Ekonomi

Bumala Jadi Solusi Atasi Permasalahan Sampah

Jumat, 17 September 2021 - 03:32 | 76.06k
etua Kelompok Motekar Kampung Kadipaten Kabupaten Tasikmalaya  Dani memberikan pakan berupa maggot pada puluhan itik peliharaannya Kamis (16/9/21) siang (FOTO : Harniwan Obech/TIMES Indonesia)
etua Kelompok Motekar Kampung Kadipaten Kabupaten Tasikmalaya Dani memberikan pakan berupa maggot pada puluhan itik peliharaannya Kamis (16/9/21) siang (FOTO : Harniwan Obech/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, TASIKMALAYA – Program Budidaya Maggot dan Azola (BuMala) yang didukung Pertamina Geothermal Energy (PGE) sejak tahun lalu terbukti mampu mengatasi permasalahan sampah organik rumah tangga. Selain itu, program ini juga dapat memenuhi kebutuhan pakan alternatif ternak milik masyarakat, Desa Kadipaten, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Dari sekitar 15 ribu larva dari Black Soldier Fly (BSF) ini mampu menghabiskan sekitar dua kilogram limbah organik hanya dalam waktu 24 jam. Sementara, seekor betina BSF mampu menghasilkan 600 telur. Dengan demikian hanya dibutuhkan 20 ekor lalat super betina agar menghasilkan 10 ribu larva untuk menyingkirkan sampah organik setiap hari. 

Budidaya maggot merupakan alternatif usaha dengan nilai ekonomi yang sangat menjanjikan lantaran hanya dalam 15 hari petani/peternak sudah bisa langsung menikmati hasilnya. Bahkan dari penjualan prepupa, telur dan maggot itu sendiri. Dengan asumsi pakan optimal, dalam 15 hari tersebut sudah bisa dihasilkan 10 kilogram maggot siap konsumsi (pakan). 

Dengan asumsi satu kilogram maggot seharga Rp5000, maka dalam 30 hari sudah bisa menghasilkan Rp1.500.000 tergantung pada harga pasar atau pembelinya. Dani salah seorang peternak binaan PGE Karaha yang tergabung dalam Kelompok Motekar di Desa Kadipaten, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya mengakuinya.

Menurut Dani, budidaya maggot cukup mudah dan murah karena tidak memerlukan teknologi yang canggih dan tidak memakan banyak biaya. Selain itu, maggot memiliki manfaat sebagai pakan ternak dan ikan karena memiliki banyak protein.

“Membudidayakan maggot BSF cukup mudah dikerjakan. Tidak memerlukan teknik khusus, bisa dilakukan siapa saja. Budidaya maggot BSF juga tidak menyita waktu karena tidak perlu sering dikontrol,” jelasnya.

Makanan BebekKetua Kelompok Motekar Kampung Kadipaten Kabupaten Tasikmalaya  Dani menunjukkan lahan maggot  yang memiliki nilai ekonomi yang sangat menjanjikan, Kamis (16/9/21) siang (FOTO : Harniwan Obech/TIMES Indonesia)

Untuk pemenuhan pakan, Dani dan anggota kelompok lainnya cukup mengumpulkan sampah organik dari limbah rumah tangga di sekitar lingkungan rumahnya, termasuk dari pedagang sayur/buah, dan rumah makan. 

Untuk memulainya pun tambahnya, tidak diperlukan lahan yang luas. Semua bisa menyesuaikan. Tidak ada syarat minimal area lahan yang dibutuhkan budidaya maggot. Ruang terbatas pun bisa menghasilkan ternak maggot yang menguntungkan secara finansial. 

"Kelompok kami sangat bersyukur dengan adanya program pembinaan yang dilakukan oleh PGE Karaha ini. Khususnya bagi kami yang terkena PHK karena pandemi Covid," ujarnya.

"Alhamdulillah dari ternak bebek, ikan, burung puyuh yang kami beri makan maggot sekarang sudah dapat terlihat hasilnya. Khusus bebek, saat ini kami lagi mengembangkan untuk mencoba menetaskan telur bebek hasil produksi kandang sendiri, sementara untuk burung puyuh kami tetap terus melakukan pengembangan. Selain itu, dari azolla yang kami budidayakan juga sudah ada beberapa pesanan dari luar kota,” imbuhnya lagi. 

Area Manager PGE Karaha Andi Joko Nugroho menjelaskan, saat ini program CSR perusahaan diarahkan pada pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan. Misi pemberdayaan masyarakat tandasnya, dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan dan kemandirian masyarakat serta secara bertahap mampu membangun diri dan lingkungannya secara mandiri. 

“Kemandirian dalam konsep pemberdayaan masyarakat yang dimaksud adalah tingkat kemajuan yang harus dicapai sehingga masyarakat dapat membangun dan memelihara kelangsungan hidupnya berdasarkan kekuatannya sendiri secara berkelanjutan. Artinya untuk membangun lingkungan yang mandiri dibutuhkan perekonomian yang mapan,” beber Andi. 

Untuk itu sambung Andi, peranan perusahaan dalam hal ini adalah menciptakan iklim yang memberi ruang bagi masyarakat untuk berkembang (enabling), melalui potensi dan sumber daya lokal yang dimiliki serta didukung konsep terintegrasi berbasis kebutuhan (empowering), sebagai upaya untuk melindungi dan memenuhi kepentingan masyarakat (protecting). 

Perlu diketahui, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) adalah perusahaan yang bergerak di bidang pemanfaatan energi panas bumi dan merupakan bagian dari Subholding Power & New Renewable Energy (PNRE) PT Pertamina (Persero). Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Karaha Unit I milik PGE dengan kapasitas 30MW telah beroperasi secara komersil pada 6 April 2018. 

Pertamina Geothermal Energy telah konsisten mengembangkan potensi masyarakat dan lingkungan sekitar khususnya di ring 1 wilayah operasional. Itu sejalan dengan penugasan dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui Peraturan Menteri BUMN PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dan Program Bina Lingkungan dan diperbarui melalui Peraturan Menteri BUMN PER-5/MBU/04/2021 tentang Program TJSL BUMN.

Perencanaan strategis program community development dilakukan melalui empat program yang menjadi pilar; (1) Petamina Cerdas, (2) Pertamina Sehat; (3) Pertamina Hijau; (4) Pertamina Berdikari. 

Selain mendukung para pembudidaya maggot, PGE Karaha juga mendorong para petani azolla yang merupakan tanaman paku air di perairan tawar. Tanaman ini sering dijumpai di lahan yang tergenang air dan juga lahan pertanian yang tergenang air terutama di lahan pesawahan.

Tanaman ini memiliki panjang 1,5–2,5 cm, bentuk daun yang kecil dan saling bertindih dengan warna permukaan daun hijau kemerahmerahan. Tanaman azolla ternyata mampu menekan penggunaan pupuk urea sampai dengan 65 kg/ha.

Azolla juga bermanfaat untuk menghemat penggunaan pupuk urea, sebagai bahan dasar pupuk kompos, sebagai pakan ikan (mengandung protein mencapai 23 – 30% dan juga mengandung asam amino esensial yang lengkap) dan dapat juga sebagai pakan ternak. (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES