Kopi TIMES

Randi dan Yusuf, Aktivis Versi Munir

Rabu, 15 September 2021 - 05:44 | 98.12k
Muh. Rifky Syaiful Rasyid (Ketua Biro Pengkajian PKC PMII Sulawesi Tenggara).
Muh. Rifky Syaiful Rasyid (Ketua Biro Pengkajian PKC PMII Sulawesi Tenggara).

TIMESINDONESIA, SULAWESI TENGGARA – Tujuh belas tahun yang lalu  tepat 7 September 2004 merupakan peristiwa kematian aktivis HAM, Munir Said Thalib. Sampai kini kasus pembunuhan atas Munir pun belum juga tuntas lantaran dalang atau aktor intelektual pembunuhan itu belum tertangkap. 

Aktivis mana yang tidak mengenal Munir, ia merupakan salah satu aktivis yang pernah ditawarkan jabatan besar, menjadi Jaksa oleh Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Namun Munir bukanlah aktivitis yang gila akan jabatan, ia bahkan menjawab Gus Dur bahwa karir tertinggi seorang aktivis bukanlah menjadi seorang pejabat, melainkan mati. 

Pernyataan Munir sebenarnya memberikan gambaran kepada kita mengenai aktivis yang sebenarnya, bukan mengincar tahta atau harta, tetapi benar-benar memperjuangkan dan siap mati untuk keadilan. 

Sampai saat ini, peristiwa pembunuhan Munir masih terus menjadi perbincangan para aktivis atas belum terungkapnya dalang dari pembunuhannya. Banyak versi telah hadir untuk menggambarkan peristiwa terbunuhnya Munir tapi masih saja menjadi tanda tanya besar karena samar-samar-nya informasi yang diberikan. Kita dibingungkan dengan simpang siurnya kejadian itu, seakan hadir untuk menenggelamkan dalang dari pembunuhan itu.

"Karir tertinggi seorang aktivis bukanlah menjadi pejabat, tetapi mati"

Selain tragedi terbunuhnya aktivis Munir,  Randi dan Yusuf juga mencapai karir tertingginya menjadi seorang aktivis yang dimaksud Munir, yaitu 'Mati' karena memperjuangkan keadilan. Randi dan Yusuf merupakan aktivis yang gugur pada 26 September 2021 saat melakukan aksi demonstrasi menolak RUU KUHP dan beberapa RUU lainnya yang saat ini telah di 'sah' kan.  

Sama halnya dengan Munir, Kematian Randi dan Yusuf saat itu menjadi kejadian yang membuat hampir seluruh aktivis ikut  bersedih. Ditambah lagi actor dari pentolan senjata yang menewaskan Randi dan Yusuf belum juga diketahui pasti. Segala cara sudah dilakukan saat itu, baik visum, atau mungkin meramalkan sudah dilakukan, biasanya dalam bahasa daerah saya 'mepe onto-onto'

Apa yang dialami oleh tiga aktivis itu, seakan memberikan pembelajaran jika sebenarnya menjadi aktivis adalah melawan pejabat berkepentingan atau bisa saja dijadikan sebagai lawan pejabat. Terbukti dengan kematian mereka seperti hal yang diinginkan ditambah belum terungkapnya actor intelektual pembunuhan aktivis Munir, Randi dan Yusuf.

Pembunuhan tiga aktivis itu telah menyelimuti sejumlah misteri kematian mereka. Ada penyelidikan, ada persidangan, ada terpidana. Namun, dalang di balik kematian mereka tak pernah benar-benar terjerat bahkan untuk sekadar terungkap tuntas. Kini bahkan terbunuhnya mereka terancam akan segera kedaluwarsa bila tak ada penuntutan dalam waktu dekat atau status perkaranya tak berubah menjadi pelanggaran HAM berat. 

Sejauh ini sudah ada orang-orang yang telah diproses hukum atas perkara kematian tiga aktivis tersebut, namun penangkapan barulah aktor lapangan saja. Itulah sebabnya ada desakan untuk menyatakan kasus kematian mereka sebagai pelanggaran HAM berat juga terkait dengan mekanisme dan sistem hukum di Indonesia. Salah satunya, batas waktu perkara kedaluwarsa.

Menurut Pasal 78 Ayat (1) angka 4 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), hak penuntutan perkara dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup akan kedaluwarsa setelah 18 tahun. Sedangkan Pasal 78 KUHP mengatur soal batas waktu kedaluwarsa suatu perkara berdasarkan jenis kejahatan dan ancaman hukuman yang dikenakan atasnya. 

KUHP mengatur delik soal pembunuhan dalam Bab XIX Kejahatan terhadap Nyawa, dengan 13 pasal di dalamnya. Pembunuhan berencana diatur dalam Pasal 339 dan Pasal 340, dengan hukuman seumur hidup dan hukuman mati sebagai ancaman yang dapat dikenakan.

Adapun kasus pembunuhan "saja" dikenakan ancaman pidana paling lama 15 tahun, sebagaimana ketentuan Pasal 338 KUHP. Bila pasal ini yang digunakan, masa kedaluwarsa untuk bisa melakukan penuntutan adalah 12 tahun. Lalu, bila suatu perkara dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat, aturan kedaluwarsa di KUHP tidak berlaku lagi. Ini merupakan prinsip lex specialis dalam ranah hukum. 

Rujukan hukum lainnya untuk perkara pelanggaran HAM berat adalah UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Penghapusan batas waktu kedaluwarsa untuk perkara pelanggaran HAM berat diatur UU Pengadilan HAM di Bab X tentang Ketentuan Penutup, tepatnya pada Pasal 46. 

Akankah kasus kematian ketiga aktivis ktu segera kedaluwarsa begitu saja tanpa penuntasan? Adakah kemungkinan statusnya berubah menjadi kasus pelanggaran HAM berat tanpa batasan masa kedaluwarsa? Akankah misteri kematian mereka mendapatkan jawaban?

Hal Yang Dipetik Dari Munir, Randi dan Yusuf

Suatu pembelajaran bagi siapapun termaksud anak muda. Semangat jiwa muda yang membara harusnya bisa dimanfaatkan dengan menekuni sikap berani. Ini juga merupakan gelora semangat yang mesti digaungkan oleh pemuda agar tidak takut dengan penindasan dan selalu berdiri di garda terdepan untuk kebenaran.

Kisah beraninya mereka harus dapat dicontoh oleh generasi mendatang, sebab sosok-sosok mereka yang membela hak-hak masyarakat harus banyak lahir di jiwa-jiwa seluruh anak Indonesia. Ini merupakan pembelajaran penting bagi insan manusia untuk membela Hak Asasi Manusia yang merupakan hak dasar yang mesti didapatkan oleh masyarakat.

***

*) Oleh : Muh. Rifky Syaiful Rasyid (Ketua Biro Pengkajian PKC PMII Sulawesi Tenggara)

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES