Peristiwa Daerah

Peneliti UB: Kenaikan Cukai Rokok Tak Efektif Tekan Angka Perokok

Rabu, 08 September 2021 - 21:54 | 67.79k
Focus Group Discussion yang digelar PPKE FEB UB dan penyampaian hasil penelitian terkait kenaikan cukai rokok secara virtual. (Foto: tangkapan layar Zoom)
Focus Group Discussion yang digelar PPKE FEB UB dan penyampaian hasil penelitian terkait kenaikan cukai rokok secara virtual. (Foto: tangkapan layar Zoom)

TIMESINDONESIA, MALANG – Tim peneliti Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) merilis hasil penelitian terkait imbas kenaikan cukai rokok terhadap misi penurunan jumlah perokok.

Melalui kenaikan cukai, Pemerintah bermaksud agar upaya tersebut dapat menekan prevalensi perokok dewasa hingga 32,3 – 32,4 persen dan prevalensi perokok anak-anak dan remaja turun menjadi 8,8 – 8,9 persen pada 2021.

PPKE UB menyampaikan fakta yang ada justru selama lebih dari 10 tahun sejak tahun 2007, angka prevalensi merokok usia ≥ 15 tahun tidak mengalami perubahan yang signifikan.

"Kenaikan harga rokok tidak efektif menurunkan angka prevalensi merokok karena kenaikan harga rokok bukanlah faktor yang menyebabkan seseorang memutuskan berhenti merokok," kata salah satu peneliti PPKE FEB UB, Imanina Eka Dalilah, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/9/2021).

Dengan demikian, Imanina menyimpulkan bahwa kebijakan kenaikan cukai untuk menekan prevalensi merokok kurang efektif. Namun sebaliknya, kenaikan tarif cukai dan harga rokok yang excessive setiap tahunnya, lebih banyak berdampak pada penurunan jumlah pabrikan rokok dan peningkatan peredaran rokok ilegal dibandingkan dengan penurunan jumlah prevalensi merokok.

Seperti diketahui, kenaikan tarif cukai dan harga rokok terus terjadi hampir setiap tahunnya, termasuk pada tahun 2020 ketika pandemi Covid-19.

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 152/2019 telah menetapkan bahwa tarif cukai mengalami kenaikan 23 persen dan HJE 35 persen.

Tak hanya itu, satu tahun kemudian, melalui PMK 198/2020 pemerintah kembali menaikkan tarif cukai hingga 16 persen dan rata-rata tertimbang sebesar 12,5 persen yang berlaku pada 1 Februari 2021.

Di sisi lain, Joko Budi Santoso yang juga peneliti dari PPKE FEB melakukan kajian strategis terkait isu-isu tersebut secara berkelanjutan.

Kajian yang dilakukan pada saat ini fokus pada analisis kebijakan cukai terhadap keberlangsungan IHT, analisis pola perilaku konsumen rokok terhadap kenaikan harga rokok dalam menurunkan angka prevalensi merokok usia ≥ 15 tahun, dan analisis peredaran rokok ilegal.

Pihaknya menyampaikan, faktor dominan penyebab seseorang memutuskan untuk mengkonsumsi rokok di usia dewasa di antaranya tingkat kebiasaan, pengaruh lingkungan dan stres.

"Sementara itu, hasil analisis juga menunjukkan bahwa harga rokok tidak berpengaruh pada penyebab seseorang merokok, begitu juga iklan dan lingkungan keluarga," bebernya.

Joko kemudian merinci faktor dominan penyebab seseorang berhenti merokok di antaranya periode merokok, jumlah konsumsi rokok per hari, pendidikan, dan rata-rata pendapatan.

Hasil penelitian PPKE FEB UB tersebut semakin memperkuat argumen bahwa kenaikan cukai rokok tidak efektif menurunkan angka perokok. Kenaikan harga rokok akan menyebabkan perokok mencari alternatif rokok dengan harga yang lebih murah, salah satu alternatifnya adalah rokok ilegal. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES