Peristiwa Daerah

Data MCW: Angka Korupsi Kepala Daerah di Jatim Tertinggi 

Selasa, 31 Agustus 2021 - 16:21 | 101.15k
Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi jual beli jabatan kades oleh KPK RI.(FOTO: dok. TIMES Indonesia)
Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi jual beli jabatan kades oleh KPK RI.(FOTO: dok. TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Koordinator Malang Corruption Watch (MCW) Atha Nursasi mengatakan, Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi RI (KPK RI) terhadap Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari bersama suaminya, semakin menambah panjang daftar kepala daerah di Jawa Timur yang melakukan tindak pidana korupsi.

"Sepanjang 2017-2020 saja sudah ada 14 kepala daerah di Jatim yang terjerat korupsi," jelas Atha kepada TIMES Indonesia, Selasa (31/8/2021). 

Angka itu, sebutnya, belum ditambah kasus OTT KPK terhadap Bupati Tantri. Maka jumlah keseluruhan kepala daerah di Jatim yang korupsi sebanyak 15 orang.  "Dan itu menempatkan Jatim di puncak teratas dengan tingkat korupsi kepala terbanyak," tandasnya.

Atha melihat jual beli jabatan di pemerintahan adalah modus lama yang masih terjadi.  "Ini berarti mekanisme seleksi dan prinsip tranportasi dan akuntabilitas tidak berjalan di pemerintahan," ungkapnya.

Membedah Skema Intervensi Jabatan Kades

MCW melihat jika setiap kasus dugaan suap berkaitan dengan pemilihan kepala desa tak bisa lepas dari posisi kekuasaan bupati selaku pimpinan di daerah. Jabatan kepala desa mungkin dipandang tak seberapa bagi kalangan elit. Namun, posisi kepala desa memiliki peran penting dalam roda pemerintahan. 

Gegara bernafsu mendapatkan jabatan tersebut, para calon kepala desa di Kabupaten Probolinggo rela merogoh kantong memuluskan niat mereka.

Pada akhirnya Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari bersama suaminya yang anggota DPR RI Hasan Aminuddin harus berurusan dengan KPK RI lewat operasi tangkap tangan pada Senin (30/8/2021) kemarin. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus jual beli jabatan kades.

Pemilihan kades serentak tahap II di Probolinggo itu sejatinya akan diagendakan pada 27 Desember mendatang. Tetapi, pemilihan itu diputuskan menjadi 9 September 2021 dengan 252 jabatan kepala desa yang akan diisi.

Berdasarkan keterangan KPK, sejumlah usulan nama harus mendapat persetujuan dari orang kepercayaan Puput, yakni suaminya bernama Hasan Aminuddin. Persetujuan ini berbentuk paraf pada nota dinas pengusulan nama. Para calon pejabat kepala desa juga diwajibkan memberikan dan menyetorkan sejumlah uang. 

KPK RI menyampaikan, para tersangka mematok tarif jabatan kades di wilayahnya itu sebesar Rp 20 juta ditambah upeti tanah kas desa dengan tarif Rp 5 juta/hektare. "Dengan kekuasaan itu, ia gunakan untuk memberi stempel legitimasi bagi para calon yang telah ditentukan," ucap Atha.

Dengan begitu, lanjut Atha, masyarakat desa akan mendukung calon desa yang telah mendapat rekomendasi dari bupati. Namun Atha menegaskan, masih ada pertanyaan penting yang patut dijawab oleh KPK.

Bagaimana bisa para broker (perantara) itu bisa bekerja sama dengan para calon dan bupati jika sebelumnya tidak memiliki hubungan yang saling menguntungkan?  "Seperti para calon itu jangan-jangan adalah orang yang dulu bekerja untuk kemenangan bupati," ucapnya heran. 

Menentang Prinsip Demokrasi

Selanjutnya, ia menilai intervensi bupati dalam menentukan calon kepala desa adalah tindakan yang bertentangan dengan prinsip demokrasi desa. Bahkan menghianati prinsip desa sebagai pemerintahan semi otonom. 

"Pemerintah yang secara politik, pimpinannya dipilih oleh rakyat desa justru di intervensi dengan cara-cara transaksional," ujarnya. 

Oleh sebab itu, Atha meminta KPK mesti menelusuri lebih jauh perihal hubungan saling menguntungkan antar Bupati Probolinggo, suaminya yang DPR RI, camat, para broker dan calon kepala desa yang terlibat tentang bagaimana hubungan itu terbentuk. 

"Ini penting untuk mengetahui modus korupsi politiknya," tegas Atha. 

Diketahui, dari perkara suap jual beli jabatan kades tersebut, KPK mengamankan sejumlah barang bukti. Diantaranya berbagai dokumen dan termasuk uang sejumlah Rp 362.500.000,00.

Sebelumnya, KPK menetapkan 22 orang termasuk Bupati Probolinggo dan suaminya sebagai tersangka suap berkaitan dengan jual-beli jabatan kepala desa atau kades di Kabupaten Probolinggo. 

RInciannya, 18 orang merupakan tersangka pemberi suap berkaitan dengan jabatan kepala desa di Kabupaten Probolinggo sedangkan 4 orang lainnya sebagai penerima suap.

Pemberi suap akan disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Dan penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Penerima suap tersebut di antaranya yakni Puput Tantriana Sari, sebagai Bupati Probolinggo Hasan Aminuddin sebagai Anggota DPR RI. Doddy Kurniawan, Camat Krejengan dan Muhammad Ridwan, Camat Paiton.

Dan kini mereka sudah ditetapkan tersangka oleh KPK RI. Berdasarkan data MCW, kasus ini semakin memperpanjang daftar kepala daerah yang melakukan tindak pidana korupsi di Jatim. (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES