Peristiwa Internasional

Tanggapi Krisis Rumah, Masyarakat Belanda Disebut Akan Gelar Aksi Demonstrasi

Kamis, 02 September 2021 - 19:46 | 59.72k
Tipe rumah sosial di Belanda (kiri), tipe rumah biasa (kanan) dan tipe rumah sewa apartemen (rumah tingkat). (FOTO: Dian Suwarsaputri/kabarbelanda.com)
Tipe rumah sosial di Belanda (kiri), tipe rumah biasa (kanan) dan tipe rumah sewa apartemen (rumah tingkat). (FOTO: Dian Suwarsaputri/kabarbelanda.com)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Menjadi seorang Tunawisma di negeri Belanda tentunya bukanlah hal yang mudah. Pasalnya, pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan berupa pemberian tunjangan sewa kontrak rumah untuk masyarakat kecil.

Kemudian, untuk mendapatkan rumah sosial dan tunjangan sewa kontrak rumah, para tunawisma ini harus mendaftarkan diri sebagai pencari rumah sosial di kantor pemerintah kota mereka masing-masing. Rata-rata, pendapatan mereka di bawah EUR 3.000 (Rp 56 juta) bruto per bulan.

Sebuah-proyek-pembangunan-perumahan-untuk-sektor-rumah-beli-dan-sektor-perumahan-sosial.jpgSebuah proyek pembangunan perumahan untuk sektor rumah beli dan sektor perumahan sosial. (FOTO: Dian Suwarsaputri/kabarbelanda.com)

Seperti dikutip kabarbelanda.com, Kamis (2/9/2021), seorang warga Belanda, Bosman, 56 tahun, ikut menanggapi permasalahan tersebut. Ia sebelumnya tinggal di apartemen lantai 3 yang tidak memiliki fasilitas lift. Pasca bercerai dengan suaminya empat tahun lalu, penyakit otot yang dideritanya semakin menjadi.

"Lebih dari enam bulan saya menunggu kesempatan mendapatkan rumah sosial yang ada lift-nya. Itu lama sekali buat saya. Padahal saya termasuk golongan yang sangat urgensi dan harus dapat tempat tinggal layak sesuai situasi saya," ujar Bosman yang mengalami dampak krisis rumah tinggal kepada kabarbelanda.com di Hilversum, Belanda.

"Dan sekarang ini saya tidak perlu menahan sakit di badan saat naik tangga untuk masuk ke rumah karena sudah ada lift," Bosman melanjutkan.

Di satu sisi, dirinya bisa dikatakan seorang tunawisma yang cukup beruntung dibanding dengan yang lain.  Saat ini, masih banyak warga Belanda yang harus berjuang dengan menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan rumah sosial.

Tiny-house-seluas-50-meter-persegi.-Dibangun-untuk-membantu-antara-lain-anak-muda.jpgTiny house seluas 50 meter persegi. Dibangun untuk membantu antara lain anak muda di bawah usia 28 tahun agar bisa punya tempat tinggal sementara. Setelah 10-15 tahun, tiny house ini akan dibongkar. (FOTO: Dian Suwarsaputri/kabarbelanda.com)

Bagi mereka yang pendapatannya lebih dari Rp 56 juta per bulan bisa membeli rumah atau menyewa rumah di sektor bebas tanpa bantuan dari pemerintah. Selain itu, di Belanda saat ini terjadi defisit rumah, di mana jumlah orang yang membutuhkan rumah, baik rumah sewa atau beli, lebih banyak dari pada jumlah rumah yang tersedia.

Selanjutnya, harga jual rumah serta harga sewa rumah di sektor bebas melonjak tinggi. Akibatnya, semakin banyak yang tidak memiliki rumah alias tunawisma dan waktu tunggu mendapat rumah sosial semakin lama.

Sebagai contoh di kota Amsterdam misalnya. Waktu tunggu dalam mendapat rumah sosial saat ini rata-rata mencapai 15 tahun. Sebab,       lalainya pemerintah Belanda dalam mendukung pembangunan perumahan. Hal ini dimulai saat terjadinya krisis keuangan pada tahun 2008 silam. Saat itu, proyek-proyek pembangunan banyak yang dihentikan dan diikuti pembubaran Kementerian Perumahan Rakyat tahun 2010.

Kemudian, pemerintah Belanda memandang bahwa kementerian ini tak lagi diperlukan mengingat masalah perumahan rakyat dianggap sudah teratasi. Pada tahun 2013, koperasi perumahan yang menyewakan rumah sosial diwajibkan membayar pajak untuk setiap rumah sosial yang disewakan. Hal ini tentu berakibat koperasi-koperasi perumahan banyak kehilangan pemasukan dan tidak punya dana untuk membangun perumahan-perumahan baru.

Dengan demikian, telah dipastikan bahwa sekarang ini Belanda sedang mengalami krisis perumahan yang cukup serius. Berdasarkan informasi yang dihimpun TIMES Indonesia melalui kabarbelanda.com, warga Belanda akan menggelar aksi demo pada tanggal 12 September dan 23 Oktober mendatang di kota Amsterdam menuntut pemerintah memperbaiki keadaan.

Dari berbagai sosial media yang beredar, rencana aksi ini disosialisasikan untuk menarik pengikut demo sebanyak-banyaknya. Aksi demonstrasi tersebut pun mendapatkan dukungan penuh dari para politisi seperti partai politik PvDA dan Groelinks yang menilai pemerintah harus turun tangan secepatnya dalam hal merealisasikan pembangunan rumah sebanyak-banyaknya untuk keluar dari persoalan krisis rumah. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES