Kopi TIMES

Membaca Kemerdekaan di Tengah Pandemi Corona

Sabtu, 11 September 2021 - 02:57 | 62.64k
Gerardus Kuma Apeutung, Guru.
Gerardus Kuma Apeutung, Guru.

TIMESINDONESIA, FLORES – 17 Agustus 1945 merupakan moment bersejarah bagi bangsa Indonesia. Di mana sebagai sebuah bangsa, Indonesia menyatakan diri hidup merdeka, bebas dari penindasan pihak manapun. Sebagai peristiwa bersejarah, proklamasi kemerdekaan pantas dikenang dan dirayakan dengan meriah karena merupakan tonggak awal kebebasan bangsa dari kekangan kaum kolonial.

Merayakan kemerdekaan berarti mengenang kembali sejarah perjuangan bangsa dalam mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Merayakan kemerdekaan adalah sebentuk penghormatan akan jasa para pahlawan yang merebut dan mempertahankan tanah tumpah darah ini dari kaum penjajah. 

Dua tahun terakhir, moment bersejarah ini dirayakan dalam nuansa yang berbeda. Tidak ada karnaval. Juga tanpa perlombaan. Kita maklum karena pandemi Corona sangat mengancam keselamatan kita. Saat ini kita berada dalam situasi genting yang mana tidak berbeda jauh dengan kondisi di masa penjajahan dahulu. Kesamaan tersebut dapat dilihat dari beberapa hal berikut. 

Pertama, perang. Di masa penjajahan, bangsa Indonesia hidup dalam suasana perang. Masyarakat berperang melawan kaum kolonial. Musuh yang dihadapai saat itu adalah pasukan kolonial. Perang yang dilakoni saat itu menggunakan senjata. Walau menghadapi musuh yang menggunakan senjata perang modern, bangsa Indonesia tidak merasa gentar. 

Di saat pandemi Corona sekarang, kita juga berada dalam situasi perang. Dalam perang ini musuh yang kita hadapi tidak kelihatan berupa virus Corona. Virus yang sangat berbahaya dan mengancam nyawa manusia. Dalam perang melawan virus Corona, senjata yang menjadi andalan melawan virus Corona berupa obat-obatan, vaksin, alat pelindung diri.

Kedua, pahlawan. Di zaman kolonial, banyak orang dengan sikap satria bertempur melawan penjajah. Mereka secara heroik mengangkat senjata menantang musuh di medan perang. Orang-orang ini adalah pahlawan yang menggenggam tekat lebih baik mati berkalang tanah daripada hidup dijajah orang. Para pahlawan ini secara sadar rela mengorbankan nyawa demi mempertahankan NKRI. 

Di saat pandemi Corona sekarang, para dokter, tenaga medis, dan sukarelawan berada di garis depan memimpin perjuangan melawan virus Corona. Para dokter dan tenaga kesehatan setia menjaga, merawat, dan mengobati pasien Corona di rumah sakit dan tempat karantina. Tugas yang sama dilakoni para relawan yang mem-back-up tenaga kesehatan. Mereka juga turut mendampingi para korban yang terpapar virus Corona, mendistribusi bantuan, dan memenuhi kebutuhan pasien. Para pahlawan yang menjalani misi kemanusiaan ini juga terpapar virus Corona hingga banyak gugur dalam upaya memerangi pandemik Corona.

Ketiga, korban jiwa. Dalam upaya merebut kemerdekaan, banyak hal dipertaruhkan termasuk nyawa. Kita mengenal banyak pahlawan nasional yang terkenal gigih berjuang hingga maut menjemput di medan perang. Namun sesungguhnya mereka yang meninggal dalam perang mengentaskan kolonialisme tidak hanya yang kita kenal. Mereka yang meninggal dalam sunyi tanpa tercatat di buku sejarah jauh lebih banyak.

Perang memang selalu membawa korban

Situasi serupa terjadi saat pandemi Corona sekarang. Korban nyawa yang meninggal akibat terserang virus Corona tidak bisa dihindari. Setiap hari berita kematian akibat Corona selalu memenuhi ruang publik. Data laporcovid.org (08/09/2021) menunjukkan 1.986 tenaga kesehatan telah gugur dalam perang melawan Corona. Sementara Kementerian Kesehatan RI pada Kamis, (08/09/2021) melaporkan jumlah korban yang meninggal sebanyak 137.782 orang.

Kesamaan kondisi di atas menggambarkan upaya bangsa untuk hidup merdeka. Namun kemerdekaan yang diperjuangkan tersebut memiliki makna yang berbeda. Merdeka di zaman kolonial adalah bebas dari penindasan kaum penjajah. Merdeka di saat pandemi Corona berarti bebas dari serangan virus Corona. 

Bila kita bertanya pada diri apa impian kita saat ini, jawabannya pasti ingin hidup sehat. Inilah kemerdekaan yang didambakan setiap orang saat pandemi Corona. Kemerdekaan di tengah serangan virus Corona tidak lain adalah hidup yang sehat. Di saat pandemi Corona, merdeka artinya sehat.

Kesehatan sebagai kemerdekaan hakiki di saat pandemi Corona membawa dua implikasi sekaligus: positif dan negatif. Positif artinya setiap orang akan berupaya untuk menerapkan pola hidup sehat. Masing-masing pribadi akan menjaga diri agar tidak terserang penyakit terutama Corona. Dampak negatifnya, orang menjadi apatis dengan kondisi sakit yang sebenarnya. Ini adalah efek dari keengganan untuk berobat ke rumah sakit atau puskesmas saat sakit karena takut divonis menderita Corona.

Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh 

Soekarno pernah berujar, “Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta, apalagi bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu. Lebih baik makan gaplek tapi merdeka, daripada makan bistik tapi budak”.
Pernyataan Soekarno ini mengandung makna sebagai bangsa yang besar Indonesia harus berdiri di atas kaki sendiri. Berdikari artinya mampu membangun kemandirian bangsa; tidak bergantung pada pihak lain. Kemandirian membuktikan bahwa kita adalah bangsa yang kuat dan tangguh dalam menghadapi tantangan apapun. Termasuk dalam perang melawan pandemi Corona. 

Tema HUT Kemerdekaan ke-76 “Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh” sungguh merefleksikan kekuatan kita sebagai bangsa yang besar dalam perang melawan Corona. Tangguh dan tumbuh mengirim pesan bahwa sebagai bangsa yang besar, Indonesia tetap kuat menghadapi pandemi Corona.

Tema “Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh” mengekspresikan komitment dan kerja keras bangsa dalam melawan pandemi Corona. Kemampuan bertahan di tengah gempuran Corona yang tidak hanya menghantam sektor kesehatan tetapi juga ekonomi, pendidikan, agama, pariwisata, dll. membuktikan ketangguhan kita. Masa kritis gelombang kedua pandemi Corona yang puncaknya pada 15 Juli 2021 dengan jumlah kasus 56.757 kasus telah kita lewati.

Dari data harian yang dipublikasikan, saat ini terjadi penurunan jumlah kasus positif secara konsisten. Keterisian tempat tidur rumah sakit atau BOR (bed occupancy rate) juga menurun. Walau demikian, belum bisa dipastikan bahwa kondisi ini akan terus membaik ke depannya. Masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa kita telah berhasil meluncur dari puncak pandemi. Belum ada jaminan kasus Corona tidak akan meroket lagi.

Ketangguhan bangsa ini akan terus diuji. Karena itu kita tidak boleh lengah apalagi patah semangat walau di tengah perang melawan Corona ada pemimpin yang bertindak infantil.  Mereka memanfaatkan moment pandemi untuk memperkaya diri. Dana bantuan sosial untuk masyarakat yang terdampak pandemi Corona justru dimasukkan ke kantong pribadi, keluarga, dan kroninya.

Ada juga politisi yang begitu bernapsu memenuhi ambisi meraih kekuasaan. Halmana targambar dari wajah politis dalam baliho yang terpampang mana-mana tanpa ada rasa peduli dengan penderitaan rakyat. Ketika bangsa sedang berperang melawan Corona, politisi malah sibuk perang baliho. Memamerkan wajah demi memuaskan hasrat berkuasa.

Di lain kesempatan, ada politisi yang tidak taat pada aturan. Aturan yang membatasi orang untuk berkumpul atau berpesta dalam situasi pandemi Corona justru dilanggar. Sebagaimana dilakukan Gubernur dan para Bupati di NTT yang menggelar acara pengukuhan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah Kabupaten/ Kota se-NTT di Pantai Otan, Pulau Semau, Kabupaten Kupang, Jumat (27/08/2021). Acara yang dihadiri ribuan orang tersebut tidak taat protokol kesehatan.

Sikap infantil pemimpin di atas janganlah memudarkan spirit sebagai bangsa besar yang kuat dalam melawan (si)apa pun. Karena kita bukan bangsa tempe. Komitment melawan virus Corona harus terus dirawat sekalipun pemimpin menunjukkan contoh buruk. Jika berhasil melewati ujian ketangguhan ini, kita akan tumbuh sebagai bangsa yang merdeka dari Corona.

***

*) Oleh: Gerardus Kuma Apeutung, Guru.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES