Hukum dan Kriminal

Pakar Hukum Ini Dukung Keputusan KPK RI Pecat 56 Pegawai yang Tak Lolos TWK

Kamis, 16 September 2021 - 18:46 | 25.08k
Pakar Hukum Tata Negara, Aidul Fitriciada Azhari dslam acara diskusi daring ‘Akhiri Polemik TWK, Presiden Pilih Hukum atau Politik’ di Jakarta. (FOTO: Hasbullah/TIMES Indonesia)
Pakar Hukum Tata Negara, Aidul Fitriciada Azhari dslam acara diskusi daring ‘Akhiri Polemik TWK, Presiden Pilih Hukum atau Politik’ di Jakarta. (FOTO: Hasbullah/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengatakan, pimpinan KPK RI sudah membuat kebijakan tepat terkait peberhentian 56 pegawai lembaga antirasuah tidak lolos TWK (Tes Wawasan Kebangsaan).

"Pemberhentian secara definitif terhadap Novel Baswedan dkk," ucap Petrus usai acara diskusi daring ‘Akhiri Polemik TWK, Presiden Pilih Hukum atau Politik’ yang digelar Jakarta Journalist Center, Jakarta, Kamis (16/9/2021).

Seperti diketahui, KPK memutuskan akan memberhentikan 57 pegawai yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) pada 30 September 2021 mendatang. Menurutnya, keputusan itu sudah konstitusional, di mana KPK sebagai lembaga pelaksana undang-undang bekerja berlandaskan hukum

"Jika mengacu putusan Mahkamah Agung (MA) pada Kamis 9 September 2021, Mahkamah menilai, secara substansial desain pengalihan pegawai KPK menjadi ASN mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan peraturan pelaksanaannya," jelasnya.

Sehingga, kata dia, bagi pihak yang tidak puas terhadap keputusan itu dapat mengajukan proses hukum secara Tata Usaha Negara sesuai dengan kepentingan dan kerugian yang diderita. "Sesuai Hukum Acara Peradilan TUN dan UU Administrasi Pemerintahan (pasal 17, 18 dan pasal 19)," imbuh Petrus.

Dia mengungkapkan, secara prinsip, KPK dan BKN bekerja berdasarkan sitem norma, standar, kriteria dan prosedur dalm mengelola Administrasi pemerintahan. 

Petrus-Selestinus.jpgKoordinator TPDI Petrus Selestinus. (FOTO: Hasbullah/TIMES Indonesia).

Atas dasar itu, kata Petrus, ketika ada pihak-pihak yang merasa tidak sejalan lagi dengan kebijakan Pimpinan KPK, maka berdasarkan UU Administraai Pemerintahan, langkah yang dapat ditempuh adalah mengunakan upaya administratif atau upaya hukum di pegadilan. "Bukan ke semua Komisi Negara atau ke Presiden," tegasnya. 

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara, Aidul Fitriciada Azhari, mengatakan Presiden Joko Widodo sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan PNS/ASN tidak boleh gegabah.

Presiden sebagai PPK tertinggi itu tercantum di Pasal 3 Ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS).

"Presiden sebagai PPK tertinggi pun tidak boleh gegabah mencampuri masalah TWK, melainkan harus bertindak sesuai sistem merit yang telah ditetapkan oleh UU ASN," kata Aidul.

Jika melihat pada putusan MA, maka kewenangan TWK berada pada Badan Kepegawaian Negara (BKN), selaku pemerintah bukan pada KPK. Menurut dia, kewenangan BKN untuk menggelar TWK itu sudah sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara. 

"Sebagai badan yang berwenang menangani manajemen ASN, BKN harus menindaklanjuti hasil TWK berdasarkan sistem merit sesuai UU ASN," jelas Aidul menyikapi pemberhentian 56 pegawai KPK RI tak lolos TWK. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES