Ekonomi

Mengintip Cara Petani Tradisional di Banyuwangi Pertahankan Kualitas Kopi

Senin, 06 September 2021 - 16:37 | 72.10k
Ketu Kelompok Petani kopi tradisional yang tergabung dalam komunitas Bolo Kopi saat menjemur hasil panen kebun miliknya. (FOTO: Riswan Efendi/TIMES Indonesia)
Ketu Kelompok Petani kopi tradisional yang tergabung dalam komunitas Bolo Kopi saat menjemur hasil panen kebun miliknya. (FOTO: Riswan Efendi/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Selain menawarkan segudang destinasi wisata, ternyata Kabupaten Banyuwangi juga memiliki produk kopi dengan kualitas citarasa mewah yang tidak kalah dengan daerah lainnya.

Dengan merawat tanaman kopi layaknya anak sendiri, kelompok petani kopi tradisional yang tergabung dalam komunitas Bolo Kopi di Dusun Candi, Desa Songgon, Kecamatan Songgon, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur mampu mempertahankan kualitas di tengah gempuran modernisasi industri kopi.

Ketua Kelompok Bolo Kopi, Edy Prayitno mengatakan untuk memberikan hasil biji kopi yang maksimal, pihaknya sengaja menggunakan pupuk organik dengan kotoran kambing.

"Selain menjadi salah satu cara untuk lebih meningkatkan hasil panen kopi, dengan menggunakan pupuk organik juga membuat kandungan nutrisi dalam tanah menjadi lebih terawat," kata Edy, Senin (6/9/2021).

Selain itu, untuk memanjakan pohon kopi miliknya, Edy juga secara rutin memangkas dahan pohon yang sudah tidak produktif lagi. Atau biasa disebut dengan proses pangkas lepas panen.

"Kita memperhatikan betul soal pohon kopi, mulai dari pupuknya, cara merawatnya hingga cara panen secara baik namun juga tidak merusak kualitas kopi yang dihasilkan," ungkapnya.

Petani-kopi-2.jpg

Dirinya juga membeberkan tentang kelompok petani kopi tradisional yang ia bentuk bersama 12 orang asal desa setempat. Pembentukan kelompok petani kopi ini diawali keprihatinan atas kurangnya pengetahuan para petani kopi tradisional dalam merawat tanaman hingga pengolahan hasil panen.

Sehingga dirinya berinisiatif untuk membentuk kelompok sebagai sarana dalam belajar bersama tentang cara perawatan tanaman kopi dengan baik dan benar.

Edy juga menceritakan tentang kendala yang kerap dialami oleh petani dalam merawat tanaman kopi. Mulai dari adanya hama hingga kurangnya sinar matahari yang menerpa.

"Kalau hama yang paling seringkali menyerang dan sulit di atasi itu penggerek batang. Sementara di songgon ini sendiri, selain menanam Kopi. Para petani biasanya turut menanam durian hingga manggis. Sehingga terkadang jika salah perhitungan tanaman kopinya jadi tidak dapat cahaya matahari," tambahnya.

Di kebun seluas dua hektare itu, dalam sekali panen dirinya mengaku bisa menghasilkan lebih dari satu ton biji kopi. Sementara dalam setahun dirinya bisa dua kali panen. Produk kopi yang ia hasilkan mulai dari Robusta, hingga liberika atau ekselsa.

Dalam pengolahannya sendiri kelompok Bolo Kopi ini masih menggunakan sistem tradisional, mulai dari alat penggilingan yang dibuat sendiri, hingga penjemuran yang langsung memanfaatkan cahaya matahari.

Meskipun begitu dirinya mengaku tak asal-asalan dalam memproses kopi, mulai dari pencucian yang harus bersih, hingga proses penjemuran yang tidak boleh langsung menempel di tanah serta proses penggilingan yang dilakukan dengan cara se-higienis mungkin.

"Untuk penjemuran itu kita lakukan langsung dengan sinar matahari, tidak pakai oven. Untuk Waktunya sendiri tergantung cuaca di sini. Kalau cuaca panas, dalam 7 hari saja sudah kering," cetus Edy.

Petani-kopi-3.jpg

Untuk keunggulannya sendiri, kopi songgon Banyuwangi memiliki citarasa yang berbeda dengan aroma harum ketika diseduh dengan air panas. Sehingga menambah kesan positif bagi para penikmatnya.

"Struktur tanah itu juga mempengaruhi rasa kopi, kebetulan di kecamatan Songgon ini tanahnya bagus. Sehingga buah kopi yang dihasilkan juga besar-besar dan berbau harum," ujarnya.

Sementara untuk kopi yang menjadi unggulan dari kelompok petani kopi tradisional di wilayahnya adalah jenis Robusta dan Liberika.Pangsa pasar yang Ia sasar hingga kini masih pada konsumen lokal.

Namun dikarenakan Kecamatan Songgon memiliki banyak destinasi wisata, tak jarang juga masyarakat di luar kota membeli produk kopi miliknya sebagai buah tangan.

"Kebanyakan produk kita titipkan di beberapa destinasi wisata yang ada di kecamatan Songgon. Disitu kita nilai tepat karena banyak para wisatawan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia bahkan mancanegara," kata Edy.

Harga yang Ia tawarkan pun sangat bervariatif, mulai dari Rp 50 Ribu hingga Rp 400 Ribu. Tergantung dengan jenis kopi dan berat yang diinginkan oleh pembeli.

Di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini dirinya mengaku mengalami penurunan secara drastis untuk penjualan produk kopi Songgon yang dimiliki. Bahkan penurunannya sendiri bisa mencapai 70 persen.

"Berhubung sekarang tempat wisata di Kabupaten Banyuwangi tutup karena ada Covid-19. Penjualan secara otomatis turun drastis. Kami yang hanya petani kopi tradisional tidak bisa berbuat apa-apa, untuk sekarang kami hanya bisa fokus ke perawatan tanaman kopi saja," kata Edy Prayitno. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES