Peristiwa Daerah

Utak-atik Gawai Terapis Pijat Netra di Tengah Pandemi

Minggu, 19 September 2021 - 14:13 | 89.62k
Terapis pijat netra Kota Malang, Klemens alias Bobby, saat ditemui di rumahnya yang sekaligus tempat ia bekerja. (Foto: Naufal Ardiansyah/TIMES Indonesia)
Terapis pijat netra Kota Malang, Klemens alias Bobby, saat ditemui di rumahnya yang sekaligus tempat ia bekerja. (Foto: Naufal Ardiansyah/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Rumah lantai satu berukuran lima meter itu tampak sunyi. Hanya ada suara bocah yang mendorong mobil mainan. Pagi itu, Kamis (9/9/2021), Klemens termenung dengan tatapan kosong. Pandangan terapis pijat netra ini mengarah ke plafon rumahnya, sementara handphone androidnya didekatkan ke telinga sembari dimainkan dengan jari telunjuk.

Sejak kecil, Klemens dipanggil Bobby. Nama itu melekat hingga sekarang. Tak banyak aktivitas yang dilakukan. Sebagai seorang terapis pijat netra, Bobby tidak lepas dari handphonenya. Ia menunggu telepon dari klien, berharap ada pasien pijat yang hendak datang atau memanggilnya.

“Aktivitasnya jauh banget, Mas. Biasanya dulu sehari bisa empat, (pandemi) ini satu minggu hanya empat pasien. Itu pun kalau ada,” kata pria 29 tahun itu.

Wali Kota Malang, Sutiaji, pada 15 Mei 2020 mengeluarkan Peraturan Wali Kota Malang Nomor 17 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019. Salah satu poinnya melarang panti pijat beroperasi.

Peraturan itu, kata Bobby, babak baru dunia terapis pijat dimulai. Ia menceritakan bagaimana besarnya pengaruh pandemi Covid-19 terhadap satu-satunya profesi yang bisa dijalani. Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, ia hanya bisa mengirit pengeluaran. Sedangkan pendapatan turun drastis.

“Pekerjaan saya hanya di bidang pijat, karena hanya itu yang saya bisa. Pandemi ini kami semua terapis pijat netra sangat terdampak sekali,” ungkap bapak tujuh anak itu.

Terapis pijat netra Kota Malang Klemens alias Bobby aBobby saat berpose di depan banner mini bertuliskan Penyehat Tradisional Tunanetra Cahaya Bobby Tahes. (Foto: Naufal Ardiansyah/TIMES Indonesia)

Pengurangan pasien pijat selama pandemi ini disebabkan adanya aturan pemerintah yang melarang panti pijat beroperasi. Ditambah lagi, lanjut Bobby, adanya imbauan menjaga jarak dan menghindari kontak fisik.

“Awalnya karena ada aturan pemerintah melarang ada kontak fisik. Kedua, jangan berdekatan. Kata-kata itu berpengaruh sekali. Pasien takut,” ujarnya.

Luput Perhatian Pemerintah Daerah

Warga asli Kota Malang ini menyayangkan pemerintah daerah yang nihil atensi kepada kelompok rentan sepertinya. Selama pandemi covid-19 sejak Maret 2020 lalu, Bobby mengaku tidak pernah menerima sejumput bantuan dalam bentuk apapun dari pemerintah daerah (Pemkot Malang).

Dalam satu kesempatan, Bobby sempat terjaring pendataan. Pendataan tersebut untuk kebutuhan penyaluran Bantuan Sosial Tunai (BST) dari Kementerian Sosial Republik Indonesia. Ia bersyukur bisa menerima bantuan dari pusat tersebut.

“Yang saya dengar di televisi katanya Kota Malang ada bantuan sembako lah. Tapi kami para tunanetra tidak ada yang sedikit pun menerima bantuan. Pemkot Malang sama sekali tidak ada peran sertanya. Gebrakan untuk kita juga tidak ada,” tegasnya. 

Justru Bobby menerima bantuan dari pihak swasta. Ia berterimakasih kepada para pengusaha yang menjadi donatur dengan mengirimkan lima kilogram beras setiap bulannya. Bantuan tersebut diakuinya sangat membantu.

“Kalau pemerintah ya gitu-gitu aja. Mulai pandemi sampai sekarang tidak ada bantuan apa pun untuk difabel tunanetra,” akunya.

Hendak Buka Usaha, Terkendala Modal

Bobby tak mau tinggal diam. Pendapatan seadanya itu nyaris tidak cukup menutupi kebutuhannya. Namun, ia tetap bersyukur karena rezeki datang tanpa diduga-duga. Tentu Bobby tidak bisa mengandalkan profesinya sebagai terapis. Ia tidak tahu sampai kapan pandemi ini berakhir.

Saat ini, Bobby menggagas usaha membuka agen kecil-kecilan yang mendistribusikan isi ulang tabung gas. Dengan usaha barunya ini, ia optimistis bisa mengorbitkan kembali pundi-pundi rupiah. Sebab, menurutnya, usaha tabung gas di sekitar rumahnya masih terbilang minim.

“Usaha ini menurut saya cukup prospek ke depannya. Tapi saya terkendala modal. Masih berusaha. Semoga ada jalan,” katanya.

Senada dengannya, Suratno (48 tahun), pemilik Klinik Pijat Tunanetra Sehat Bugar di Bareng, Kota Malang juga menghadapi masalah yang sama. Ia mengatakan telah mencoba membuka usaha jamu tradisional.

Pertuni Kota Malang SuratnoKetua Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kota Malang, Suratno, menceritakan bagaimana peluang kerja disabilitas netra. (Foto: Naufal Ardiansyah/TIMES Indonesia)

Ia sempat mengurungkan niatnya karena dua hal. Pertama, minimnya keyakinan masyarakat kepada penyandang disabilitas netra, terutama terkait kebersihan dan jaminan racikan jamu yang higienis. Kedua, lagi-lagi terkendala modal.

“Saya mencari pihak yang mau bekerjasama. Kalau bikin sendiri kurang dapat legitimasi dari orang. Mereka bisa jijik karena dinilai tidak higienis. Jadi sugesti kesembuhan bisa kurang,” paparnya.

Sulitnya Peluang Kerja

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang, penyandang disabilitas di Kota Malang per 2020 mencapai angka 2.669 orang. Angka tersebut merupakan kumulatif dari seluruh jenis disabilitas di lima kecamatan di Kota Malang. Secara spesifik, penyandang disabilitas netra di Kota Malang mencapai 262 orang.

Suratno sebagai Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kota Malang mendata, dari sekian penyandang disabilitas netra, sebanyak 95 persen berprofesi sebagai terapis pijat. Sebagian kecil lainnya ada juga yang bergerak di bidang entertainment, bermain musik, menjual jamu dan mengajar sebagai guru bantu di Sekolah Luar Biasa.

“Hampir keseluruhan karena yang laku sementara ya itu (menjadi terapis). Kalau di pabrik, kok menurut data di saya belum ada sampai saat ini,” jelas Suratno.

Pria yang baru saja dilantik sebagai Ketua Pertuni Kota Malang periode 2021-2026 ini menegaskan, para terapis pijat netra di Kota Malang menghadapi badai Covid-19 dengan berbagai cara. Sebab, data yang ia miliki, penurunan penghasilan para terapis pijat netra jatuh hingga 75 persen.

“Kami bingung. Banyak anggota yang masih kontrak, kost bulanan, dan harus membiayai istri serta anak sekolah. Sedangkan akses peluang kerja lainnya sangat sulit,” tukasnya.

Dirinya membenarkan tidak adanya bantuan Pemerintah Kota Malang yang menyentuh kalangan disabilitas netra. Pertuni sendiri menggalang donasi dari pihak donatur swasta untuk didistribusikan kepada para terapis pijat netra.

“Saya heran kenapa Pemkot Malang sendiri tidak peduli untuk menyentuh kami. Bantuan hanya dari pusat. Kalau Pemda selama pandemi ini, jujur saja belum ada. Saya enggak menutup-nutupi karena memang belum ada,” bebernya.

Ia menceritakan betapa pandemi Covid-19 memukul mundur pendapatan para terapis pijat netra. Di Kota Malang, cerita Suratno, ada seorang terapis pijat netra yang menanggalkan profesinya karena kepentingan mendesak.

Seorang yang tidak mau disebutkan namanya itu, kata Suratno, mengaku terpaksa mengadahkan kedua tangannya secara door-to-door demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Aktivitas tersebut dijalani karena sepinya pasien pijat imbas Covid-19.

“Dia anaknya banyak dan mengorbankan mentalnya demi anak istri. Sebelumnya ya sama, terapis pijat seperti saya. Karena keadaan, dia bilang berat untuk melakukan hal ini. Tapi, saking terdampaknya rela minta-minta ke orang,” ungkapnya.

Faktor Administrasi

Kabid Rehabilitasi dan Perlindungan Jaminan Sosial Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinas Sosial-P3AP2KB) Kota Malang, Titik Kristiani Tri Rahayu, mengaku penyandangan disabilitas memiliki kendala di bidang pemenuhan administrasi.

Ia tidak menampik sulitnya akses kerja bagi penyandang disabilitas mendapatkan kesempatan kerja di dunia formal. Kasus yang paling sering ditemukan di lapangan adalah terkendala ijazah. Titik menyebut sebagian besar penyandang disabilitas tidak menempuh pendidikan formal. Mereka terampil melalui pelatihan-pelatihan.

“Banyak yang tidak memiliki ijazah formal. Secara keterampilan mereka terampil karena sudah lewat pelatihan. Kedua, lingkungan keluarga kurang mendudung. Ketiga, tekanan faktor ekonomi karena membawa disabilitas itu butuh pembiyaan juga. Jadi banyak kendalanya,” bebernya.

Rata-rata, kata dia, penyandang disabilitas bekerja di sektor informal seperti budidaya lele, terapis, hidroponik, cleaning service, membuat kue, menjahit dan lainnya. Pihaknya bekerjasama dengan Balai Latihan Kerja (BLK) Wonojati dan Singosari.

Dinas Sosial-P3AP2KB Kota Malang menjembatani para terapis pijat netra dengan Diskopindag dan Disnaker Kota Malang. Upaya ini diakui baru dilakukan pada tahun ini, sedangkan tahun-tahun sebelumnya masih bergerak secara parsial.

Terkait bansos, Titik menegaskan masyarakat yang telah menerima bantuan dari pusat, tidak bisa mengakses bantuan dari Pemprov maupun Pemkot. Selain Bantuan Sosial Tunai (BST) dari Kemensos, Pemprov Jatim juga menyalurkan Asistensi Sosial Penyandang Disabilitas Berat (ASPDB).

“Untuk ASPDB setiap bulan dapat Rp300 ribu dan cair setiap tiga bulan. Jumlah di Kota Malang yang dapat sebanyak 110 orang. Memang enggak semua dapat (bantuan) biar yang lain juga merasakan. Tidak bisa double,” ujarnya.

Atensi kepada terapis pijat netra di Kota Malang, pihaknya tidak bisa berbuat banyak. Hal yang dilakukan memberikan fasilitasi dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Pemprov Jatim dan Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) dari Kemensos RI.

Selama pandemi Covid-19, ia mengaku hanya ada enam orang penyandang disabilitas yang dikirim baik ke UPT maupuan ke BBPPKS. Keenam orang tersebut merupakan para terapis pijat netra.

Kembali mengenang perjuangan Bobby, ia berharap pemerintah memberikan kelonggaran dan akses yang sama kepada penyandang disabilitas termasuk terapis pijat netra. Kalau pun tidak bisa memberikan bantuan sosial secara merata, Bobby meminta pemerintah membantu meyakinkan masyarakat bahwa terapis pijat netra di Kota Malang telah divaksin Covid-19 sebagai bentuk proteksi bersama di tengan pandemi. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES