Kopi TIMES

Pencerahan Gus Muhaimin: Part 1

Senin, 13 September 2021 - 21:54 | 45.85k
Muhammad Yunus
Muhammad Yunus

TIMESINDONESIA, MALANGSUATU kebanggaan dan kebahagiaan bagi sivitas Universitas Islam Malang khususnya mahasiswa baru angkatan 2021 dalam acara Orientasi Studi dan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (OSHIKA MABA). Salah satu rangkaian kegiatan itu adalah materi Menjadi Generasi Unggul Menyongosng Indonesia Emas 2045 yang disampaikan oleh Bapak Dr. (H.C.). H. Abdul Muhaimin Iskandar, M.Si. (Gus Muhaimin) (Rabu, 8/9/2021). Tulisan ini mencoba menerjemahkan pikiran-pikiran segar yang disampaikan Gus Muhaimin dalam kegiatan tersebut.

Sapaan awal Gus Muhaimin begitu sejuk, menyapa pimpinan Unisma, menyapa para mahasiswa, dengan gaya khas santri ala NU. Beliau menyampaikan sebuah testimoni yang membuat kami warga Unisma merasa terharu bahwa menurut Beliau Unisma telah sampai pada titik membanggakan. Unisma yang dirintis dengan segala ikhtiar, jerih paya para pendiri, penuh perjuangan, Alhamdulillah sampai saat ini mencapai titik kebanggaan bagi Nahdlatul Ulama khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya bahkan dunia. Menurut Gus Muhaimin capaian luar biasa ini harus dipertahankan agar Unisma tetap unggul. 

Gus Muhaimin lantas menyampaikan bahwa pendidikan tinggi saat ini sudah masuk pada era dimana orang sudah tidak lagi melihat universitas dari mana, tidak lagi dilihat swasta atau negeri, Jakarta atau Malang, Jawa atau Luar Malang. Semua itu sudah tidak lagi menjadi indikator keunggulan sebuah PT, tetapi yang menjadi indikator adalah keunggulan, kemajuan, daya saing yang dimiliki sebuah Perguruan Tinggi.

Tiga kata kunci yang disampaikan Gus Muhaimin ini layak untuk kita renungkan bersama dan memang ini kondisi yang sesungguhnya yang terjadi saat ini. Era dimana seseorang dituntut untuk memiliki kompetensi tertentu, bukan hanya satu bidang keilmuan, tapi multi dimensi keilmuan, kemampuan kolaborasi, komunikasi, kreatif dan kritis haruslah dibentuk oleh universitas yang menyelenggarakan ekosistem positif sehingga universitas tersebut layak untuk disebut unggul, maju, berdaya saing. Sehingga tiga indikator ini bukan lagi kaplingannya kampus negeri, wilayah tertentu seperti metropolitan seperti Jakarta, Jogja, Surabaya, Malang, Makasar, dll, tidak lagi mengukur apakah perguruan tinggi tersebut di Jawa atau di luar Jawa, tetapi indikator tersebut menurut Gus Muhaimin terletak pada keunggulan, kemajuan, dan daya saing. Kenapa?

Saya teringat penjelasan Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) wilayah X Prof Herri (2017) yang mengatakan sedikitnya terdapat lima hal sebagai syarat kampus menjadi unggulan. Pertama,  sehat idealisme  dan berorientasi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kedua, sehat organisasi yakni badan penyelenggara, rektorat, senat, mahasiswa, dan alumni harus punya komitmen bersama dalam memajukan perguruan tinggi. Ketiga, sehat finansial yang mengandung arti tidak hanya mengandalkan pada penerimaan mahasiswa namun juga perguruan tinggi menjalin kerja sama dengan dunia usaha dan industri. Keempat, sehat sivitas akademika contohnya mengasah “soft skill” dan ciri khas mahasiswa sehingga lulusan perguruan tinggi merupakan produk unggul dan bermutu yang berdaya saing.  Kelima yakni sehat masyarakat, perguruan tinggi hendaknya menjadi rujukan dan tempat untuk mendorong mahasiswa untuk meraih masa depan yang lebih cemerlang. 

Kelima syarat tersebut jika betul-betul dijadikan landasan dalam berpijak, pengambilan kebijakan, dan sungguh-sungguh dijalani oleh para sivitas sebuah universitas maka dapat dipastikan kampus tersebut akan berkemajuan, akan ada dinamisasi dari aktifitas perguruan tinggi, yang pada akhirnya akan mampu menciptakan kampus dengan mahasiswanya, alumninya, dosennya, memiliki daya saing, daya komparatif dibanding dengan kampus-kampus lainnya.

Asumsi yang dibangun oleh Gus Muhaimin ini menjadi penting untuk dipikirkan bagi seorang mahasiswa, calon mahasiswa, para masyarakat, para wali mahasiswa sehingga dikotomi negeri swasta, Jakarta Malang, Jawa Luar Jawa tidak lagi menjadi indikator dalam menentukan bagus tidaknya sebuah perguruan tinggi, tetapi sejauh mana perguruan tinggi itu mampu membangun keunggulan, berkemajuan, yang pada akhirnya akan memiliki daya saing, daya komparatif sivitas akademika kampus tersebut.

*) Oleh: Muhammad Yunus. Kepala Biro Administrasi Kemahasiswaan, Alumni, dan Keagamaan Universitas Islam Malang, Salah satu anggota Pengurus PW LP Ma’arif NU Jawa Timur.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES