Kopi TIMES

OTT KPK: Derita Lain di Balik Runtuhnya Dinasti Probolinggo

Kamis, 02 September 2021 - 14:13 | 83.30k
Dicko Wicahyo, Wartawan TIMES Indonesia
Dicko Wicahyo, Wartawan TIMES Indonesia

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) beberapa hari lalu melakukan Operasi Tangkap Tangan atau OTT terhadap Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari dan Suaminya anggota DPR RI Hasan Aminudin, serta orang-orang yang juga ditetapkan sebagai tersangka. 

Saya hanya ingin mengetahui proses hukum yang dilakukan KPK hingga putusan penetapan tersangka. Jika melihat dari dekat terhadap lima ASN calon Pejabat Kepala Desa di Kecamatan Paiton, yang juga ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Pikiran merasa tercengang dengan fakta, bahwa mereka bisa saja tidak tahu menahu dengan suap yang dipersoalkan. 

Berdasarkan informasi yang beredar, sebagian besar mereka hanya dimintai foto copy SK untuk diserahkan kepada Camat tanpa membayar sepersen pun. Hingga OTT terjadi, baru mereka mengetahui bahwa dirinya juga tercatat dalam daftar yang ditetapkan tersangka.

Inilah yang membuat saya terangsang untuk menulis, dan sangat menghargai proses hukum oleh KPK. Namun ada derita orang lain di mana menurut keyakinan saya bahwa mereka tidak melakukan dugaan yang dimaksud. 

Memang kewenangan ada pada penyidik, namun menyandangkan status tersangka kepada orang yang belum dimintai keterangan akan menjadi derita panjang ketika orang tersebut betul-betul tidak melakukan. 

Mereka harus melalui proses hukum begitu lama, menyita fikiran, tenaga, materi dan bahkan menanggung beban moral.

Sepertinya akan sulit bagi lima ASN ini untuk bernafas, status tersangka sudah disandang, satu-satunya jalan mereka harus lalui proses ini dengan kooperatif. 

Mengingat KPK sebagai super body hanya memiliki kewenangan menghentikan penyidikan dan penuntutan apabila proses tidak selesai dalam jangka waktu dua tahun sesuai pasal 40 (1) undang-undang KPK, maka nasib mereka akan ditentukan oleh para penyidik, ditahan atau tidaknya.

Ada keluh dan tangis dari keluarganya, karena secara tiba-tiba nasib buruk menimpanya. Ada pula yang bilang mereka jadi korban dan ada yang pasrah dengan keadaan. 

Kemana mereka saat ini harus akan mencari pertolongan. Sedangkan tidak memiliki biaya untuk membayar pengacara dalam menghadapi perkaranya. Entah atas dasar apa hingga KPK tetapkan juga ASN tingkat paling bawah ini sebagai tersangka. 

Hanya penyidik dan Tuhan yang tahu. Dan harus percaya KPK berlaku sangat hati-hati melaksanakan tugasnya, dan bukan berarti seorang yang dijerat dengan serta merta betul-betul melakukan yang disangkakan. 

Bisa memberikan hak mereka membela diri dan kesempatan untuk lepas dari jeratan. Jangan sampai apa yang disampaikan H Rhoma Irama lewat lagunya terjadi, "yang benar dipenjara, yang salah tertawa".

Semoga tulisan ini bisa menjadi referensi agar bisa melihat kebenaran seutuhnya. (*)

 

*) Penulis: Dicko Wicahyo, Wartawan TIMES Indonesia

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES