus Haris Genggong; Padukan Ilmu Silo, Silat, dan Silaturahim

Senin, 27 September 2021 - 22:44 | 101.33k

TIMESINDONESIA, JAKARTA – "Sudahlah. Muslim punya kewajiban untuk mendoakan sesama. Siapapun tanpa terkecuali. Terutama mereka yang sedang kesusahan, terkena musibah, atau yang tertimpa kemalangan."

Kalimat bijak itu viral. Di grup-grup WA. Juga di status-status. Pula di medsos lainnya. Sesaat setelah KPK meng-OTT dua tokoh Probolinggo kala itu. Bupati dan suaminya.

Kata-kata itu menenangkan masyarakat. Publik Kota Bayu Probolinggo. Meredam caci maki yang merebak dan masif. Melampiaskan kekesalan mereka.

"Kita bangun husnudzan sambil mengikuti proses hukum. Kita doakan kabupaten ini selalu dinaungi kebaikan dan keberkahan. Dapat barokah para guru dan wali. Sehingga siapapun nanti yang bertangggung jawab atas kabupaten ini mampu menyejahterakan rakyatnya," sambungnya.

Kalimat-kalimat penyejuk itu keluar dari sosok Gus Haris. Nama lengkap plus gelarnya Dokter Muhammad Haris MKes. Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong, Probolinggo, Jatim.

Kiai milenial ini di lingkungan santri dan masyarakat Probolinggo, akrab disapa Non Haris. Kalau di Jatim kami biasa memanggilnya Gus Haris Genggong.

Sosok gus muda ini sekarang lagi ngetop. Di kalangan milenial Probolinggo. Juga Jatim. Dari beragam komunitas. Mulai sepeda onthel, moge, silat, hingga dunia musik.

Muhammad Haris lahir pada 27 September 1974. Atau hari ini, 47 tahun lalu. 

Ia putra pertama Neng Sus (Ny Hj Diana Susilowati) dan Almaghfurullah KH Damanhury Romly. Paduan dua pesantren besar di Jatim. Neng Sus pengasuh PP Zainul Hasan Genggong Probolinggo. Kiai Damanhury, pengasuh PP Darul Ulum, Peterongan, Jombang. 

Lengkap. Dari Jombang cucu Kiai Romly Tamim. Yang mursyid Thariqah Qadiriyah wa Naqsabandiyah itu. Dari Probolinggo cucu Kiai Hasan Genggong yang sangat disegani di kawasan tapal kuda.

Ketokohan Gus Haris sangat menonjol akhir-akhir ini. Sebenarnya sih sudah sejak remaja. Waktu di Darul Ulum, Jombang, Gus muda ini sudah asyik orangnya. Gaul.

Penulis yang mengenal sosok muda ini sejak di Peterongan Jombang sudah cukup merasakan auranya. Apalagi putra Kiai Damanhury ini juga telah memiliki banyak keistimewaan. 

Mbah KH Syaubari Kepuhdoko, Tembelang, kakek penulis, yang juga santri Kiai Romly Tamim, juga sahabat dekat Kiai Damanhury dan Kiai Mustain, cukup banyak cerita tentang putra putri sahabatnya itu. Banyak sekali cerita. 

"Peterongan kuwi ono telu kiai. Seng silo, silat, lan silem. Iku didikan Mbah Yai Romly yo telu kuwi. (Di Peterongan - PP Darul Ulum - itu punya kiai yang silo (ahli wirid), silat (bergerak di luar pondok), dan silem (ahli tirakat dan tidak pernah mengurusi duniawi). Semua itu didikannya Mbah Kiai Romly)." Begitu dawuh kakek saya kala itu. Sebelum menitipkan penulis ke Kiai Mustain, paman Gus Haris. 

Dan, ketiga tipe kiai Peterongan itu pasti sampai ke anak cucunya. Sampai sekarang. 

Karenanya, ketika memahami sosok Gus Haris ini, saya pun langsung ngeh. Tahu dan paham. 

Apalagi sesungguhnya juga sudah nyambung hati lama. Waktu sama-sama di Peterongan. Juga usia kami tak begitu jauh. Terpaut setahunan. 

Maka, saat sosok Gus Haris mencapai zaman "keemasan" seperti sekarang, ingatan pun langsung ke Peterongan. Karena dalam diri Gus Haris ini lengkap. 

Ia kiai yang menjalani ilmu silo. Juga melakoni ilmu silat. Plus sekarang dimodifikasi dengan ilmu silaturahim.

Walhasil, sosok Gus Haris ini pun menjadi jujukan dan rujukan. Oleh umat. Pejabat. Masyarakat. Dan, mereka-mereka yang kesandung kuwalat. Semuanya ke Gus Haris yang punya kekhasan ngemong ini. 

Apalagi perannya di Pesantren Zaha Genggong saat ini cukup banyak. Strategis dalam memajukan pesantren. Salah satunya sebagai Kepala Biro Kepesantrenan dan mengelola bidang kesehatan. 

Belum lagi sederet aktivitasnya yang lain. Sangat banyak. Beragam. Semua dirangkulnya. Berkah ilmu silaturahim dari umiknya, Neng Sus.

Sugeng milad ke-47 Gus Haris Genggong. Semoga terus istiqamah dan amanah di jalur silo, silat, dan silaturahin Sampean seperti harapan dan pesan keluarga besar Darul Ulum dan Zaha. Jangan melupakan tradisi keilmuan pesantren. Jaga istiqamah dan amanah.

Segeralah menyelesaikan doktor dan mengurus guru besar Sampean. Agar Abah dan Umik, serta keluarga Darul Ulum dan Zaha tersenyum bangga. Apalagi Sampean segera akan sering dipanggil Mbah Yai Haris Genggong. Karena usia Sampean yang makin sepuh. Beberapa tahun lagi. (*)

* Penulis adalah Khoirul Anwar. Sahabat dan santri Sampean

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rifky Rezfany

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES