Indonesia Positif

Belum Ada Unsur Pidana di Kasus Fetish Mukena, Pelaku Ternyata Kelainan Sejak Lama

Senin, 20 September 2021 - 18:14 | 35.36k
Pelaku Fetish Mukena (DA) saat berada di konferensi Pers Polresta Malang Kota, Senin (20/9/2021). (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)
Pelaku Fetish Mukena (DA) saat berada di konferensi Pers Polresta Malang Kota, Senin (20/9/2021). (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Polresta Malang Kota mendatangkan pelaku fetish mukena, yakni DA untuk mengklarifikasi atas kasus yang telah DA lakukan kepada banyak korban.

Dalam konferensi pers, Kasatreskrim Polresta Malang Kota, Kompol Tinton Yudha Riambodo menjelaskan bahwa hingga saat ini pihaknya terus melakukan penyelidikan bersama Kominfo Jatim atas adanya kasus tersebut.

"Dari keterangan ahli, sesuai gambar yang di upload di twitter, akun mukena tersebut tidak masuk dalam kategori pendistribusian kesusilaan, karena tidak menampilkan gambar secara utuh yang mengandung unsur kesusilaan," ujar Tinton, Senin (20/9/2021).

Adapun komentar tak senonoh yang berhasil didapatkan oleh pihak Polresta Malang Kota. Apalagi, menurut Tinton, media sosial bersifat terbuka dan siapa saja bisa memberikan komentar. 

Maka, lanjut Tinton, DA tidak bisa dijerat dalam pindana lantaran juga tak ada unsur pidana dalam komentar yang ada.

"Disini kita tetap menindaklanjuti secara profesional dan memproses kasus ini secara mendalam berdasarkan fakta, bukti dan keterangan yang ada. Kalau sementara ini kami masih mendalami hasil koordinasi. Jika terbukti masuk pidana pasti akan ditindak, tapi kalau tidak masuk ya terpaksa akan kita hentikan," ungkapnya.

Selanjutnya, Pakar psikologis klinis, Sayekti Pribadi Ningtyas yang ikut hadir pada konferensi pers tersebut membeberkan bahwa DA sebagai pelaku fetish mukena tersebut ternyata memang memiliki kelainan fetish sejak berusia kelas 4 SD. Hal ini diungkapkannya usai melakukan pemeriksaan secara mendalam kepada DA.

"Kalau standar psikologis klinis bahwa untuk menyebutkan sesuatu itu masuk pada kategori gangguan itu kriteria sekurang-kurangnya 6 bulan intens terhadap satu objek. Nah DA ini sangat lebih dari 6 bulan, karena mulai dari 4 SD, ya kurang lebih usia 10 tahun sampai hari ini," tuturnya.

Sayekti juga menjelaskan, dari keterangan DA sendiri, ternyata sejak SD yang bersangkutan sudah pernah dibawa ke psikolog dan melakukan terapi. Akan tetapi, menurutnya tak dilakukan secara intens, sehingga DA tetap berkelanjutan dengan fetish mukenanya.

"DA kini menggunakan mukena untuk fetishnya. Tidak tertarik pada benda-benda lain dan DA melakukan pemenuhan hasrat seksualnya dengan mukena setiap hari dan DA tidak mampu menahan atau mengendalikan fetish itu. Secara spesifikasi, DA lebih menyukai mukena berbahan satin," jelasnya.

Sementara itu, DA yang dihadirkan dalam konferensi pers, mengakui kesalahan yang ia perbuat dan dirinya berjanji akan melakukan terapi terkait kejiwaannya.

"Saya minta maaf secara pribadi kepada warga Malang Raya, khususnya para model yang fotonya saya posting di akun twitter. Saya akan melakukan terapi terkait kejiwaan saya. Sekali lagi saya ucapkan maaf," katanya.

Pelaku fetish mukena ini pun juga pasrah atas proses hukum yang berjalan dan akan menerimanya jika ia nantinya akan dihukum. "Secara pribadi saya bersedia apabila tindakan saya tersebut melanggar hukum. Maka akan diproses secara hukum dengan hukum yang berlaku saat ini," katanya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES