Peristiwa Internasional

Penjabat Menlu Afghanistan Mengkritik AS, Begini Alasannya

Rabu, 15 September 2021 - 11:46 | 25.90k
Menteri Luar Negeri Afghanistan, Amir Khan Muttaqi mengkritik AS atas tindakannya terhadap pemerintahan baru Taliban.(FOTO: Al Jazeera/AFP)
Menteri Luar Negeri Afghanistan, Amir Khan Muttaqi mengkritik AS atas tindakannya terhadap pemerintahan baru Taliban.(FOTO: Al Jazeera/AFP)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Penjabat Menteri Luar Negeri Afghanistan, Amir Khan Muttaqi, Selasa (13/9/2021) mengkritik Amerika Serikat. Ia mengkritik AS atas tindakannya terhadap pemerintahan baru Taliban karena memutuskan bantuan ekonomi setelah kelompok itu merebut kekuasaan bulan lalu.

Dilansir Al Jazeera, dalam pidato pertamanya kepada media sejak Taliban mengumumkan pemerintahan sementara barunya pekan lalu, Muttaqi mengatakan, bahwa kelompok itu tidak akan mengizinkan "negara mana pun" untuk menjatuhkan sanksi atau embargo terhadap Afghanistan, termasuk Amerika Serikat.

"Kami telah membantu Amerika Serikat sampai evakuasi orang terakhir mereka, tetapi sayangnya, Amerika Serikat, alih-alih berterima kasih kepada kami, tapi malah justru membekukan aset kami," katanya.

Sejak Taliban menguasai ibu kota Afghanistan, Kabul pada 15 Agustus lalu, Federal Reserve AS, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia langsung memutus akses Afghanistan ke dana, yang mengakibatkan krisis likuiditas yang meluas, padahal ekonominya bergantung pada uang tunai.

Muttaqi berterima kasih kepada masyarakat internasional karena menjanjikan lebih dari $1 miliar (sekitar Rp 14 triliun) bantuan untuk Afghanistan saat konferensi donor PBB, Senin lalu.

"Kami menyambut baik janji pendanaan bantuan darurat yang diberikan kepada Afghanistan selama pertemuan PBB di Jenewa," katanya.

Hingga kini belum ada pemerintah yang secara resmi mengakui pemerintahan yang dipimpin Taliban. Hal itu bisa  membahayakan ekonomi Afghanistan, yang sangat bergantung pada bantuan asing selama 20 tahun terakhir.

Menurut Bank Dunia, bantuan asing besarnya 40 persen dari produk domestik bruto Afghanistan.

Muttaqi mengatakan pemerintahnya bersedia bekerja dengan negara mana pun, termasuk Amerika Serikat. Tapi ia mengatakan tidak akan mau didikte oleh negara bagian mana pun.

Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Yves Le Drian mengatakan Prancis menolak untuk mengakui atau memiliki hubungan apa pun dengan pemerintah yang dipimpin Taliban di Afghanistan.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan pada konferensi donor bahwa mustahil untuk memberikan bantuan kemanusiaan ke Afghanistan tanpa melibatkan Taliban.

"Saya percaya sangat penting untuk terlibat dengan Taliban pada saat ini untuk semua aspek yang menyangkut komunitas internasional," katanya.

Dia mengatakan kepada para menteri bahwa bantuan itu diyakini bisa digunakan sebagai pengaruh bagi Taliban untuk mencapai perbaikan hak asasi manusia, di tengah kekhawatiran seperti pertama kali Taliban berkuasa dari tahun 1996 hingga 2001 lalu.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell mengatakan, Uni Eropa tidak memiliki pilihan lain selain terlibat dengan Taliban.

Muttaqi juga mendesak negara-negara di seluruh dunia untuk membuka hubungan formal dengan pemerintah yang dipimpin Taliban, karena telah diakhirinya perang di negara itu.

"Keamanan dijaga di seluruh negeri," katanya. Dan ia menekankan bahwa Afghanistan terbuka untuk investasi asing.

Muttaqi juga mengatakan pemerintahnya tidak akan membiarkan Afghanistan digunakan sebagai basis kelompok bersenjata untuk melancarkan serangan ke negara lain.

Dalam jaminan lain kepada masyarakat internasional, Muttaqi menyatakan bahwa semua warga Afghanistan bebas meninggalkan negara itu jika mereka memiliki dokumentasi yang disyaratkan.

Namun aktivis menuduh Taliban masih menahan warga Afghanistan, termasuk mereka yang memiliki dokumentasi yang tepat untuk meninggalkan negara itu, selama upaya evakuasi internasional menjelang batas waktu penarikan pasukan asing pada 31 Agustus 2021.

Dia menyebut keberatan yang diungkapkan oleh Paris dan ibu kota lainnya "tidak adil dan tidak adil" sebelum menyatakan kembali bahwa pemerintah sementara akan menghormati semua hak asasi manusia, termasuk hak perempuan.

Namun, dalam beberapa pekan terakhir, Taliban mendapat kecaman keras karena tindakan kerasnya terhadap pengunjuk rasa di Afghanistan dan media yang meliput demonstrasi itu baru-baru ini di negara itu. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES