Peristiwa Daerah

Cukai Rokok Naik, DPRD Jatim: Pemerintah Tak Pertimbangkan Sektor Industri dan Petani Tembakau

Rabu, 15 September 2021 - 17:54 | 36.64k
Ahmad Athoillah, Anggota Komisi B DPRD Provinsi Jawa Timur, asal Kabupaten Jombang (FOTO: Ahmad Athoillah for TIMES Indonesia)
Ahmad Athoillah, Anggota Komisi B DPRD Provinsi Jawa Timur, asal Kabupaten Jombang (FOTO: Ahmad Athoillah for TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, JOMBANG – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan RI (Kemenkeu RI) telah resmi menaikan tarif cukai rokok sebesar 12,5 persen mulai Februari 2021 lalu. Menanggapi hal tersebut Ahmad Athoillah, Anggota Komisi B DPRD Jatim buka suara.

Menurut legislator asal Kabupaten Jombang itu, kenaikan cukai rokok di tahun 2021 akan berimbas buruk terhadap angka tenaga kerja di industri rokok.

Pria yang akrab disapa Gus Aik ini mengatakan, salah satu dampak lain terkait naiknya harga cukai yakni maraknya rokok ilegal di pasaran. Hal tersebut akan berbahaya terhadap masifnya peredaran rokok karena tidak terkontrol.

Ia menyebut pemerintah melalui Kementerian Keuangan tidak pernah mempertimbangkan dampak buruk atas kenaikan cukai rokok. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah akan sia-sia mengkampanyekan pelarangan rokok ilegal jika dibarengi dengan kenaikan cukai rokok yang tinggi.

"Saya khawatir, nantinya akan muncul rokok-rokok ilegal karena cukai yang cukup tinggi," katanya, Rabu (15/9/2021).

Anggota dewan dari Fraksi PKB ini menjelaskan, kenaikan cukai rokok atau Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 12,5 persen juga dinilai memberatkan terhadap pelaku industri di tanah air.

Menurutnya kenaikan CHT akan berimbas pada prospek volume serapan tembakau petani. Padahal pengaturan CHT merupakan komponen paling penting dalam keberlangsungan ekonomi petani tembakau Indonesia.

Sedangkan anjloknya nilai jual tembakau petani bermula pada tahun 2019 ketika ada rencana kenaikan cukai tahun 2020 sebesar 23 persen. Harga semakin parah ketika musim panen tiba di tahun 2020.

"Seharusnya tahun ini (2021) menjadi momen kebangkitan ekonomi bagi petani tembakau. Namun, kenyataannya tidak seperti itu. Petani akan mendapat tantangan baru setelah pemerintah kembali menaikan tarif cukai tembakau," jelasnya.

Selain para petani tembakau, pekerja industri turun mendapat imbas dari kebijakan pemerintah tersebut. Menurut Mas Atho' pekerja industri merupakan komponen paling lemah dan paling terkena dampak buruk di setiap kebijakan kenaikan cukai.

"Ditambah lagi musim panen tahun ini masih terbelenggu akibat dampak pandemi Covid-19 yang melemahkan perputaran ekonomi," ujarnya.

Ia tidak memungkiri maksud baik dari pemerintah terkait kenaikan cukai rokok tersebut. Dari kebijakan ini pemerintah berharap akan mengendalikan konsumsi rokok dan menurunkan prevalensi merokok terutama pada anak-anak dan perempuan.

Maka diharapkan nantinya akan menyeimbangkan tiga aspek yaitu kesejahteraan masyarakat, kesehatan dan penegakan hukum. Namun, menurutnya yang perlu diperhatikan dan menjadi pertimbangan terhadap kenaikan cukai rokok ini yakni terkait kesejahteraan masyarakat, apalagi saat ini masih dalam belenggu pandemi Covid-19.

"Banyak para tenaga kerja perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga, karena suaminya dirumahkan. Pemerintah juga harus memikirkan nasib petani tembakau yang dari tahun 2019 sudah terkena dampaknya," terangnya.

Ia pun berpendapat, seharusnya kalau pun kenaikan cukai ini harus diberlakukan. Pemerintah harus mempunyai langkah strategis yang memikirkan kesejahteraan petani. Misal ada kompensasi khusus petani tembakau, terus kompensasi untuk para buruh linting.

"Saya sendiri tidak setuju kalau kenaikan cukai rokok dilakukan disaat pandemi seperti ini," ujar Anggota DPRD Jatim dari Dapil Jombang-Mojokerto tersebut mengakhiri pembicaraan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES