Ekonomi

Rajut Ketahanan Pangan di Tengah Pandemi, Pemprov Jatim Sukses Bangunkan Petani Muda 

Rabu, 08 September 2021 - 14:10 | 247.22k
Fery Gaguk Setiawan merupakan salah satu petani milenial asal Kabupaten Kediri. Dalam sekali panen mampu menghasilkan 7-8 ton gabah (Foto: Lely Yuana/TIMES Indonesia).
Fery Gaguk Setiawan merupakan salah satu petani milenial asal Kabupaten Kediri. Dalam sekali panen mampu menghasilkan 7-8 ton gabah (Foto: Lely Yuana/TIMES Indonesia).

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) terus mencetak regenerasi petani muda atau petani milenial sebagai motor penggerak roda ketahanan pangan nasional. 

Kehadiran petani milenial adalah upaya menjaga kemandirian pangan. Mandiri bagi petani dan merdeka dari potensi ancaman krisis pangan akibat pandemi Covid-19 pada masa mendatang. 

Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu lumbung pangan bahkan menorehkan catatan pertumbuhan angka petani muda yang cukup besar mencapai 40,42 ℅. Angka ini melebihi persentase jumlah petani milenial secara nasional yang hanya sebesar 29 % saja. 

Saat ini sektor pertanian masih didominasi golongan tua dengan tingkat pendidikan yang rendah. Lebih dari 65% kepala keluarga rumah tangga usaha pertanian (KK RTUP) berusia lebih dari 45 tahun. Padahal saat ini Indonesia sudah memasuki fase bonus demografi. 

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur, Dr Ir Hadi Sulistyo memaparkan, berdasarkan hasil sensus penduduk (SP) pada tahun 2020 lalu, jumlah penduduk Pulau Jawa tercatat sekitar 40,67 juta jiwa. 

Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2020 dari BPS 2020 jumlah penduduk berusia 16-30 tahun di Jawa Timur sekitar 4.933,34 ribu jiwa atau 13,23% dari jumlah pemuda Indonesia yang sebesar 37.299,11 ribu jiwa.

Sementara total pemuda di perkotaan dan pedesaan Jawa Timur berjumlah 8.886,07 ribu jiwa atau 13,78 % dari jumlah pemuda di Indonesia yang sebesar 64.500,29 ribu jiwa.

"Sebagaimana hasil Susenas Maret 2020, persentase pemuda bekerja menurut lapangan usaha utama Jawa Timur yaitu di sektor pertanian sebesar 40,42% dari jumlah pemuda," terang Hadi Sulistyo, Rabu (8/9/2021). 

Hadi menerangkan, daerah yang paling banyak memiliki petani muda menurut Susenas BPS tahun 2020 berdasarkan persentase pemuda tani di Jawa Timur yakni Kabupaten Blitar (laki-laki 53,43%, perempuan 46,57%), Kabupaten Malang (laki-laki 53,22%, perempuan 46,78%), Kabupaten Ponorogo (laki-laki 53,16%, perempuan 46,84%), Kota Kediri (laki-laki 53,11%, perempuan 46,89%) dan Kabupaten Kediri (laki-laki 52,11%, perempuan 47,89%). 

Namun, lanjut Hadi, pihaknya masih terus mendorong agar sektor pertanian tetap bertunas di Jatim hingga masa mendatang. Terlebih Jatim sebagai lumbung pangan nasional memiliki sumber daya dan plasma nutfah yang melimpah.

"Kekayaan ini masih menjadi harapan bagi segenap masyarakat untuk dapat mengandalkan kehidupannya dari dunia pertanian," ujarnya. 

Sebut saja beberapa komoditi hortikultura strategis unggulan Jatim seperti buah dan sayuran potensial serta biofarmaka memiliki peran penting dalam perkembangan produk pertanian Jatim selama pandemi ini.

Komoditi sayuran dan buah semusim di Jawa Timur yang tersedia cukup dan potensial meliputi bawang merah, cabai besar, cabai rawit, kubis, dan semangka.

Dengan rincian, produksi bawang merah dalam setahun sebesar, 454.584 ton, cabai besar mencapai 99.110 ton, produksi cabai rawit  mencapai 684.943 ton, produksi kubis setahun mencapai 203.708 ton, dan produksi semangka dalam setahun mencapai 132.547 ton.

Komoditi selanjutnya adalah buah potensial dan memiliki ketersediaan cukup. Meliputi  alpukat, apel, durian, jeruk siam atau jeruk keprok, mangga, nanas, pisang, rambutan, dan salak.

Dalam satu tahun, produksi alpukat mencapai 175.735 ton, produksi durian mencapai 275.795 ton, produksi jeruk siam atau keprok mencapai 712.585 ton per tahun, dan produksi mangga mencapai 1.292.960 ton.

Kemudian produksi nanas mencapai  220.552 ton, produksi pisang setahun mencapai 2.618.795 ton, produksi rambutan setahun mencapai 126.863 ton, produksi salak setahun mencapai 141.073 ton, dan produksi buah naga setahun mencapai 6.059 ton.

Sementara penopang lainnya adalah komoditi tanaman obat atau biofarmaka potensial di Jatim yang melimpah. Seperti produksi jahe dalam setahun mampu mencapai 45.093 ton dan produksi kunyit mencapai 102.723 ton per tahun. 

Hadi mengatakan, produk pertanian Jatim sebagai komoditas ekspor juga mengalami peningkatan sepanjang 2021.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor nonmigas atau nilai ekspor yang terdiri dari komoditi pertambangan, industri dan pertanian pada Juni 2021 mencapai USD 1,88 miliar atau meningkat sebesar 21,44 persen dibandingkan Mei 2021. Nilai tersebut dibandingkan Juni 2020 naik sebesar 39,51 persen.

Golongan barang utama ekspor nonmigas Juni 2021 adalah lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15) dengan nilai sebesar USD 185,90 juta, disusul tembaga (HS 74) dengan nilai sebesar USD 179,12 juta, serta kayu dan barang dari kayu dengan nilai sebesar USD 154,38 juta.

Secara kumulatif, selama Januari - Juni 2021, ekspor yang keluar Jawa Timur sebesar USD 10,92 miliar atau naik 13,24 persen dibandingkan Januari - Juni 2020.

Negara tujuan ekspor nonmigas terbesar pada Januari - Juni 2021 adalah Amerika Serikat yang mencapai USD 1,58 miliar (dengan peranan 15,94 persen) disusul ekspor ke Jepang sebesar USD 1,54 miliar (dengan peranan 15,56 persen) dan ke Tiongkok sebesar USD 1,31 miliar (dengan peranan 13,15 persen). 

Ekspor nonmigas ke kawasan ASEAN mencapai USD 1,85 miliar (dengan kontribusi sebesar 18,60 persen), sementara ekspor nonmigas ke Uni Eropa sebesar USD 864,18 juta (dengan kontribusi sebesar 8,71 persen), termasuk di antaranya dari komoditas pertanian seperti buah dan sayur. 

Melihat data tersebut, maka sebuah keniscayaan jika upaya regenerasi petani merupakan langkah yang tepat untuk menjamin kesinambungan aktivitas pertanian dalam mendukung ketahanan pangan nasional.

"Banyak peluang usaha tani yang dapat dikembangkan oleh kaum milenial sesuai dengan karakternya masing-masing," tambah Hadi. 

Sebagaimana yang terjadi pada saat  pandemi Covid-19. Kondisi ini menyebabkan masyarakat harus melakukan kegiatan dari rumah atau stay at home dan membuka peluang tumbuhnya pemasaran digital dalam memasok kebutuhan pangan keseharian masyarakat. 

"Para petani muda memanfaatkan pula perkembangan teknologi dalam membuat smart farming melalui teknologi mekanisasi dan digitalisasi," kata Hadi. 

Ia mengatakan, saat ini petani muda Jatim telah menorehkan pemikiran melalui beragam inovasi dalam dunia pertanian. 

Antara lain pembuatan persemaian kering model rumah susun pengganti sawah, agar masa tanam dapat dipercepat. Metode ini dipelopori oleh petani muda di Sumenep. 

Dalam penerapannya, persemaian kering bisa dilakukan di pekarangan rumah para petani tanpa menunggu masa panen selesai sehingga dapat segera dilakukan percepatan tanam. 

Selain mempercepat masa tanam, keunggulan dari persemaian kering ini tidak membutuhkan biaya yang sangat banyak dibandingkan jika petani melakukan persemaian di sawah 

Kemudian, jelas Hadi, ada pula inovasi perlakuan pola tanam tumpangsari padi- jagung-cabai dari petani muda Jember. 

Dalam metode ini penanaman padi dilakukan terlebih dahulu. Jerami padi yang telah dipanen digunakan sebagai mulsa untuk budi daya tumpangsari jagung dan cabai rawit yang ditanam setelahnya. 

Jika jagung sudah dipanen, batangnya tetap dibiarkan berdiri dan digunakan sebagai ajir tanaman cabai sehingga dapat bermanfaat, efisien dan berkelanjutan.

Selain bermanfaat mengurangi biaya produksi, metode ini juga dapat mengurangi serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) cabai. 

Tak hanya beragam metode tanam saja. Namun, tambah Hadi, beberapa petani milenial mengembangkan pertanian yang ramah lingkungan untuk kelangsungan sumber daya alam. 

Hadi tak memungkiri masih perlu memberikan suntikan semangat agar anak muda mau terjun melestarikan sektor pertanian. 

Selama ini ia melihat beberapa faktor penyebab rendahnya minat kalangan generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian. Antara lain adanya anggapan bahwa usaha tani sebagai bidang pekerjaan pilihan terakhir dibandingkan jenis pekerjaan lainnya.

"Jadi kaum milenial merasa gengsi jika bekerja menjadi petani," ucapnya. 

Selain itu, tambah Hadi, rendahnya penguasaan lahan pertanian akibat sistem bagi waris menyebabkan usaha tani dianggap tidak layak untuk menjamin kebutuhan hidup. 

"Kemudian pendapatan dari hasil pertanian tidak menentu serta faktor resiko kerugian yang tinggi," ujarnya. 

Ia menambahkan, pemerintah melalui kementerian pertanian telah menetapkan kebijakan terkait dengan petani milenial yang berdaya saing tinggi.

Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPSDMP) Kementerian Pertanian menetapkan tiga ciri generasi petani milenial antara lain berusia 19-39 tahun, berjiwa milenial dan adaptif terhadap teknologi digital serta memiliki jaringan kerja sama usaha. 

Sementara itu, dorongan regenerasi petani juga datang dari Dinas Kepemudaan dan Olahraga Provinsi Jawa Timur melalui salah satu terobosan yaitu Program Kegiatan Pemuda Petani Milenial. Aksi itu melibatkan banyak anak muda di Jawa Timur. 

Program ditujukan khusus untuk mendorong regenerasi petani, yaitu dengan cara menumbuhkan jiwa wirausaha muda di bidang pertanian sehingga mampu membuka lapangan pekerjaan, khususnya bagi masyarakat pedesaan.

Pelatihan ini dilaksanakan guna menyiapkan pemuda petani milenial memiliki wawasan yang lebih luas dan maju. Pelaksanaan kegiatan dilakukan Dinas Kepemudaan dan Olahraga Provinsi Jawa Timur dengan menggandeng Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP). 

Giat diikuti oleh 76 orang pemuda dari kabupaten maupun kota di Jawa Timur yang mempunyai minat dan potensi di bidang kewirausahaan pertanian pada Agustus lalu. 

Kepala Dinas Kepemudaan dan Olahraga Provinsi Jawa Timur, Drs. Supratomo, mengatakan jika kegiatan Pelatihan Kewirausahaan Pemuda Petani Milenial akan berkelanjutan.

"Hasil yang diharapkan dalam kegiatan Pelatihan Kewirausahaan Pemuda Petani Milenial Tahun 2021 ini adalah munculnya kader-kader muda yang berjiwa wirausaha untuk menumbuhkan potensi perekonomian di kabupaten maupun kota masing-masing," kata Supratomo. 

Dengan demikian, tak bisa dipungkiri jika Jatim sebagai salah satu lumbung petani milenial memiliki sosok-sosok tunas unggulan di sektor pertanian. 

Bahkan Jatim menyumbang nama sebagai Duta Petani Milenial (DPM) Nasional. Yakni Benu Nuharto. Usia Benu tergolong masih muda,  36 tahun, ia telah mengelola lahan pertaniannya secara serius. Benu membudidayakan buah melon dengan kualitas super. 

Maka, tak salah jika nama pemuda asal Lamongan ini berada di antara 2000 Duta Petani yang tersebar dan dikukuhkan oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia (Kementan RI) melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) pada awal Agustus 2021.

Keberadaan DPM ini diharapkan untuk meningkatkan peran generasi muda dalam mengembangkan dan memajukan sektor pertanian.

Petani-milenial---Copy.jpg

Selain itu, dapat memberikan motivasi, dapat ditularkan kepada generasi milenial di wilayahnya masing-masing di bidang pertanian dan berkontribusi nyata dalam pembangunan pertanian.

Duta Petani Milenial merupakan sebuah tanggung jawab tersendiri. Bahkan Benu sendiri sempat kaget saat menerima mandat tersebut.

"Sebenarnya saya juga nggak tahu awalnya, kemudian tiba-tiba prosesnya sampai saya menjadi duta yang dikukuhkan oleh bapak presiden itu. Tapi sebelumnya saya sudah mengajak anak-anak muda teman-teman muda untuk terlibat langsung di dalam dunia pertanian," ucapnya kepada TIMES Indonesia. 

Namun ia mengaku tak ada kesulitan berarti. Karena tanggung jawab sebagai duta hampir seluruhnya sama dengan kegiatan yang selama ini ia lakoni. 

"Kebetulan di duta itu juga punya tugas dan tanggung jawab yang sama. Jadi saya banyak melibatkan mengajak anak-anak muda bahwa petani ini sudah bukan menjadi hal yang dianggap remeh atau kurang menarik," tambahnya. 

Benu mengatakan, jika hari ini sudah banyak teknologi yang menjadikan pertanian sebagai sebuah pekerjaan atau profesi yang menarik. 

Ia bercerita, pada awalnya mulai bertani  pada tahun 2013. Benu memang menyukai dunia pertanian sampai sekarang.

Kala itu ia menanam padi. Namun saat ini Benu memilih fokus membudidayakan buah melon. Dari tahun ke tahun hasil panen buah melon semakin meningkat berkat sentuhan teknologi. 

"Dari yang awalnya konvensional kemudian sampai hari ini kita sudah menggunakan green house dan pengairan kita sudah menggunakan tetes atau drip irigasi," kisahnya. 

Akan tetapi, Benu mengaku belum bisa menyentuh pasar modern. Padahal, hasil panen melon dari green house lebih bagus karena minim pestisida kimia. Sejauh ini ia hanya mampu mendistribusikan hasil panen langsung kepada penjual tertentu. Apa pasal? 

"Jadi harga kita masih belum seperti yang saya inginkan karena kualitas kita di atas kualitas rata-rata," jawabnya. 

Kendati demikian, Benu tak pernah patah arang. Bahkan ia menargetkan tahun ini budidaya melon semakin meningkat dan kelak mampu menerobos pasar modern. 

"Cuma itu butuh effort yang lebih, tapi Insya Allah kita sampai," katanya penuh keyakinan. 

Selanjutnya, ia juga akan fokus mengajak generasi muda untuk bertani. Karena banyak petani muda binaannya yang telah menuai hasil. 

"Tahun ini teman-teman yang menjadi komunitas saya bulan ini akan menanam sekitar 10 ribu capai," ucapnya. 

"Kemudian terutama lagi teman-teman yang fokus di melon juga bukan hanya saya. Ada beberapa yang sudah bangun green house ada, kemudian bawang merah juga ada. Jadi kita maksimalkan mereka untuk meningkatkan hasil panennya di tahun ini, meskipun tahun ini banyak kendala karena adanya fenomena alam kemarau basah, itu yang tidak dapat diduga kapan hujan, kapan tidak. Ini juga pengaruh ke sistem budi daya kita," beber Benu. 

Sementara di sisi lain, Benu memang melihat jika minat pemuda ke sektor pertanian masih minim.

Akan tetapi ia optimistis ke depan seiring dengan massifnya pemerintah mengajak kaum milenial untuk ikut terlibat langsung di dunia pertanian bakal menarik pemuda menggeluti dunia pertanian. Regenerasi petani muda yang mudah untuk menerima teknologi dan mudah berinovasi. 

"Khususnya Lamongan memang masih jauh sebenarnya. Rata-rata masih didominasi petani-petani yang usianya sudah tua, 50-an tahun ke atas. Sehingga teknologi dan inovasi itu susah untuk masuk ke sistem pertanian mereka," ujarnya. 

Daerah Lumbung Petani Milenial 

Jika berbicara dengan daerah penyangga pangan Jatim tentu tak bisa dipisahkan dengan Kabupaten Kediri. 

Data Susenas BPS Tahun 2020 menyebutkan jika Kabupaten Kediri merupakan lumbung petani milenial dengan angka petani milenial laki-laki 52,11% dan perempuan 47,89%. 

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Kediri, Anang Widodo mengatakan saat ini Kabupaten Kediri fokus pada program prioritas pertanian berkelanjutan. Salah satunya mendukung program Desa Inovasi Tani Organik (DITO).

"Untuk menggaet petani-petani muda, kita berusaha menggunakan teknologi yang ada tapi teknologi yang tepat guna," katanya saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Sehingga, lanjut Anang, petani tidak konvensional lagi. Mereka diajari pemakaian alat-alat tepat guna misal untuk mengurangi rumput atau penanganan hama penyakit menggunakan pestisida nabati. 

"Semua bisa diberdayakan dan dibuat sendiri. Harapan kami bagaimana sesuatu yang praktis itu bisa dilaksanakan oleh petani tetapi nilai kemanfaatan jauh lebih tinggi. Itu konsepnya seperti itu," imbuh Anang. 

Semua konsep ini juga mendukung terselenggaranya Sekolah Lapang yang merupakan bagian dari kegiatan Integrated Participatory Development and Management Irrigation Program (IPDMIP). Kegiatan berupa pemberdayaan petani pengguna air. 

IPDMIP adalah program pemerintah di bidang irigasi yang bertujuan untuk mencapai keberlanjutan sistem irigasi, baik sistem irigasi kewenangan pusat, kewenangan provinsi maupun kewenangan kabupaten.

Upaya tersebut diharapkan dapat mendukung tercapainya swasembada beras sesuai program Nawacita Pemerintah Indonesia.

Para petani mendapat bekal mulai tenik budidaya Tanpa Olahraga Tanah (TOT) sampai dengan panen. 

"Itu semua kita ajarkan dan pelatihan praktek langsung di lahan. Nanti kita bantu biaya sewanya, benih, pupuk, obat-obatan yang ramah lingkungan itu nanti kita ajarkan semua," ujarnya. 

Anang mengatakan, konsep ini sekaligus menunjukkan bahwa pertanian bukanlah sesuatu yang kotor dan sulit. Apalagi sektor pertanian merupakan usaha yang mampu tetap survive hingga masa mendatang. Salah satunya melalui manajemen yang baik. 

"Kalau kita bicara tentang teknologi, hari ini pasti bergerak semua. Hari ini dan besok handphone sudah berganti. Android besok sudah berganti. Tapi dengan bertambahnya manusia, yang jelas pangsa pasar yang paling besar adalah kebutuhan hidup dalam hal ini pangan," ucapnya. 

Namun Anang mengakui jika kendala bagi petani saat ini adalah manajemen. Baik itu manajemen budi daya maupun penggunaan teknologi. 

"Saya kira petani-petani muda itu lebih cenderung kerso (minat), ingin melihat pertanian ini sesuatu yang keren. Bukan sesuatu yang konvensional, kalau kita bicara sesuatu yang konvensional meluku (membajak) itu juga pakai sapi, ya mungkin itu jadi hiburan boleh, jadi wisata. Tapi sekarang teknologi banyak sekali," bebernya. 

Lebih lanjut, Anang mengatakan Kabupaten Kediri sendiri tengah mengembangkan tanaman hortikultura bagi petani milenial. Jadi, bukan sekedar tanaman pangan. 

"Saat ini kita sudah mengonsep dari pemerintah daerah untuk pengembangan petani muda milenial. Khususnya di hortikultura," katanya. 

Petani milenial bisa mendapatkan ilmu pengembangan teknologi seperti hidroponik. Semua serba android. Pemkab telah mengembangkan di beberapa titik.

"Harapannya ke depan itu menjadi branding Kabupaten Kediri. Kabupaten Kediri saat ini juga sudah punya dengan SK Menteri Pertanian kita ada Duta Petani Andalan, Duta Petani Milenial. Yang notabene rata-rata mereka berbicara di tanaman-tanaman hortikultura sayur dengan teknologi yang tepat guna," tambahnya. 

Tanaman hortikultura yang dikenalkan tidak memakan biaya tinggi, tidak berbiaya mahal, tidak high cost, dan juga tidak high capital.

Anang menjelaskan, saat ini Sekolah Lapang IPDMIP sudah terlaksana di sembilan Daerah Irigasi (DI). 

Namun selain IPDMIP, Dinas Pertanian Kabupaten Kediri juga membuka Sekolah Lapang untuk organik, Sekolah Lapang pengurangan pupuk dan Sekolah Lapang untuk penanganan penyakit.

Sekolah Lapang bahkan hampir merata di 26 kecamatan. Penerapan Sekolah Lapang sangat praktis dan mudah diaplikasikan oleh para petani. 

Sekolah Lapang sendiri sebetulnya menyasar para petani muda yang jauh lebih mudah menyerap teknologi. Saat ini 50 persen peserta Sekolah Lapang adalah petani milenial. 

Kemandirian Pangan 

Kehadiran petani milenial adalah upaya menjaga kemandirian pangan. Mandiri bagi petani dan merdeka dari ancaman krisis pangan akibat pandemi Covid-19. 

Maka tak heran jika Kabupaten Kediri terus fokus mempertahankan lahan produktif dan melakukan regenerasi petani muda. 

Anang merinci, dalam satu tahun area tanam padi dan jagung di Kabupaten Kediri luasnya tak berbeda jauh. Rata-rata 49.000 hektar - 51.000 hektar per tahun. Sementara area tanam cabai mencapai 7 ribu hektar per tahun dan nanas 3.500 hektar per tahun. 

"Jadi hortikultura maupun pangan Kediri cukup menjadi buffer atau penyangga yang cukup untuk ketahanan pangan," ujar Anang. 

Hal ini sesuai dengan program Pemkab Kediri mendorong pertanian berkelanjutan, pengembangan kawasan agropolitan, dan pengembangan desa inovasi tani organik. Tim penyuluh menggandeng akademisi. Sedangkan pengembangan agropolitan menggandeng Universitas Gadjah Mada (UGM). 

"Itu semua sebenarnya mendukung bagaimana kemandirian. Tidak hanya ketahanan pangan. Tapi kemandirian pangan itu bisa tercapai," tegasnya. 

Menurut Anang, kemandirian pangan lebih dari bicara produksi. Namun petani harus benar-benar mandiri. Misal bisa membuat pupuk dan pestisida sendiri. 

Oleh sebab itu, jika berbicara tentang kemandirian dan ketahanan pangan tak bisa lepas dari regenerasi petani muda. 

Oleh sebab itu, Pemkab Kediri terus mendorong branding dan pengenalan pada anak-anak muda bahwa bertani adalah profesi yang keren dan aplicable berkat dukungan teknologi. 

"Jadi kadang-kadang mereka berpikir petani itu hasilnya kurang menjanjikan, terus berkotor-kotor dengan rumit. Padahal tidak seperti itu," ucap Anang. 

Ia menambahkan, pertanian dengan dukungan manajemen yang baik akan mampu menjadi penyangga ekonomi. 

"Apalagi hari ini yang jelas survive di kondisi pandemi itu di sektor pertanian. Karena semua pasti membutuhkan itu tinggal bagaiamana handling di budidaya dan pasca panen," ungkap Anang.

Fery Gaguk Setiawan (31) adalah salah satu contoh petani muda yang mewarisi mata pencaharian keluarga. Ia mulai terjun ke sawah sejak kecil. Pengetahuan bertani ia dapatkan secara otodidak. 

"Sejak dulu keluarga saya mata pencahariannya bertani. Sehingga sejak kecil saya sudah diajari cara bertani di sawah," ungkapnya.

Lahan pertanian milik keluarga Fery memang cukup luas. Terletak di Desa Purwoasri, Kabupaten Kediri. Ia melibatkan tetangga sekitar untuk proses tanam hingga panen beberapa tanaman hortikultura seperti padi dan jagung. Sementara lahan lain yang tidak terlalu mendapat pengairan ia tanami tebu. 

Dalam sekali panen sawahnya mampu menghasilkan 7-8 ton gabah. Ada yang dikonsumsi sendiri dan selebihnya ia jual kepada pemborong atau tengkulak. 

Bagi Fery dan kebanyakan masyarakat pedesaan, bertani masih menjadi sandaran pemasukan. Sehingga ia menyampaikan asa agar harga komoditas pertanian dapat meningkat. 

"Saya berharap harga jual pertanian bisa meningkat sehingga para petani lebih semangat lagi dalam mengelola lahannya," kata Fery.

Gaya Hidup Bertani Milenial Perkotaan

Namun pertanian bukan hanya milik masyarakat pedesaan. Karena saat ini telah berkembang metode tanam yang lebih praktis dan tak memakan lahan. 

Misal para petani muda di kota besar seperti di Surabaya. Rata-rata mereka menanam sayuran melalui sistem tanam hidroponik. Metode ini makin menjamur saat pandemi dan telah menjadi gaya hidup karena mudah diaplikasikan di lahan minimalis. 

Fasilitator Kampung Hidroponik Surabaya Agus Yudianto bercerita, ia telah bergelut dengan hidroponik sejak 2012 silam. 

Hidroponik merupakan sistem pola tanam berbahan dasar air mengalir maupun statis (tidak bergerak) dengan menggunakan paralon. Selain itu, hidroponik tidak memakan banyak waktu dan biaya. 

Apalagi cara tanam cukup mudah hanya dengan memanfaatkan barang bekas seperti gelas, botol, pipa, dan serabut kain flanel yang berguna sebagai respirasi nutrisi air. 

Pembibitan juga bisa dilakukan di atas rockwool, sejenis batuan gunung kaya phospat yang telah dipanaskan dalam suhu 6000-7000 derajat celcius maupun menggunakan arang sekam, dan Cocopeat Tulus Agro.

Langkah awal, yaitu cukup menyiapkan media dan bibit sayuran yang telah direndam air hangat selama satu malam. Perendaman dilakukan agar cangkang bibit terbuka dan bisa melanjutkan proses tanam pada hari kedua.

Setelah itu pindah ke media semai. Untuk rockwool idealnya dilubangi dengan jarak 2-3 senti meter menggunakan tusuk gigi. Jika memakai arang sekam langsung dimasukkan ke dalam gelas bekas. 

Kandungan karbon pada arang sekam berpotensi menghasilkan kualitas tanaman lebih bagus. Sedangkan rockwool, benih akan lebih mudah tumbuh, tetapi hanya sebatas untuk disemai.

Selepas itu harus segera dipindah tanam. Dengan kata lain, menggunakan rockwool bisa lebih meringkas waktu dan lebih bersih, namun hanya untuk sekali pakai. 

Fase penanaman dan pembibitan dasar membutuhkan waktu antara 10-14 hari. Akar tanam yang menggunakan media semai arang sekam dan rockwool pun berbeda.

“Cara ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab kita terhadap lingkungan, dengan memanfaatkan barang bekas,” terang Agus Yudianto.

Agus telah membina 25 kecamatan dari 31 kecamatan yang ada. Ia juga menjadi pembina komunitas hidroponik Kabupaten Gresik. 

“Surabaya dulu merupakan pilot project pertama,” imbuhnya. 

Pria yang tinggal di Kawasan Bibis Tama ini mengawali pola tanam hidroponik melalui beberapa literatur yang telah ia baca dan pelajari. 

Menurutnya, budi daya tanam hidroponik berawal dari sebuah bakat menanam. Salah satu contoh adalah lahirnya Komunitas Kampung Hidroponik Surabaya.

Dalam perkumpulan ini tercipta sebuah komunikasi antar pecinta tanaman. Sekaligus wujud kerukunan dari warga binaan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Surabaya dengan para urban farming maupun petani konvensional.

“Kampung hidroponik merupakan program awal yang sudah sukses, dan tahun depan program akan lebih menyeluruh,” tutur pria yang memiliki latar belakang agrobisnis tersebut.

Hasil dari pertanian hidroponik binaannya telah didistribusikan ke beberapa super market dan hotel yang ada di Surabaya.

"Bahkan kita kewalahan menerima order,” ucapnya. 

Saat ini Komunitas Hidroponik Surabaya juga telah mendisplay ragam produknya di Pasar Modern CitraLand. Seperti sawi, pakcoy selada, kale, kailan, dan kangkung. 

Agus mengatakan, tanam sayur hidropnik adalah salah satu peluang bertahan di masa pandemi. 

Ia merinci, sebelum pandemi data omzet penjualan sayur hidroponik di lapangan dalam sehari minimal mencapai Rp 500.000.

"Dalam satu hari minimal kita bisa packing untuk siap jual antara 50-75 pack @250 gram per packnya," kata Agus. 

Ia juga menambahkan, banyak peranan pemuda kreatif yang langsung terjun ke lapangan selama proses tanam hidroponik ini. Mulai dari budi daya tanam, packing, hingga pemasaran melalui media online. 

Pramuka Jatim Produktif

Tak mau ketinggalan, dunia pertanian dengan wajah-wajah pemuda milenial juga merambah organisasi. Yakni Kwarda Pramuka Jatim. 

Ketua Kwarda Pramuka Jatim Terpilih, Arum Sabil juga telah menggalakkan program Pramuka Jatim Produktif seperti arahan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa sebagai Ketua Majelis Pembimbing Daerah (Mabida) Jatim. 

Salah satu hal yang menggelorakan semangat adalah karena Jatim telah menjadi penyumbang Merdeka Eksport Pertanian dengan nilai mencapai Rp 1,3 triliun di tengah pandemi Covid-19. 

"Capaian ini selaras dengan cita-cita Pramuka Jatim mengembangkan produk pertanian," ucapnya. 

Arum menambahkan, sektor pertanian, sektor peternakan, juga perkebunan adalah sektor yang tetap bertumbuh produktif di saat pandemi Covid-19. 

Oleh sebab itu, Pramuka Jatim merancang kegiatan semaksimal, seproduktif dan seefektif mungkin. Agar bisa menemukan potensi-potensi efektif, produktif, inovatif, yang dimiliki oleh para petani, peternak, pelaku perkebunan dan pelaku usaha agrobisnis. Salah satunya adalah dengan memaksimalkan potensi hilir. 

Maka, demi mencapai tujuan tersebut, Pramuka Jatim bangkit menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi supaya dapat menembus pasar ekspor. 

Milenial Jatim Mengubah Wajah Pertanian 

Sementara itu, Wakil Dekan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang Dr Sujarwo mengatakan, jika kekuatan sektor pertanian saat ini terletak pada kemampuan menciptakan supply and value chain dalam jangka panjang, meningkatkan opportunity cost penggunaan sumber daya, dan kelembagaan yang menguatkan skala ekonomi. 

Dalam kondisi seperti tersebut maka peran teknologi nyaris tidak terelakkan. Penguasaan teknologi yang dimaksud adalah teknologi produksi, teknologi informasi, dan juga teknologi dalam distribusi produk-produk pangan di sektor pertanian. 

Upaya menciptakan performance sektor pertanian pangan sebagaimana disebutkan di atas tentunya bukanlah kompetensi yang dimiliki oleh petani-petani kita dahulu. 

Petani-petani dahulu telah mewarisi kerja keras dan meletakkan pembelajaran apa yang harus diperbaiki atas apa yang telah dilakukan. 

Petani milenial melanjutkan sektor pertanian pangan untuk menghadapi tantangan baru, yaitu memanfaatkan teknologi produksi yang lebih modern dengan adopsi teknologi di industri 4.0. Termasuk proses produksi berdasarkan market driven dan customized customers. 

"Di sinilah wajah pertanian berubah dari tampak kumuh dan kurang menjanjikan menjadi pertanian yang bernilai tambah lebih tinggi dan merupakan pekerjaan yang setara dengan sektor-sektor yang lain," ujarnya. 

Petani-petani milenial yang dikehendaki adalah petani yang memiliki kemampuan manajerial yang baik, komitmen dalam pemberdayaan masyarakat petani, membangun supply dan value chain produk pertanian pangan, memiliki literasi teknologi informasi yang baik, dan memiliki ekspektasi jangkauan pasar tidak hanya di dalam negeri tetapi juga luar negeri. 

"Petani milenial yang menjadi champion dalam pembangunan pertanian juga memiliki kapasitas dalam hilirisasi produk pertanian maupun membaca peluang pasar yang baik," jelasnya. 

Kekuatan lain yang diharapkan ada pada petani milenial adalah kapasitasnya dalam mengakselerasi terwujudnya korporasi petani berbasis kawasan. 

Jelas bahwa sumber daya pertanian, khususnya lahan, tidak dapat hanya diolah sebagaimana kebiasaan. Usaha tani memerlukan sentuhan manajerial untuk optimalisasi penggunaan sumber daya dan menguatkan profitabilitas sekaligus sustainabilitasnya. 

"Inilah peran petani-petani muda untuk mengisi kekosongan kompetensi yang tidak dapat dipenuhi petani sebelumnya," beber Jarwo.

Ia menyebut, bahwa pemerintah memahami ini dengan baik. Hal ini terlihat dengan adanya program Pengembangan Wirausaha Muda Pertanian (PWMP) yang sudah dimulai sejak tahun 2016 sampai saat ini. 

Juga kemudian dikembangkan program Youth Entrepreneurship and Employment Support (YESS) kerja sama Kementerian pertanian dan International Fund for Agricultural Development (IFAD) sejak tahun 2017.

Petani-milenial-b---Copy.jpg

Belum lagi perkembangan pendidikan tinggi saat ini semakin agresif menjalin kerja sama dengan DUDI (Dunia Usaha dan Dunia Industri) melalui program Merdeka Belajar yang diinisiasi oleh Menteri Nadiem Makarim. 

Beberapa program besar yang diikuti mahasiswa pertanian di antaranya adalah delapan bentuk pembelajaran di luar kampus untuk maksimal 2 semester.

Yaitu dalam bentuk magang, pembangunan desa, kewirausahaan, proyek kemanusiaan, proyek independen, mengajar di unit pendidikan, dan penelitian. 

Kedelapan bentuk pembelajaran di luar kampus ini, akan mendinamisasi kegiatan-kegiatan di kampus dan di masyarakat. Karena mahasiswa terlibat aktif di dalam kegiatan yang bersifat peningkatan kapasitas ekonomi, penguatan pemberdayaan masyarakat, maupun pendidikan di masyarakat. 

Pemerintah juga menguatkan skim-skim hibah institusi maupun individu untuk mendorong peran aktif mahasiswa dalam interaksinya dengan realitas di masyarakat, dunia usaha, dan dunia industri. 

Beberapa program hibah yang memiliki dana besar di antaranya adalah Competitive Fund atau Program Kompetisi kampus Merdeka (PKKM) dan matching fund (MF). Inovasi-inovasi diharapkan muncul dari mahasiswa bersama dosen dan mitra Merdeka Belajar. 

Dr Sujarwo mengatakan, Fakultas Pertanian  UB mendapat kedua hibah tersebut dan bersama-sama dengan mahasiswa melaksanakan berbagai kegiatan mendukung pembelajaran di luar kampus dan interaksi lebih intensif dengan masyarakat, dunia usaha, dan dunia industri. 

Beberapa inovasi terus dikembangkan dalam kaitan dengan hibah PKKM Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.

Misal tentang model pengembangan multifunctional landscape pertanian, model pengembangan complex agro-ecosystem pada komoditas utama padi, dan pengembangan klinik pertanian yang diharapkan menjadi penghubung bagi petani dan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. 

Untuk program Matcing Fund, hibah DIKTI di fakultas pertanian ini digunakan untuk pengembangan socio-entrepreneurship dan penguatan riset kolaborasi dengan mitra dalam rangka implementasi merdeka belajar.

Petani Modern Jatim

Lantas, bagaimana design kebijakan pemerintah untuk menjaga sustainabilitas pertanian pangan khususnya di Jawa Timur sebagai penyangga pangan nasional?

"Pemerintah, khususnya pemerintah daerah Jawa Timur, memiliki peran penting dalam melakukan stimulasi dan dinamisasi sektor pertanian di Jawa Timur," tegasnya. 

Dr Sujarwo menyebutkan jika dalam Perda No 1 tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

(RPJPD) Jawa Timur memuat tujuan pembangunan jangka panjang tahun 2005-2025 adalah mewujudkan Provinsi Jawa Timur Pusat Agrobisnis Terkemuka, Berdaya Saing Global dan Berkelanjutan. 

"Saat ini, tahap pembangunan Jawa Timur adalah pada lima tahun ke lima dalam mewujudkan cita-cita tersebut," terangnya. 

Implisit di dalam cita-cita tersebut, imbuhnya, adalah menjadikan pertanian di Jawa Timur menjadi pertanian modern dengan efisiensi tinggi, efektifitas penggunaan teknologi, dan perhatian tidak hanya pada eksploitasi ekonomi jangka pendek. Tetapi juga menjalin kolaborasi dalam perspektif jangka panjang dari hulu sampai hilir. 

Akselerasi kebijakan untuk mewujudkan ini adalah pembangunan BUMD Pangan Jawa Timur yang dipadukan dengan kolaborasi aktif dengan korporasi petani yang wujud di Jawa Timur. 

Tidak dapat dipungkiri bahwa skala ekonomi menciptakan efisiensi maka korporasi petani hanya akan dapat dilakukan dengan baik jika berbasis kawasan dan memenuhi skala ekonomi produksi. Kemudian linkage dengan pasar dalam jejaring supply yang dikenal dengan supply chain. 

"Linkage ini dikuatkan dengan hadirnya BUMD Pangan di Jawa Timur. BUMD Pangan Jawa Timur berfungsi sebagai hub-market yang menghubungkan supply dengan demand-nya," ungkap Jarwo. 

BUMD Pangan, Korporasi Petani, dan kebijakan pemerintah terhubung dengan hadirnya perguruan tinggi, pusat-pusat penelitian, dan juga perbankan. Ditambahkan lagi, publikasi di media sebagai bagian tak terpisahkan dalam penta-helix collaborations. 

Dengan kehadiran penta-helix collaboration ini dalam realitas, maka sektor pertanian pangan dapat mewujudkan sistem pangan yang dinamis dan responsif terhadap beragam perubahan. 

Inovasi-inovasi dan desiminasinya yang diimplementasikan dalam skala ekonomi menjadikan sektor pertanian pangan Jawa Timur tangguh terhadap goncangan eksternal. 

"Design kolaborasi yang didasarkan pada semangat kebersamaan dalam pembangunan pangan menjadi jiwa dari pembangunan sesungguhnya," ucapnya. 

Ekspektasi hasil lanjutnya adalah daya saing sektor pertanian pangan Jawa Timur yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa Timur, menghasilkan surplus yang menjadi input bagi perdagangan produk pangan baik domestik maupun pasar yang lebih luas di luar negeri.

Jatim Buffer Pangan Nasional

Jarwo memaparkan, pertanian di Indonesia menjadi tumpuan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dengan penyediaan pangan yang cukup sepanjang waktu. 

Pandemi Covid-19 juga memberikan tes sejauh mana kekuatan produksi pangan dalam negeri cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik. 

Namun sejak munculnya pandemi sampai saat ini tekanan demand pangan nampaknya tidak terjadi sebagaimana dikhawatirkan. 

Harga pangan relatif stabil mengindikasikan bahwa tarikan demand masih dapat dipenuhi dengan baik. 

Distribusi pangan di tengah pandemi juga relatif baik sehingga goncangan supply pangan bersifat lokal di pusat-pusat konsumsi tidak mengkhawatirkan. 

"Hal ini telah memberikan bukti bahwa produksi pangan kita sebenarnya mampu memenuhi kebutuhan domestik sepanjang tahun," tandasnya. 

Namun, kata Jarwo, yang perlu mendapat perhatian lanjutnya adalah aspek sustainability dari penyediaan pangan domestik. 

Sustainability ketersediaan pangan domestik ini terkait dengan aspek kekuatan sumber daya, efisiensi (teknologi), SDM pelaku produksi pertanian pangan, pengembangan aspek kelembagaan dan pasar, khususnya di pusat-pusat penyangga pangan nasional. 

Pusat penyangga pangan nasional adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan. Jawa Timur memiliki potensi sawah paling tinggi diantara provinsi tersebut. 

"Dari sisi supply, Jawa Timur adalah penyangga pangan terbesar di tingkat nasional," terang Sekjen Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) periode 2021-2024 tersebut. 

Jarwo melanjutkan, pusat-pusat penyangga pangan ini harus memiliki sistem pangan yang mantap. Yaitu adanya linkage produksi, konsumsi, dan juga investasi yang didukung teknologi produksi yang modern, infrastruktur transportasi dan informasi yang memadai, dan kelembagaan petani yang semakin berkembang. 

Jika dikaitkan dengan pandemi Covid-19, produk pertanian terdampak dalam dua sisi, yaitu melemahnya tarikan demand dan aspek distribusi. 

Namun aspek distribusi bukanlah sebuah permasalahan serius karena indikator perubahan harga pasar produk pertanian masih wajar. 

Sedangkan jika dilihat dari melemahnya demand produk pertanian, kata Jarwo, adalah akibat rendahnya mobilitas masyarakat dan pembatasan kegiatan-kegiatan atau PPKM yang mendorong konsumsi pangan. Seperti terjadi di perhotelan dan restaurant. 

"Namun demikian, karena pangan adalah kebutuhan dasar manusia maka demand produk pangan relatif tidak berubah banyak walaupun dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini," ujarnya. 

Di sisi lain, kata Dr Sujarwo, pandemi Covid-19 menurunkan agresifitas sektor lain untuk menekan sumber daya lahan sektor pertanian untuk dikonversi ke dalam penggunaan non-pertanian. 

Ini memberikan nafas kepada sektor pertanian untuk mengupayakan sumber daya lahannya. Dalam kondisi ini, penjagaan pemerintah dalam aspek ketersediaan dan keterjangkauan input produksi, kemudahan akses pasar hasil panen dan distribusinya menjadi faktor penting untuk pertanian terus memberi nafas roda perekonomian nasional. 

"Dengan demikian, krisis pangan bukanlah merupakan concern jangka pendek tetapi lebih merupakan concern jangka panjang akan bangsa yang besar ini," ucapnya. 

Jarwo mengatakan, hal ini harus dijawab dengan ketersediaan teknologi produksi pangan yang lebih baik, penguatan sistem pangan berbasis kelembagaan yang kuat dari petani, tumbuh dan berkembangnya korporasi petani dan pertanian kawasan, penyelamatan sumber daya produksi pangan, dan juga penjagaan atas efisiensi pasarnya. 

Ia mengurai, secara normatif, kebijakan pemerintah hadir untuk menguatkan sisi supply, sisi demand, dan alokasi sumber daya lebih optimal. 

"Dari sisi supply, sektor pertanian di Jawa Timur telah menunjukkan perkembangannya seiring teknologi produksi diintroduksi, bahkan cenderung pada levelling-off," jelasnya. 

Kondisi ini ia sebut memberikan sinyal adanya kapasitas teknologi yang sudah mendekati frontier-nya. Sehingga peningkatan produktivitas produksi harus diupayakan melalui inovasi teknologi yang lebih baik lagi dari yang telah ada. 

Inovasi teknologi produksi harus memiliki dimensi sustainabilitas, dukungan SDM yang baik, serta adanya dukungan kelembagaan dan pasar. 

Namun ia melihat kebijakan pada aspek kelembagaan dan pasar merupakan titik terlemah intervensi pemerintah selama ini. Aspek kelembagaan lebih merupakan pembangunan yang membutuhkan waktu. Sementara ketidakpastian atas keberhasilannya relatif tinggi. 

"Dengan suasana politik di nasional dan character building masyarakat yang belum terbentuk kokoh, maka pembangunan kelembagaan sampai kemandiriannya memiliki biaya yang tinggi sehingga kebijakan ini cenderung dihindari untuk dituntaskan," ucapnya menambahkan. 

Begitu juga dengan aspek pasar. Kebijakan Pepmrov Jatim dalam aspek pasar, seperti kebijakan harga output, memiliki konsekuensi anggaran yang sulit dipastikan.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES