Kopi TIMES

Universitas Hindu Negeri: Toleransi dan Keberanian Menag

Kamis, 16 September 2021 - 07:04 | 98.13k
Ali Mashar, Sekretaris PP MDS Rijalul Ansor, Pengamat Sosial-keagamaan.
Ali Mashar, Sekretaris PP MDS Rijalul Ansor, Pengamat Sosial-keagamaan.

TIMESINDONESIA, MALANGPADA September 2019, media India Today, dalam trending news menurunkan berita dengan judul “Did you know there's Lord Ganesh on Indonesian currency note? Your dose of Wednesday Wisdom.” Berita tersebut juga menampilkan kutipan dari pengguna twitter yang berbunyi; “Satu-satunya negara di dunia yang memasang gambar dewa Ganesha pada mata uangnya adalah Indonesia, negara dengan jumlah penganut agama Islam terbesar di dunia.”

ScoopWhoop, media India lainnya yang berbasis di New Delhi, menurunkan artikel dengan judul “There's A Ganesha On The Indonesian Currency. Here's The Reason Why.” Artikel ini menyebutkan bahwa di Indonesia banyak dijumpai nama-nama tempat, nama orang, kosa kata, bahkan institusi, yang menggunakan istilah-istilah dari bahasa Sansekerta. 

Beberapa waktu belakangan ini warganet Indonesia ikut membicarakan lambang Ganesha, dewa ilmu pengetahuan dan seni dalam agama Hindu yang ada pada pecahan uang kertas dua puluh ribuan. Padahal Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Jumlah umat Hindu hanya 1,7 persen saja dari keseluruhan warga negara Indonesia. 

Beberapa netizen juga mengatakan bahwa India yang merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama Hindu. Malah tidak memasang gambar salah satu dewa pada mata uang mereka. 

Pada saat warganet Indonesia ramai membicarakan Ganesha dalam lembar mata uang dua puluh ribuan, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mencanangkan Universitas Hindu Negeri (UHN) I Gusti Bagus Sugriwa menuju World Class University. 

Pencanangan ini disebut oleh Yaqut sebagai “Lompatan besar bagi dunia pendidikan, khususnya umat Hindu.” Yaqut berharap pencanangan ini akan menjadi penanda bangkitnya perguruan tinggi keagamaan yang mampu bersaing di tingkat global sekaligus mampu menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak, terutama dengan dunia internasional. 

Universitas Hindu Negeri (UHN) I Gusti Bagus Sugriwa sebelumnya bernama Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN). Pada akhir tahun 2020, Menteri Agama yang lalu, Fachrul Razi meresmikan alih statusnya menjadi Universitas Hindu Negeri. 

I Gusti Bagus Sugriwa yang namanya diabadikan menjadi nama Universitas Hindu Negeri pertama di Indonesia ini, adalah seorang tokoh yang namanya lekat di hati masyarakat Hindu Bali. Selain seorang intelektual dan pendidik, I Gusti Bagus Sugriwa juga dikenal sebagai seorang rohaniawan, pengurus majelis agama, penari, dalang, jurnalis, dan tokoh penggerak pemuda. 

Tokoh yang pernah ditangkap oleh Belanda ini diangkat menjadi anggota Dewan Nasional oleh Presiden Soekarno pada tahun 1957. I Gusti Bagus Sugriwa merupakan salah satu tokoh utama dalam memperjuangkan agar agama Hindu diakui sebagai “agama resmi” di Indonesia.

Memang sedikit musykil jika agama Hindu yang sudah ada di Nusantara jauh sebelum agama Islam, Katolik, dan Protestan dianut oleh orang Indonesia, harus melalui perjuangan panjang agar diakui sebagai “agama resmi.” 

Hal ini tak lepas dari perdebatan apakah agama Hindu Bali hanya merupakan adat istiadat atau bisa disebut sebagai agama. Bahkan pada tahun 1950, Departemen Agama menyimpulkan bahwa kehidupan beragama di Bali merupakan praktik politeistik dan animisme, sehingga agama masyarakat Bali dimasukkan dalam kategori aliran kepercayaan. Dengan begitu, orang Bali dianggap sebagai masyarakat yang belum beragama. 

Baru pada tahun 1958, Pemerintah membentuk Bagian Urusan Hindu Bali di dalam Departemen Agama. Pembentukan Bagian Urusan Hindu Bali ini dilakukan setelah masyarakat Hindu Bali mengajukan petisi yang menuntut pembentukan seksi Hindu-Bali di dalam Departemen Agama. Petisi ini sangat didukung oleh Presiden Soekarno. Pada tahun yang sama, semua organisasi keagamaan Hindu di Bali dilebur ke dalam satu badan bernama Parisada Dharma Hindu Bali. 

Dari namanya “Parisada Dharma Hindu Bali,” bisa difahami bahwa agama Hindu secara keseluruhan belum diakui karena secara khusus masih mencantumkan kata Bali di dalamnya. Parisada Hindu Dharma Indonesia akhirnya terbentuk pada tahun 1986. Baru sejak tahun 1986 itulah komunitas-komunitas Hindu di seluruh Indonesia ikut diakui.  

Sejak masa kolonial sampai hari ini memang masih ada perdebatan mengenai praktik agama Hindu di Indonesia, khususnya Bali. Sebagian kalangan menganggap praktik agama Hindu di Bali tidak sama dengan Hindu di India sehingga perlu diluruskan.

Kelompok ini ingin umat Hindu di Bali mempraktikkan ajaran Hindu yang murni. Sebagian lainnya menganggap bahwa agama Hindu tidak harus dipraktikkan secara kaku persis seperti agama Hindu di India. 

Kelompok kedua ini memandang local wisdom dan adat istiadat setempat sebagai elemen yang justru memperkaya dan memperindah agama Hindu, sehingga tidak perlu diberantas dengan dalih pemurnian agama.

Picard, dalam bukunya “Bali: Cultural Tourism and Touristic Culture,” mengatakan bahwa para peneliti sepakat bahwa Hinduisme merupakan jati diri orang Bali yang sekaligus berfungsi sebagai penjaga warisan kultural serta inspirasi artistik.

Terlepas dari perdebatan tentang kemurnian agama Hindu di Bali dan Indonesia secara lebih luas, pengaruh ajaran Hindu dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia tak bisa dipungkiri. Tokoh-tokoh suci maupun dewa-dewa agama Hindu sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia, khususnya Jawa dan Sunda, melalui seni wayang dan cerita-cerita lisan. 

Nilai-nilai luhur kemanusiaan maupun etika dari ajaran Hindu juga sangat terasa pengaruhnya dalam kehidupan sosio-kultural masyarakat Indonesia. Bahkan dewa Ganesha ada di dalam lembaran uang pecahan dua puluh ribuan dan menjadi perbincangan warganet. 

Nilai-nilai Hindu memang bukan satu-satunya yang mempengaruhi dan membentuk karakteristik bangsa Indonesia. Agama-agama dan kepercayaan lain juga mempunyai andil dalam membentuk jati diri bangsa Indonesia. Bagaimanapun, suatu bangsa sebagai sebuah entitas — dengan karakteristik tertentu — tak akan pernah bisa dipisahkan dari sejarah dan masa lalunya. 

Karakteristik bangsa merupakan hasil dari sebuah proses panjang kebudayaan. Ia merupakan akumulasi kultural dari persinggungan dan pergulatan antara norma-norma, ide, etika, estetika, dan pengetahuan. Dan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa, sebagaimana disebutkan oleh Soekarno, adalah intisari dan nilai yang diperah dari jati diri bangsa Indonesia tersebut.

Kini, setelah 76 tahun bangsa Indonesia merdeka, seharusnya tak boleh lagi ada diskriminasi serta perlakuan tidak adil terhadap pemeluk agama maupun kepercayaan minoritas. Dalam bingkai kehidupan berbangsa, semua pemeluk berbagai macam agama dan kepercayaan harus diperlakukan dengan adil dan mendapatkan hak yang sama sebagai warga negara. 

Menjunjung tinggi atau memperteguh kebhinnekaan yang juga berarti menghargai pluralitas, merupakan visi-misi presiden Joko Widodo yang tertuang dalam salah satu butir Nawacita. Menteri Agama sebagai pembantu presiden, menjadi penanggungjawab utama bagi terciptanya kehidupan beragama yang moderat dan toleran.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dengan latar belakangnya sebagai ketua umum sebuah organisasi kepemudaan yang selalu memperjuangkan toleransi antar umat beragama, menjadi harapan banyak pihak untuk menghadirkan keadilan bagi seluruh umat beragama di Indonesia.

Selama hampir satu tahun menjabat sebagai menteri, Yaqut telah beberapa kali menunjukkan keberanian dalam bersikap terkait hak-hak dan rasa keadilan kalangan minoritas. Semoga keberanian menteri Yaqut dalam bersikap adil terhadap semua pemeluk agama dan kepercayaan, bisa menghadirkan harmoni dan kedamaian bagi Indonesia. (*)

 

***

*) Penulis adalah Ali Mashar. Sekretaris PP MDS Rijalul Ansor, Pengamat Sosial-keagamaan.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES