Kopi TIMES

Pendekarnya Pendekar, Bernostalgia dengan Bindere Hasan

Selasa, 31 Agustus 2021 - 10:29 | 73.13k
Satrijo Prabowo, wartawan senior.
Satrijo Prabowo, wartawan senior.

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Saya termasuk orang yang tidak percaya saat membaca berita Drs H Hasan Aminuddin Msi terkena OTT KPK. Apalagi terkait dugaan jual beli jabatan.

Kalau boleh ge-er, saya sangat mengenal Bindere Hasan - panggilan akrab suami Bupati Tantriana Sari ini. Ia sosok yang smart. Bahkan saya sering menyebutnya 'Sang Pendekar, Pendekarnya Pendekar'. Rasanya tak mungkin ia rela mencoreng ketokohannya dengan kasus ecek-ecek.

Jual beli jabatan menurut saya kasus ecek-ecek untuk ukuran seorang tokoh sekualitas Hasan.

Saya mengenal Bindere Hasan sebelum ia menjabat Ketua DPRD Kab Probolinggo. Waktu itu setahu saya, selain masih aktif di kepengurusan PPP juga belandong tembakau. Kendaraannya masih Kijang Super kalau tidak salah.

Kalau ada yang berdecak karena harta kekayaannya yang mencapai miliaran, menurut saya wajar. Karena ia jago cari duit. Setidaknya itu yang secara tak langsung sempat diajarkan ke saya.

Suatu saat, ada foto saya termuat di halaman warna Harian Surya. Itu foto KH Hasyim Muzadi bersama Gus Dur saat dalam kunjungan di PP Nurul Jadid, Paiton. Kiai Hasyim tampak sedang serius menceritakan sesuatu, tapi Gus Dur malah terlihat menggaruk telinganya.

Rupanya foto itu menggugah insting bisnis Hasan. "Jo, ayo tak ajari nyareh peseh halal," katanya.

Saya diberi uang 10 juta. "Iki lak hasil potretanmu. Negatifnya bawa ke cuci cetak. Nyetak o ukuran 10R karo 32R. Hasile gowoen nang tukang pigora. Peseno pigorae trus gowo nang aku," pintanya.

Setelah saya lakukan sesuai arahannya, dua minggu kemudian saya diminta bikin lagi. Kali ini saya dikasih Rp 15 juta. Apa yang terjadi kemudian?

Sekitar 2 pekan saya dipanggil ke ruang kerjanya. Waktu itu masih Ketua DPRD Kab Probolinggo. Kantornya masih di timur pendopo. 

"Begini Pak Ijo..." kali ini saya dipanggil Pak. "Ini ada uang Rp 40 juta. Saya ambil Rp 25 juta. Kan sampean pernah saya kasih uang 2 kali. Pertama Rp 10 juta. Kedua Rp 15 juta. Ini sisanya sampean ambil," ujarnya.

Saya masih bingung apa maunya. Ternyata saya baru saja diajari mendapatkan uang halal. Uang Rp15 juta itu untung dari jualan pigura dengan foto Kiai Hasyim dan Gus Dur. Dan uang itu benar-benar diberikan saya seluruhnya.

"Ayo Pak Ijo belajar dagang. 70 Persen rejeki itu ada di dagang," jelasnya. Dan saya baru ngeh. 

Tidak itu saja. Saya pernah diajari usaha laundry. Saya sempat diminta ke Malang dan Jember cuma untuk belajar tentang ini. Termasuk beli buku-buku House Keeping, di antaranya ada teori mencuci baju sesuai standar hotel.

Saya juga pernah diajari membuka usaha travel. Pendek kata apa pun asal halal. Ada pesannya yang selalu saya ingat: "Hidup jangan wacana terus. Jalani yang riil-riil saja."

Dalam hal ibadah, Hasan sangat istiqomah. Setiap shalatnya selalu diikuti sunah rawatip. Saya juga pernah diberi amalan dzikir: Hasbunallah wa ni'mal wakil, nikmal maula wa ni'mannasir. " Baca setiap habis shalat ashar. Insyaallah selalu selamat.. " tuturnya.

Bahkan saat mendampingi perjalanannya ke Thailand, saya sempat kebingungan karena Hasan menolak makanan hotel gegara hotel itu menyediakan menu babi. Setelah tanya-tanya sopir taxi akhirnya saya temukan kampung arab di bilangan Shasha Street yang menyediakan menu arabic.

Bagaimana mungkin orang yang selalu mengajarkan cari uang halal dan taat beribadah melakukan jual beli jabatan dengan imbalan, maaf...  cuma puluhan juta?

So, saya yakin Hasan bukan orang seperti itu. Sebagai 'Sang Pendekar, Pendekarnya Pendekar' bisa jadi Hasan tidak cuma dikelilingi teman, melainkan juga lawan yang sama-sama pendekar. Dan tidak ada pendekar yang tidak pernah kalah.(*)

*) Oleh: Satrijo Prabowo (wartawan senior)

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES